JAKARTA, GRESNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai kuasa hukum Setya Novanto telah melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Ada dua tindakan kuasa hukum Novanto yang dinilai sebagai perintangan proses hukum atau obstrction of justice.

Pertama adalah menganggap penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka menyalahi putusan praperadilan. Padahal, menurut ICW, pemahaman seperti itu justru keliru karena bertentangan dengan hukum. Aturan MA menyatakan penegak hukum bisa mentersangkakan lagi seseorang yang lolos di praperadilan.

Sementara dalam poin laporan kedua, kuasa hukum Novanto juga dianggap merintangi dengan menyatakan pemeriksaan kliennya harus mendapatkan izin lebih dulu dari Presiden. Karena itu, pihak Koalisi pun melaporkan tim kuasa hukum Setya Novanto ke KPK.

"Kita melaporkan dugaan obstruction of justice (perintangan proses hukum) yang dilakukan tim kuasa hukum Setya Novanto. Dan 2 yang sudah kita laporkan ke Pengaduan Masyarakat KPK. Pertama, pelaporan 2 pimpinan dan 2 penyidik KPK yang dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh kuasa hukum Setya Novanto," ucap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, kepada wartawan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).

Dia  mengatakan, langkah Novanto mengulur waktu pemeriksaan dengan alasa tak ada izin presiden tak beralasan. Walau ada landasan hukum Pasal 245 Ayat (1) UU MD3, menurut Kurnia, pada kasus Novanto otomatis gugur oleh Ayat (3). Sebab korupsi tergolong tindak pidana khusus.

"Karena berdasarkan UU MD3 pemeriksaan sebagai saksi atau pun sebagai tersangka tidak harus izin Presiden karena ada poin di ayat (3) yang mengatakan kalau ayat (1) mengatakan harus izin Presiden, tidak berlaku kalau seseorang anggota DPR itu terkena tindak pidana khusus atau diancam hukuman seumur hidup," tutur Kurnia.

Saat melaporkan, koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang terdiri dari ICW, Kontras, YLBHI, LBH Pers, Gerakan Anti-Korupsi (GAK), dan berbagai organisasi lainnya ini juga membawa tumpukan kertas yang berisi bukti ucapan kuasa hukum Novanto. Ada pula bukti pelaporan terhadap Pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, serta penyidik yang menangani kasus e-KTP Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam hal penetapan Pasal 21 UU Tipikor ini menurut Kurnia, KPK sudah menerapkan pada Anggota Komisi V DPR Markus Nari yang terseret dalam pusaran kasus sama. "Sebenarnya pasal ini tidak mengharuskan akibat. Jadi ketika ada perbuatan yang berpotensi menghalang-halangi, atau menghambat, atau merintangi, bisa dikenakan Pasal 21," kata Kurnia lagi.

Sebelumnya KPK juga sudah pernah menerima laporan serupa dari Perhimpunan Advokat Pembela KPK (PAP-KPK) yang melaporkan Setya Novanto dan pengacaranya, Fredrich Yunadi menghalangi penyidikan kasus e-KTP. Sekarang, bagi Kurnia, tinggal menunggu ketegasan KPK menindaklanjuti laporan tersebut.

"Ya, kita juga meminta KPK menyelidiki lebih lanjut laporan yang sudah kita sampaikan agar penggunaan Pasal 21 UU Tipikor bisa untuk menjerat demi mempercepat proses penanganan e-KTP," tukasnya.

Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, berkata setiap laporan tentu akan ditindaklanjuti. Namun tanpa mengabaikan aspek hukum di dalamnya. "Laporan masyarakat tentu kita terima dan ditindaklanjuti dengan penelahaan dan pendalaman lebih lanjut terhadap fakta-fakta, peristiwa atau aspek hukumnya," kata Febri saat dihubungi lewat pesan singkat.

KPK menerima berbagai aduan masyarakat terkait dengan pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait Setya Novanto. KPK pun mulai menelusuri hal itu. "Kami menerima pengaduan dari masyarakat terkait pihak-pihak yang diduga melakukan Pasal 21 (UU Pemberantasan Tipikor). Kita akan dalami fakta-fakta yang ada, kita akan analisis informasi-informasi yang diberikan tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).

Febri kembali mengingatkan terkait dengan adanya ancaman pidana terkait obstruction of justice yaitu antara 3 sampai 12 tahun. Dia pun menegaskan bila ada risiko pidana bagi mereka yang terindikasi sempat menyembunyikan Novanto.

"Saya kira secara normatif kalau ada pihak-pihak yang menyembunyikan maka ada risiko hukum pidana. Kami sudah ingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak berupaya melindungi tersangka. Ancaman hukumannya cukup berat antara 3 sampai 12 tahun," ucap Febri. (dtc/mag)

BACA JUGA: