JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi yang menjerat banyak kalangan politisi dinilai akibat besarnya tuntutan partai politik dalam membiayai kegiatan politiknya. Besarnya beban biaya parpol yang ditanggung kader itu membuka  peluang sejumlah kader untuk melakukan praktik korupsi.

Kondisi itu diungkap pegiat antikorupsi dari Indonesian Corruption Watch Donal Fariz. Menurut peneliti Divisi Korupsi Politik ICW ini perlunya kehadiran negara membantu pembiayaan partai politik agar motif korupsi bisa diatasi. Kalau negara membiarkan pembiayaan kepada kalangan tertentu dari elite partai, maka akan sulit partai politik berlaku objektif termasuk dalam kebijakan partai.

"Ini yang kemudian membuat banyak kader partai korupsi. Karena mereka menutupi pengeluaran partai yang besar. Di titik ini, negara harus hadir untuk memenuhi kebutuhan partai," kata lulusan Universitas Andalas ini kepada wartawan di Jakarta Selatan, Jumat (23/9).

Selama ini, Donal mengungkapkan, kegiatan partai politik hanya mengandalkan biaya elite parpol sehingga kepentingan negara melalui partai politik sering kali disandera oleh pemilik modal yang selama ini menanggung biaya partai politik. Membantu pembiayaan partai juga akan mereduksi pengaruh elite partai yang selama ini sangat dominan dalam keputusannya.

"Kalau negara tidak masuk, maka oligarki di partai politik akan semakin menguat. Ini bisa tercermin pada partai baru setelah reformasi yang oligarkinya kuat karena pendanaan dikontrol oleh beberapa orang saja," ujarnya.

Beberapa kebijakan, misalnya pemilihan pejabat strategis seperti pemilihan komisioner KPK, justru sangat kental dengan intervensi oligarki partai politik. Bahkan kewenangan tersebut mengalahkan proses politik di Komisi III sendiri.

Hal ini menurutnya bisa terjadi, karena mereka memiliki penuh saham partai. Tapi kalau saham negara diperbesar maka dominasi itu akan berkurang," ujarnya.  Donal memang tidak menjamin bahwa praktik korupsi bisa diatasi dengan cara itu. Namun upaya yang dilakukan negara bisa menekan korupsi sebab kebutuhan-kebutuhan partai bisa diakomodir melalui skema pembiayaan negara.

TAK JAMIN KURANGI KORUPSI - Namun Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai wacana mengucurkan bantuan dana kepada parpol untuk menekan angka korupsi tidak akan efektif. Kalau pemerintah harus menggelontorkan bantuan ke parpol hal itu hanya akan menambah beban negara.

"Meningkatkan bantuan partai politik dengan dalih agar kader partai tidak korupsi, merupakan alasan yang tak masuk akal," katanya kepada gresnews.com, Sabtu (24/9)

Menurut Uchok, banyaknya politisi yang terjebak melakukan praktik korupsi tak ada kaitannya dengan kondisi pembiayaan partai. Bahkan Uchok meyakini dengan digulirkannya bantuan kepada parpol, justru akan memperkuat dominasi mereka. Bukan justru mengurangi oligarki parpol. "Enggak mungkin memperkecil dominasi oligarki, malahan mereka akan semakin dominan dengan anggaran tersebut," tegasnya.

Hal yang sama juga diungkap wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy. Menurutnya, apa yang telah disediakan negara dalam pelaksanaan pemilu, termasuk membiayai kampanye. Fasilitas kampanye yang telah diberikan negara kepada partai politik menurut Budiarto sudah cukup bagi partai membiayai kegiatan politiknya.

"Saya enggak setuju, jumlahnya tidak perlu ditambah. Artinya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui KPU dan KPUD sudah cukup kok," kata Budiarto.

Budiarto justru mendorong partai politik mencari dana dari  luar seperti iuran kader atau pemilihnya. Budiarto tak mempermasalahkan sumber pendanaan itu ditarik dari pemilih seperti yang dilakukan beberapa negara maju, asalkan partai mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas keuangannya dengan baik.

"Justru yang mesti didorong adalah melakukan pembiayaan dari voter seperti yang dilakukan Barrack Obama pada Pemilu 2008 lalu," kata Budiarto.

BACA JUGA: