JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pembahasan Rancangan APBN 2015 dalam rapat Badan Anggaran harus ditunda menunggu hasil pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Terpilih Joko Widodo. Salah satu persoalan utama dalam pembahasan RAPBN terkait pengalihan tagihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) 2014 ke 2015 atau carry over.

Pemerintahan Jokowi-JK ke depan memang akan langsung dihadapkan pada pembengkakan subsidi BBM jika pemerintah tak segera menaikkan harga subsidi. Karena itulah, Fraksi PDIP di DPR mendesak agar kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan oleh pemerintahan SBY agar tak membebani pemerintahan Jokowi-JK.

Politisi PDIP Dolfie O.F Palit mengatakan RAPBN didesain pemerintahan SBY agar pemerintahan baru menaikkan harga BBM subsidi. Ia mengatakan kemungkinannya SBY gagal mengendalikan konsumsi volume BBM bersubsidi sebesar 46 juta kilo liter. Sehingga menurutnya PDIP akan memaksa pemerintahan SBY untuk menaikkan harga jual ketika batas konsumsi sudah hampir terlewati.

Sayangnya, SBY sendiri sudah menegaskan, pemerintah tidak akan menambah kuota BBM bersubsidi dan menaikkan harganya. Sikap SBY ini dituding PDIP merupakan seseuatu yang disengaja agar beban carry over subsidi BBM memang ditanggung pemerintahan Jokowi-JK yang berpotensi mengundang kemarahan rakyat.

Hanya saja, menurut anggota Komisi III DPR dari fraksi PAN Taslim Chaniago, ihwal keengganan SBY menaikkan BBM saat ini sebenarnya merupakan kesalahan PDIP sendiri. "Keinginan itu tak beralasan karena sebelumnya PDIP sendiri menolak keras kenaikan BBM yang direncanakan SBY," katanya di Gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu (27/8).

PDIP, kata Taslim, terkesan ingin cuci tangan dan tidak ingin disalahkan jika nantinya Jokowi-JK terpaksa menaikkan harga BBM bersubsidi. Ia menilai kalau sebelumnya BBM dinaikkan, PDIP tidak perlu memperdebatkannya kembali saat ini.

"Makanya sekarang bisa saja pemerintah menaikkan BBM tapi harus ada kompensasinya untuk masyarakat miskin. Seperti bantuan tunai atau lainnya. Jangan sampai BBM naik masyarakat miskin makin sulit, pemerintah mendatang pasti juga akan kesulitan," katanya. 

Memang dengan adanya carry over, pemerintahan mendatang akan dibebani pembayaran tagihan BBM tersebut. Itu berarti ada kemungkinan pemerintahan Jokowi terpaksa akan menaikkan harga BBM demi menutupi biaya carry over tersebut.

Namun Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Ahmadi Noor Supit mengatakan, RAPBN 2015 yang disampaikan Presiden SBY bersifat sangat terbuka untuk pemerintahan baru. Dia mengatakan, pemerintahan yang baru sangat mungkin mengisinya dengan program-programnya. Soal ada beban pengalihan subsidi BBM< kata dia, Jokowi-JK tak perlu khawatir.

"Sifatnya baseline, sama persis dengan 2014. Cuma tambahannya ada carry over disana sehingga APBN seolah ada kenaikan padahal tidak ada. Jadi ada beban carry over tentu kesepakatan bersama. Carry over akan berkurang karena setiap hari beban subsidi meningkat," katanya di ruang badan anggaran DPR RI, Jakarta, Rabu (27/8).

Terkait dengan aspirasi fraksi soal RAPBN 2015, ia menambahkan hingga kini pihak Banggar belum mendengarnya. Ahmadi mengatakan pada saatnya semua fraksi akan bicara sesuai visi misi mereka. "Setiap fraksi pasti memiliki program yang akan diperjuangkan dalam APBN dalam rangka menjalankan amanah rakyatnya. Karena ini belum dibahas," ujarnya.

Senada dengan Ahmadi, Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menyatakan pada prinsipnya RAPBN 2015 sifatnya hanya baseline yang harus diisi. Cara mengisinya ada dalam pembahasan di Badan Anggaran. Ia menambahkan hari ini ada pertemuan antara presiden dan presiden terpilih secara empat mata.

Chatib mengaku belum mengetahui pembicaraan keduanya. Namun dia yakin kalaupun ada pembahasan yang menyangkut RAPBN akan diakomodir oleh SBY. "Jadi semuanya bisa diubah," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/8).

BACA JUGA: