JAKARTA, GRESNEWS.COM - Foto pertemuan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Sumatera Utara, dan Gubernur Papua Lukas Enembe yang beredar di media sosial, memunculkan isu panas. Isu itu terkait adanya dugaan tekanan dari pihak BIN dan Kepolisian terhadap Lukas Enembe, dalam pertemuan yang disebut berlangsung tanggal 4 September itu.

Dikabarkan, dalam pertemuan tertutup yang disebut bertempat di kediaman Kepala BIN Budi Gunawan, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu, membahas soal kasus dugaan korupsi pada pengelolaan APBD Papua 2014-2016 dan juga Pilgub Papua 2018. Dihembuskan juga isu bahwa Budi Gunawan meminta Lukas menandatangani sebuah kertas berisi 16 poin komitmen. Mulai dari kesetiaan pada NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan sampai pada komitmen "mengamankan" Joko Widodo dan PDI Perjuangan di Pemilu Serentak tahun 2019.

Isu itu muncul setelah ada reaksi keras dari Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai yang mempertanyakan kepentingan pertemuan tersebut. Natalius Pigai mempertanyakan kenapa harus Kepala BIN yang memanggil Kapolda Sumut, bukan Kapolri.

"Pertemuan antara Lukas Enembe dan Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia tanggal 4 September 2017 dengan menghadirkan Paulus Waterpauw cukup mengagetkan kita semua, kanapa Kepala BIN hadirkan Kapolda Sumatera Utara, kenapa bukan Kapolri di Mabes Polri kalau hanya soal kasus yang dihadapi oleh Pak Lukas Enembe?" kata Pigai dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/9).

Pigai mengaku telah bertemu dan berbicara langsung dengan Lukas Enembe, Ketua DPR Papua, Ketua MRP Papua dan Ketua Relawan Lukas Enembe. Kata Pigai, Komnas HAM melihat Lukas berada di bawah tekanan. "Komnas HAM sebagai lembaga penjaga kemanusiaan harus selamatkan seorang putra terbaik bangsa Papua ini," ujarnya.

Karena itu, Pigai menuturkan, Komnas HAM punya beberapa catatan untuk BIN. BIN adalah roh dan jantung NKRI yang mesti bekerja sesuai kewenangan yaitu menjaga kebhinekaan dan keutuhan NKRI.

Pigai juga mengingatkan persoalan hukum adalah ranah Polri. "Kami menghormati tugas kepolisian yang bekerja secara profesional dengan mempertimbangkan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus menjadi integritas sosial," tuturnya.

Menurut Pigai, menghadirkan Paulus Waterpauw tidak ada hubungannya dengan gangguan disintegrasi politik di Papua. Justru para politisi, pengamat, rakyat Indonesia dan Papua disebut Pigai marah dan mengkritisi BIN berpolitik praktis.

"Apalagi isu BIN memaksa Lukas Enembe berpasangan dengan Paulus Waterpauw. Kepentingan BIN terkait politik ini apa? dan BIN kerja untuk Partai Politik apa? Bahkan BIN kerja untuk kepentingan calon Presiden Siapa? Apakah tindakan itu adalah tugas badan Inteligen negara? Kalau itu yang terjadi maka BIN lebih cenderung menjadi alat kekuasaan bukan alat negara. Kita harus selamatkan Badan Intelijen Negara ini," ujarnya.

Kata Pigai, Lukas Enembe diduga dipaksa menandatangani surat komitmen untuk menangkan Presiden Jokowi dan PDIP 2019. Tindakan itu bertentangan dengan kewenangan dan penyalahgunaan kewenanga. "Komnas HAM juga sedang monitor keselamatan jiwa Lukas Enembe karena Komnas HAM menerima isu tidak elok," katanya.

KOORDINASI KEAMANAN PAPUA - Pihak Mabes Polri sendiri membenarkan adanya pertemuan antara Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw, dan Gubernur Papua Lukas Enembe. Namun, menurut Polri, tidak ada pembahasan deal politik ataupun kasus dugaan korupsi pada pengelolaan APBD Papua 2014-2016 seperti yang diisukan di media sosial.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan pertemuan itu digelar untuk berkoordinasi terkait keamanan Pilkada Papua 2018. Polri dan BIN memandang perlu dilakukan konsolidasi, terutama menyangkut aspek keamanan.

Sebab, lanjut Rikwanto, beberapa kali catatan konflik horizontal yang terjadi di Papua karena dampak Pilkada 2017, seperti di Lany Jaya, Intan Jaya, dan Puncak Jaya.
"Pertemuan antara Kapolri, Kepala BIN, Gubernur Papua Lukas Enembe, dan Irjen Paulus Waterpauw, selaku putra daerah Papua adalah untuk mencari solusi terkait pencegahan, penanganan, dan antisipasi konflik horizontal," kata Rikwanto dalam keterangannya, Jumat (15/9).

Rikwanto mengatakan pendekatan yang dilakukan Gubernur Papua dan Paulus Waterpauw dianggap sangat tepat. Dengan pendekatan kultural yang mengedepankan putra daerah, diharapkan masyarakat Papua dapat menyambut dan melaksanakan Pilkada Serentak 2018 dengan baik tanpa terjadi konflik apa pun. "Kapolri dan Kepala BIN tentu saja mempunyai kepentingan terkait situasi keamanan Papua," ujarnya.

Sebagai salah satu provinsi dengan kondisi geografis dan budaya yang khas, Rikwanto menuturkan antisipasi dan pencegahan konflik Papua perlu dilakukan sejak jauh hari. Polri dan aparat intelijen yang mempunyai kemampuan melakukan deteksi dini dan pencegahan dini atas ancaman wajib menjaga Papua tetap aman.

"Koordinasi keamanan Lukas Enembe, Paulus Waterpauw, Kapolri, dan Kepala BIN tersebut sekaligus membantah kabar di media sosial yang menyebutkan bahwa terjadi deal politik terkait Pilkada Papua," tuturnya.

Kata Rikwanto, Kapolri, Kepala BIN, Lukas Enembe, dan Paulus Waterpauw sebagai pejabat negara tidak mempunyai kepentingan atas pilihan politik. Namun, sebagai aparat negara yang bertanggung jawab atas keamanan, tentu saja wajar jika mereka melakukan koordinasi demi terjaminnya keamanan Pilkada 2018 di Papua.

BANTAHAN LUKAS - Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe membantah pertemuan dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw dilakukan untuk memasangkan Lukas-Paulus dalam Pilgub Papua 2018. Dia menegaskan, pertemuan tersebut semata-mata laporan dari Lukas agar persatuan dan kesatuan bisa terjadi di Papua. "Bukan itu (dipasangkan dengan Paulus)," ujar Lukas saat dihubungi, Jumat (15/9).

Menurut Lukas, pertemuan itu memang terjadi. Tepatnya di rumah Kepala BIN di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/9) lalu. "Tapi banyak hal yang dilaporkan dan minta petunjuk dari Kepala BIN," ujarnya.

Lukas mengatakan pertemuan itu membahas banyak hal. Salah satunya mengenai kejadian pascapilkada serentak 2017. Lukas meminta kepada Kepala BIN agar disampaikan kepada Mendagri Tjahjo Kumolo untuk segera dilakukan pelantikan.

"Bahkan ada lima wilayah yang PSU (pemilihan suara ulang). Sesuai putusan MK (Mahkamah Agung) harus segera dilantik. Saya meminta arahan agar tidak terjadi bentrok nanti," ucapnya.

Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas pelaksanaan otonomi khusus di Papua. Menurut Lukas, pelaksanaan otonomi khusus di Papua tinggal 6 tahun lagi. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah pusat menyiapkan grand design. "Nah setelah otonomi khusus itu nanti seperti apa. Saya diskusi itu," lanjut dia.

Hampir di setiap pilkada selalu terjadi permasalahan. Akibatnya, banyak pembangunan yang dilakukan, tapi kemudian hancur karena dibakar. "Tentu rakyat juga yang kasihan," ucap dia.

Terakhir, Lukas juga menyampaikan perkembangan pelaksanaan PON di Papua. Papua akan menjadi tuan rumah PON pada 2020. "Kami meminta dukungan dari BIN dan Polri untuk mengamankan itu," katanya. (dtc)

BACA JUGA: