JAKARTA,  GRESNEWS.COM – Putusan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi dianggap sejumlah pihak bukan menjadi penemuan hukum. Sebab jika putusan tersebut ditinjau berdasarkan metode terobosan hukum, putusan tersebut sama sekali tidak menggunakan salah satu dari metode tersebut.

Dosen Filsafat Hukum Bina Nusantara University Shidarta menjelaskan metode hukum hakim praperadilan Sarpin tidak bisa dikatakan sebagai suatu terobosan atau penemuan hukum. Sebab secara metode, sebuah penemuan hukum hanya mengenal setidaknya dua cara yaitu melalui interpretasi atau konstruksi. Menurutnya jika dilihat dari perspektif interpretasi maupun konstruksi, putusan Sarpin tidak memenuhi keduanya.

"Ini tidak tahu metode penemuan hukum apa. Karena itu putusan ini tidak lagi disebut menemukan hukum tapi membentuk hukum baru yang sudah keluar dari norma penemuan hukum," ujar Shidarta dalam diskusi Anomali Putusan Praperadilan dan Pemberantasan Korupsi di Bakoel Koffie, Jakarta, Senin (30/3).

Ia mencoba melihat putusan praperadilan dari perspektif penemuan hukum melalui interpretasi. Jika Pasal 77 KUHAP yang menjadi dasar dari sebuah praperadilan coba diinterpretasi maka harus melekat pada konsep yang sudah ada.

Shidarta mencontohkan jika praperadilan dilihat dari sisi penangkapan untuk diinterpretasikan maka penangkapan bisa dilekatkan dengan penetapan tersangka dan sebaliknya. Faktanya tidak semua penangkapan berujung pada penetapan tersangka dan tidak semua penetapan tersangka berujung pada penangkapan. Sehingga makna pasal 77 KUHAP tidak bisa diperluas.

Lalu ia mencoba melihat putusan Sarpin sebagai penemuan hukum dengan metode konstruksi. Dalam metode konstruksi, sebuah penemuan hukum bisa dilakukan karena objeknya berpindah. Misalnya jika penetapan tersangka diartikan sebagai bagian dari upaya paksa maka tidak akan tepat. Sebab jika kembali ke definisi penyidikan, maka upaya paksa menjadi cara dalam mencari bukti seperti penggeladahan. Tujuan dari pencarian bukti adalah penetapan tersangka.

Ia menyimpulkan penetapan tersangka tidak bisa digeser maknanya menjadi upaya paksa. Sehingga menurutnya putusan hakim ketika dilihat dari metode konstruksi juga keliru. Ia pun menegaskan metode dalam putusan praperadilan Sarpin tidak jelas. Sehingga putusan Sarpin sudah keluar dari norma penemuan hukum.

Terkait hal ini, Ahli Hukum Administrasi Negara Riawan Tjandra mengatakan putusan Sarpin atas praperadilan Budi Gunawan memang mengandung sejumlah kelemahan. Pertama kelemahan secara substantif Pasal 77 KUHAP bersifat limitatif dan restriktif atau dibatasi. Tapi Sarpin menyerobot batasan tersebut.

"Jadi menyerobot kewenangan legislasi presiden dan DPR," ujar Riawan pada kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Komjen Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Merespon penetapannya, Budi mempraperadilankan penetapannya ke pengadilan negeri Jakarta Selatan. Hakim Praperadilan pun memutuskan penetapan Budi tidak sah karena saat menjabat Budi dianggap bukan sebagai pejabat Negara. Putusan ini pun dianggap sejumlah pihak telah melampaui objek praperadilan karena memutuskan penetapan tersangka. Padahal seharusnya praperadilan hanya terkait penangkapan dan penahanan.

BACA JUGA: