JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembahasan Lambang dan Bendera Aceh antara Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh kembali menemui jalan buntu. Untuk keempat kalinya kedua belah pihak gagal menyepakati pembahasan evaluasi Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Keduannya  sepakat akan melanjutkan  pembahsan untuk kelima kalinya pada 16 Juni 2014 mendatang.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan pembahasan mengenai penyempurnaan bendera Aceh diharapkan dapat mulai dilakukan satu bulan ke depan, setelah proses administrasi rancangan PP dan rancangan perpres tersebut selesai. “Kalau sudah selesai (pembahasannya), kami akan memproses administrasinya. Ini kurang dari sebulan mudah-mudahan bisa jadi,” kata Djohermansyah seusai pertemuan antara Tim Kemendagri dengan Gubernur dan DPR Aceh, di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (16/5) seperti dikutip situs setkab.go.id.

Djohermansyah mengatakan, Pemprov Aceh sudah menyiapkan alternatif lain soal lambang dan simbol bendera. Diharapkan ada kebijaksanaan para pejabat di Aceh untuk tidak menggunakan simbol bendera yang menyerupai simbol gerakan separatis. "Kami berharap supaya tidak perlu mengingat-ingat yang lama, maka diperlukan langkah bijaksana dari pejabat-pejabat di sana,” ujarnya.

Sementara Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan ada kesepakatan antara Pemprov Aceh dengan Kemendagri untuk melakukan Cooling down lagi selama dua bulan ke depan. Keputusan untuk memperpanjang masa tenang (cooling down) tersebut diambil sembari membahas mengenai rancangan peraturan pemerintah (PP) dan rancangan peraturan presiden (Perpres).


Mneurutnya masih ada 21 pasal yang belum mencapai kesepakatan selama pembahasan dua rancangan PP dan satu rancangan perpres tersebut. Oleh karena itu, pembahasan mengenai penggunaan simbol dan lambang bendera daerah akan dilakukan setelah dicapai kesepakatan tentang rancangan tersebut. "Kalau yang lain itu sudah beres dan sudah dibicarakan ke presiden (Susilo Bambang Yudhoyono), maka baru kita membicarakan soal bendera," ungkap Zaini. .

Penetapan Qonun 3 tentang Bendera dan Lambang Provinsi Aceh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh pada 25 Maret 2013, yang berbentuk bendera bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memicu ketidak setujuan pemerintah pusat.  Pemerintah pusat menganggap qanun ini bertentangan dengan peraturan pemerintah yang melarang penggunaan simbol-simbol separatis. Sehingga pemerintah pusat meminta pemerintah provinsi Aceh mengubahnya.

Namun kesepakatan untuk mengubah qonun yang didukung Partai Aceh itu  hingga saat ini tak kunjung memperoleh titik temu. Partai Aceh yang dibentuk oleh para petinggi GAM ini selalu beralasan bendera itu tidak dapat dikatakan sebagai bendera separatis sejak pemimpin GAM menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Indonesia di Helsinki tahun 2005 dimana tercantum pengakuan terhadap kedaulatan Republik Indonesia di Aceh.

Penasihat senior program Asia untuk Crisis Group, Sidney Jones pernah mengungkapkan dalam laporan International Crisis Group bahwa perdebatan soal bendera dan lambang Aceh itu  lebih dari sekedar soal apakah bendera Aceh merupakan simbol separatis atau bukan. Tetapi merupakan perdebatan tentang kemana Aceh akan menuju dan akan seperti apa hubungannya dengan Jakarta “Ini juga menyangkut apa implikasinya buat wilayah lain, seperti Papua, dimana mengibarkan bendera pro-kemerdekaan sudah menjadi tindakan paling simbolik untuk aktivis pro-kemerdekaan," katanya.

BACA JUGA: