JAKARTA, GRESNEWS.COM- Politik dan kewenangan pemberian gelar kepahlawanan sebaiknya digeser, dari eksekutif ke legislatif. Hal Tersebut disampaikan pimpinan Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M. Massardi kepada Gresnews.com, di Jakarta, Minggu (10/11). Menurut mantan jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid itu, kewenangan pemberian gelar kepahlawanan khususnya Pahlawan Nasional, jangan lagi diberikan kepada eksekutif atau dalam hal ini presiden.

Mandat kewenangan tersebut, mestinya diberikan kepada rakyat melalui wakil-wakil mereka di legislatif. "Jadi, biar tidak seperti sekarang ini. Keluarga, kakak, mertua bahkan istri-istrinya sendiri diberi penghargaan (bintang mahaputra-Red)," tegas Adhie.

Dengan demikian, sambung Adhie, rakyat dilibatkan bahkan menjadi penentu seseorang berhak menyandang gelar pahlawan atau tidak, sekaligus berhak tidaknya seseorang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) atau tidak. "Tentu dengan kriteria atau standar yang jelas dan melibatkan rakyat, diproses melalui sidang DPR dan MPR lalu ditetapkan dengan Tap MPR," jelasnya.

Menurut aktivis yang juga budayawan ini, dengan pola seperti itu, maka rakyat Indonesia benar-benar mendapat figur pahlawan yang ideal dan membanggakan, serta bersih dari cacat atau dosa sosial politik di masa lalu, yang menimbulkan luka sejarah bangsa dan negara Indonesia. "Jadi, figur yang akan dijadikan pahlawan itu harus bersih," ujar Adhie Massardi.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat politik Bonie Hargens kurang sepakat dengan guliran ide tersebut. Menurutnya, mekanisme maupun kewenangan pemberian gelar pahlawan itu sudah benar. Tinggal kriteria dan waktu pemberiannya saja yang harus lebih dipertegas. "Saya rasa sulit ya, karena memang pemberian gelar pahlawan itu kewenangan eksekutif. Di negara manapun, memang seperti itu," tegasnya kepada Gresnews.com.

(Herawatmo/GN-03)

BACA JUGA: