JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jelang putaran kedua pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta, dinamika politik di ibukota kian memanas. Rivalitas dukungan masing-masing pasangan calon sudah semakin menajam. Munculnya sejumlah spanduk penolakan mensalatkan jenazah bagi pendukung penista agama kian menjelaskan makin panasnya Pilgub DKI Jakarta ini. Kata penista agama ini merujuk pada kubu pendukung calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang tengah didakwa melakukan penistaan terhadap Al-Quran.

Di sejumlah masjid di Jakarta, seperti di Masjid At Tawwab RW 02 Cakung Barat Jakarta Timur spanduk besar terpasang. Spanduk tersebut tertulis "Masjid ini serta seluruh jamaah masyarakat muslim yang patuh dan taat kepada kitab suci Alquran surat Attaubah Ayat 84 tentang orang-orang munafik Tidak Akan Mesholatkan, mentahlilkan dan membantu Pengurusan Jenazah orang-orang munafik yang membela dan mendukung penista Alquran."

Banyak pihak menilai bentangan spanduk di sejumlah masjid tersebut berlebihan dan politis. Rois Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomudin mengecam keras beredarnya spanduk tolak mensalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama di sejumlah masjid di Jakarta. Spanduk tersebut dinilai lampaui batas dan kental politis. "Itu tidak benar dan berlebihan, Islam tidak mengajarkan seperti itu," kata Ishomudin kepada gresnews.com, Minggu (26/2).

Dia meminta tokoh agama dan ulama tidak menggunakan agama sebagai alat politik untuk kepentingan sesaat. Keberadaan spanduk yang banyak dipasang di sejumlah masjid sangat jelas punya misi politik tertentu. Jika pun mengajak tidak memilih pemimpin non muslim, Ahmad Ishomudin meminta agar lakukan secara proporsional bukan dengan ancaman dan intimidasi.

Lebih jauh, Ishomudin menjelaskan, dalam ajaran Islam pengurusan jenazah bagi muslim hukumnya adalah fardu kifayah. Artinya pengurusan mulai memandikan, mengkafani, mensalatkan, hingga menguburkan harus ada sebagian yang melaksanakan. Bahkan pengurusan jenazah tidak hanya bagi muslim juga non muslim.

"Jadi jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, semua orang yang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa," kata Ishomudin.

Pada kesempatan terpisah, pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno menyayangkan spanduk bermuatan SARA tersebut. Kata Adi, tidak baik urusan politik harus dicampur aduk dengan keyakinan seorang muslim.

"Sekeras apapun tensi politik, mestinya perbedaan pilihan politik dimaknai biasa-biasa saja. Jangan gara-gara politik ukhuwah islamiyah berantakan," kata Adi kepada gresnews.com, Minggu (26/2).

Meski begitu, kemarahan umat Islam terhadap Ahok karena dianggap menista agama menurutnya, cukup bisa dipahami. Namun, kasus Ahok sudah masuk ranah hukum dan Ahok sudah menjadi terdakwa. "Biarkan hukum bekerja sesuai koridor yang ada," kata Adi.

Adi berharap umat Islam menjadi pemilih dewasa yang tak mencampuradukkan persoalan politik dan keyakinan. Sebab Islam melarang permusuhan. "Spanduk seperti itu seharusnya tak ada," kata Adi.

BLUNDER POLITIK - Terpasangnya spanduk berbau SARA tersebut memang tak bisa dilepaskan dengan dinamika politik Jakarta. Munculnya spanduk tersebut dipastikan untuk menjegal salah satu pasangan calon yang kini menjadi terdakwa kasus penintaan agama. Pemilih muslim Jakarta diharap memilih paslon lain.

"Tapi ini (spanduk) bisa jadi blunder buat Anies. Karena yang berbuat begitu pasti dituding pemilih Anies. Maka Anies akan diidentikkan dengan pemilih yang emosional, tak rasional," kata Adi.

Tim Pemenangan Anies-Sandi, Anthony Leong, bereaksi dan mengutuk keras pemasangan spanduk tersebut. Anthony menyatakan perbedaan pilihan politik jangan sampai mengarah pada permusuhan, apalagi antar sesama muslim. "Kami sangat prihatin, dalam dinamika politik pilihan berbeda adalah hal wajar," kata Anthony kepada gresnews.com, Minggu (26/2).

Pihak Anies-Sandi membantah pemasangan spanduk dilakukan tim pemenangan. Anthony menyatakan dalam berkampanye Anies-Sandi menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan jauh dari permusuhan.

Kepada semua relawan Anies-Sandi diperintahkan untuk menyampaikan visi misi Anies-Sandi membangun Jakarta. "Kita tidak pernah perintahkan relawan pasang spanduk berbau SARA, kita lakukan kampanye sehat. Anies-Sandi tidak akan menjajadikan isu SARA untuk mengkapitalisasi suara," tegas Anthony.

Munculnya spanduk berbau SARA, kata Anthony, tidak lebih karena kegelisahan masyarakat akar rumput. Sebab dari hasil survei hampir 60 persen masyarakat Jakarta menginginkan perubahan.

Hal senada juga disampaikan Cawagub DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno. Sandi merasa prihatin dengan banyaknya spanduk yang menolak mensalatkan jenazah pendukung penista agama. Menurutnya, sesama muslim harus lah tolong menolong.

"Kami melihatnya prihatin karena pilihan politik itu kan pilihan yang dilandasi dengan sosiologis, psikologis, maupun pilihan berdasarkan rasional. Nah seorang keluarga yang mengalami kematian itu kan musibah. Sepatutnya sesama umat Muslim itu atau sesama warga saling tolong menolong," kata Sandiaga di Ma´hadul Islam Mardhotillah, Setu Pedongkelan, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Minggu (26/2).

Sandiaga memandang sudah sepatutnya seorang muslim menolong muslim yang lain jika terkena musibah. Ketika ada kerabat ataupun tetangga yang meninggal, maka segela perbedaan termaksud perbedaan politik disingkirkan untuk memberi bantuan.

"Sepatutnya sesama umat Muslim itu atau sesama warga saling tolong menolong. Jadi kita singkirkan perbedaan di antara kita, kita singkirkan perbedaan politik kita. Kita kedepankan sisi kemanusiaan," ujar Sandiaga.

Sandiaga menghimbau kepada warga untuk tidak terprovokasi dan terhasut dengan spanduk yang beredar tersebut. Sesama umat beragama harus menjungjung tinggi toleransi dan saling menghargai. "Tetaplah bantu, sesama umat beragama kita harus menghargai, bertoleransi, itu yang saya ingin mengimbau kepada semua warga masyarakat," sebutnya.

BACA JUGA: