JAKARTA, GRESNEWS.COM - Provokasi dan ancaman perang terbuka yang dilancarkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) harus dihadapi TNI dengan kepala dingin. Sebab, jika perang terbuka benar dilakukan maka hal tersebut memiliki risiko yang besar baik kepada Indonesia maupun Papua.

TNI dan Polri diharapkan tak terpancing ancaman OPM yang melancarkan provokasi perang terbuka. Apalagi jelas dinyatakan provokasi gerakan-gerakan kriminal bersenjata maupun gerakan separatis telah siap dilancarkan guna mendukung kemerdekaan Papua.

"TNI tetap harus low-profile serta mengedepankan smart-power dengan optimalkan opsi intelijen bekerjasama dengan institusi lain," ujar Ketua Komisi I Mahfudz Sidiq di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (25/5).

Papua sebagai kawasan berdinamika sangat rentan dalam konflik politik dan militer sehingga setiap gerakan balasan harus diperhatikan serius. Gerakan separatis seperti OPM pada dasarnya memang menginginkan reaksi hard-power.

Ketika reaksi hard power yang dijalankan maka OPM akan mengambil keuntungan banyak. Apalagi, masalah di Papua tidak akan pernah bisa dipisahkan dari kepentingan luar negeri. "Jadi saya minta TNI juga Pemerintah tidak terpancing atas propaganda mereka itu," tegasnya.

Namun hal berbeda disampaikan anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, ia mengaku prihatin atas sikap diam Panglima TNI dan Kepala Densus 88. Padahal menurut berita yang ada, OPM telah menebarkan ancaman perang terbuka terhadap TNI, Polri dan masyarakat non-Papua.

Ancaman dari OPM tersebut, perlu ditanggapi serius lantaran telah dinyatakan dalam bentuk teror yang nyata dan terbuka telah kepada publik. "Banyak masyarakat yang mempertanyakan kepada kita selaku mitra kerja, kenapa Densus 88 hanya diam saja dengan teror yang seperti itu?" katanya.

Beberapa kelompok pun akhirnya membandingkan dengan penembakan yang dilakukan Densus 88 terhadap Nurdin pada September tahun 2014. Nurdin ditembak saat Salat Ashar karena diduga sebagai teroris. Namun, OPM yang sudah melancarkan ancaman teror secara terbuka hanya didiamkan saja.

"Sebagian orang jadi menyimpulkan aparat memiliki standar ganda dalam mengkategorisasikan teroris," katanya.

Seperti diketahui, OPM pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo menantang perang secara terbuka terhadap TNI dan Polri serta masyarakat non-Papua. Kelompok teroris yang bermarkas di Lany Jaya, Papua ini menegaskan perjuangan Papua Merdeka tetap menjadi harga mati, mereka pun menolak segala bentuk dialog yang ditawarkan.

"Mulai sekarang kami nyatakan perang revolusi total dari Sorong hingga Merauke, yakni perang secara terbuka terhadap semua orang Indonesia yang ada di tanah Papua," kata Enden Wanimbo, Jumat (22/5).

Ia juga menampik pernyataan Jokowi yang mengklarifikasi bahwa Papua sudah aman. Guna mendukung aksi perang terbuka, kelompok Enden kini sudah mengumpulkan berbagai senjata dan amunisi. "Persenjataan sudah kami persiapkan untuk melancarkan perang terbuka," katanya.

Hal senada dikatakan Puron Wenda, komando OPM, kata dia, telah siap perang. "Kami tak mau dialog yang diatur-atur Indonesia yang suka tipu-tipu," ujarnya.

Dalam perang terbuka atau yang dinamakan revolusi total dari Sabang sampai Merauke, kelompok OPM Puron Wenda dan Enden Wanimbo berupaya mengusir segala hal yang berafiliasi dengan Indonesia dari tanah Papua. "Pengusaha, buruh bangunan, pegawai negeri orang Indonesia akan diusir, bukan hanya tentara atau polisi," katanya.

Puron mengklaim semua gerakan mereka adalah gerakan politik untuk kemerdekaan Papua. Dia menolak tegas disebut sebagai kelompok kriminal, kelompok pengacau, kelompok kecil, atau istilah lain yang serupa. Mereka meenyebut dirinya pejuang kemerdekaan Papua.

Enden Wanimbo juga mengajak wartawan asing untuk masuk ke Papua guna menyaksikan secara langsung aksi yang akan mereka lancarkan. "Wartawan internasional dan nasional harus diberi kebebasan untuk melakukan peliputan di Papua," katanya.

BACA JUGA: