JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus Pelindo II bergulir bak bola liar. Saling serang antara Dirut Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino dengan Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli kian ramai. Setelah sering terlibat adu argumen, kini Lino kembali menyerang Rizal dengan tuduhan pengelolaan Pelindo yang buruk di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimana Rizal menjadi Menko Perekonomian. Di sisi lain, Pansus Pelindo II mulai bergerak menyelidiki keterlibatan asing dalam pusaran kekuatan Lino.

Seperti diketahui sebelumnya, Lino sempat menyentil Ramli dengan menyatakan Pelindo II sudah jauh berubah ke arah yang baik sejak dipegang olehnya. Hal ini berbeda dengan saat Ramli menjabat sebagai Menko Perekonomian di era Gus Dur.

"Lihat Tanjung Priok hari ini seperti apa, jangan kira pelabuhan Tanjung Priok saat ini seperti saat Pak Rizal Ramli dulu," ujar Lino di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (18/11).

Ia menyatakan, saat ini Tanjung Priok sudah bebas dari calo, berbeda dengan era Ramli menjabat sebagai Menko Ekuin yang terdapat calo di mana-mana. "Sekarang tidak seperti yang dipahami Ramli. Tidak ada calo seperti dulu lagi," katanya.

Lino menuturkan perubahan besar Pelabuhan Tanjung Priok bisa dilihat langsung dengan berkunjung. Pelabuhan tak lagi semerawut, jalan tak lagi berlubang, dan sistem yang serba otomatis.

Standar kebersihan pelabuhan pun diperbaiki sejak 2009 lalu. Bahkan, Lino menantang siapa saja untuk membuktikan apakah Pelabuhan Tanjung Priok masih kotor atau tidak. "Di car terminal (Pelabuhan Tanjung Priok), kalau anda taruh tangan ini di lantai, kalau kotor, saya kasih hadiah. Bersih sekali," kata Lino.

Namun, pernyataan ini dibantah Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi, ia menyatakan, Gus Dur menerapkan standar moral yang tinggi dalam memimpin. Jangankan dirut BUMN, pejabat setingkat menteri pun bisa langsung diberhentikan ketika terkena korupsi.

"Tentu saja setelah tim investigasi kepresidenan menemukan indikasi kuat bahwa menteri tersebut memang korup," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/11).

Kala itu, Gus Dur menerapkan persamaan azas keadilan, dimana tidak ada orang pun yang kebal hukum dan bisa memberhentikan aparat penegak hukum yang sedang melaksanakan tugasnya. Bahkan Gus Dur sendiri, saat menjabat presiden RI, bersedia diperiksa tim penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait isu dana Yanatera yang dalam politik nasional dikenal sebagai Buloggate.

Jadi, menurutnya masalah percaloan di pelabuhan Tanjung Priok sudah pasti dilibas habis. Justru di zaman Gus Dur, Tanjung Priok berhasil ditata ulang dengan menerapkan sistem transparan. "Tugas menertibkan mekanisme kepelabuhan dan kepabeanan dilakukan oleh Rizal Ramli," katanya.

Mantan Juru Bicara Presiden Gus Dur pun mengatakan, saat ini, mungkin Tanjung Priok tak ada percaloan. Tetapi faktanya percaloan tersebut malah masuk dalam sistem. Dimana pelakunya merupakan para pejabat resmi di BUMN tersebut.

Oleh karenanya saat ini banyak persoalan di Pelindo II yang merugikan keuangan negara. Misalnya, perjanjian dengan pihak asing yang dibuat dengan cara melawan hukum. Berbagai proyek yang nilainya disulap menjadi sangat mahal, atau menyewakan lahan pelabuhan kepada pihak lain.

Ia bahkan berharap pengadilan skandal korupsi pembelian crane di Pelindo II, yang masih diproses di Bareskrim Mabes Polri, dan sudah membuat Komjen Budi Waseso terpental dari kedudukannya sebagai Kabareskrim, bisa membungkam kecongkakkan Lino yang menyebut era Gus Dur terdapat banyak calo.

SALAH UKURAN - Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkapkan Lino telah melakukan kebohongan besar ketika menyatakan di bawah kepemimpinannya PT Pelindo II memiliki banyak kemajuan.
 
"Ukuran sebuah pelabuhan bagus atau tidak itu dari sisi pemakai jasa hanya ada dua yaitu biaya dan service, bukan soal calo dan kebersihan saja," katanya.
 
Selama Lino memimpin PT Pelindo II sejak enam tahun lalu, biaya pelabuhan diketahui tidak pernah turun, bahkan selalu naik. Dari sisi service, PT Pelindo II tidak pernah bisa mencapai target yang diberlakukan Hatta Rajasa ketika menjadi Menko Ekonomi. Yakni maksimal dwelling time atau waktu bongkar muat selama 4 hari.

Bahkan impor jalur prioritas yang tidak perlu ada pemeriksaan bea cukai dan dokumen import yang seharusnya bisa dilakukan maksimal 2 hari, dwelling time-nya masih membutuhkan waktu 3,5 hari. "Jadi Lino omong kosong besar, padahal volumenya sudah naik dua kali dan peralatan baru sudah dipasang, tapi biaya pelabuhan malah naik? Seharusnya turun ketika memang produktivitasnya bertambah," katanya.

PUNGLI PELABUHAN - Besarnya pungli yang harus dibayarkan untuk bongkar muat barang di pelabuhan memang sudah terjadi sejak lama. Hal ini dibenarkan seorang pengusaha rempah asal Jakarta Yan Ismahara. Ia pernah bercerita secara khusus kepada gresnews.com harus mengeluarkan kocek lebih dari Rp100 juta untuk mengirim barang ke Thailand.

Saat itu dirinya mengirimkan barang berupa mesin, sayangnya pengecekan di pos bea cukai pelabuhan Tanjung Priok menyatakan surat-surat yang menyertai tak sesuai kualifikasi barang. Suratnya yang sudah di jalur hijau masih dinyatakan berada di jalur merah lantaran tak sesuai mesin.

Saat itu, mesin yang masih baru dianggap barang bekas oleh petugas lapangan. "Padahal, mesin yang dikirimkannya masih baru, hanya saja lantaran proses penyimpanan lama di pelabuhan maka mesin tersebut berkarat," katanya.

Hal senada diungkapkan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak era pemerintahan Soeharto yakni Fuad Bawazier. Ia kini tengah menggeluti dunia perdagangan dan pernah menggunakan jasa Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk satu kapal yang hendak bongkar, ia menyatakan harus menyediakan dana sekitar Rp2 miliar.

"Jika ingin cepat bongkar dan muatnya, ya harus keluarkan dana segitu," kata Fuad, di pressroom DPR, Senayan beberapa waktu lalu.

ASING DI BALIK PELINDO II - Anggota Panitia Khusus Pelindo II Daniel Johan pernah mengatakan bahwa pengusaha asal Hongkong Li Ka Shing, pemilik Hucthison Port Holding yang berteman dengan Rothschild, pengusaha besar berbasis di Eropa, AS, dan Asia merupakan orang di belakang Lino. Perusahaan grup Rothschild dilibatkan menjadi penasehat keuangan independen yang disewa oleh Pelindo II.

Kedekatan Lino dengan Li Ka Shing inilah yang dicurigai menjadi dasar perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) ke Hutchinson Port Holding (HPH). Sebab kontrak lama sebenarnya baru habis pada 2019 mendatang. Namun sudah buru-buru diperpanjang sejak 2014 lalu.

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka menyatakan akan menelusuri keterkaitan pihak asing ini. Sebab diketahui pula terdapat tujuh bank asing yang memberikan pinjaman kepada Pelindo. "Saya tak bisa simpulkan pihak-pihak mana tapi jelas BUMN ini harus diselamatkan," katanya kepada gresnews.com di Gedung DPR RI, Senayan beberapa waktu lalu.

Ia juga mencurigai adanya perpindahan aset yang dilakukan secara diam-diam terhadap pihak asing melalui kontrak yang diperpanjang. Indikasi privatisasi tersebut, juga diyakini mendapat legitimasi dari perpres dan PP. "Nah presiden tahu tidak ini? Bisa-bisa berujung impeachment karena memberikan legal standing dari kesalahan tata kelola," katanya.

BACA JUGA: