JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Riset dan Advokasi Pusat Studi Nusantara (Pustara) Imam el Ghazali meminta Menteri Luar Negeri Kabinet Kerja Retno Lestari Priansari Marsudi untuk lebih konkret dalam melindungi kepentingan seluruh warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri termasuk kepentingan tenaga kerja Indonesia (TKI).  Menurut Imam, pemerintah sebagai pelaksana penempatan TKI wajib memberikan perlindungan sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia, sebagaimana Pasal 6 UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri.  

"Bahwa  perlindungan TKI di negara tujuan menjadi salah satu domain pekerjaan Kementerian Luar Negeri untuk melindungi setiap WNI di luar negeri," kata Imam dalam siara pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (1/11).

Namun kenyataannya, lanjut Imam, perlindungan TKI selama ini tidak maksimal. Setidaknya hal ini terjadi pada 203 TKI anak buah kapal (ABK) yang pernah terdampar di Trinidad dan Tobago yang sampai saat ini tidak ada kepastian mengenai hak gajinya yang belum terbayar sampai saat ini.
 
Masalah ABK, sudah terjadi sekian tahun mengemuka, ditambah partisipasi aktif dari ABK terhadap kasus tersebut tidak juga menjadikan perhatian yang serius oleh pihak Kemenlu. Upaya diplomasi dan/atau bantuan hukum yang seharusnya dilakukan untuk penuntasan gaji yang tidak bayar belum pernah terwujud. Hal ini mengindikasikan upaya perlindungan terhadap TKI ABK  tidak dilakukan dengan konkret.

"Ini bertolak belakang dengan pernyataan yang pernah dilontarkan salah satu staf Kemenlu saat pemulangan para ABK ke Indonesia bahwa akan membantu dalam pemenuhan gaji," jelasnya.

Imam menegaskan, perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya, di antaranya pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan di negara tujuan, hukum dan kebiasaan internasional, serta pembelaan atas pemenuhan hak‑hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang‑undangan di negara TKI ditempatkan, sebagaimana amanat ketentuan Pasal 77 dan Pasal 80 dalam UU 39/2004.

Imam menilai, diplomasi dan advokasi dalam upaya perlindungan WNI negara di luar negeri selama ini lemah posisi tawarnya. Karena itu, ini menjadi PR penting Menlu baru. Salah satu permasalahan Negara adalah merosotnya wibawa Negara,  yaitu  ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada segenap warga negara, dengan perlindungan terhadap WNI khususnya TKI dalam memperjuangkan hak-haknya saat bekerja di luar negeri.

"Perlindungan TKI di luar negeri secara langsung mendukung program presiden Jokowi yang  berusaha menegakkan negara Indonesia yang berwibawa di mata dunia karena tidak akan membiarkan satu warga negaranya yang menjadi korban pelanggaran hak-haknya dimana pun berada," tukasnya.

Sementara itu Menlu Retno Marsudi sendiri telah menyatakan komitmennya dalam perlindungan WNI di luar negeri. Untuk itu, dia meminta, semua ego sektoral dihilangkan untuk perlindungan WNI.

"Ada kewajiban konstitusi Indonesia untuk melindungi segenap bangsa, dalam konteks itu pelayanan dan perlindungan WNI akan ditingkatkan. Ini adalah komitmen dan prioritas politik luar negeri Indonesia untuk melayani dan melindungi seluruh WNI di luar negeri dengan cara pencegahan, deteksi dini dan perlindungan secara cepat dan tepat," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Rabu (29/10) lalu.

Retno mengatakan, akan meneruskan kebijakan moratorium TKI serta melanjutkan kerjasama bilateral dan regional untuk penempatan TKI. "Kemenlu tidak dapat bekerja sendiri, kami memerlukan kerjasama yang erat dengan semua stakeholders kementerian yang terkait masalah ini. Semua ego sektoral harus ditanggalkan sehingga sinergi kerjasama ditingkatkan," katanya. (dtc)

BACA JUGA: