JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengunaan merkuri di pertambangan Poboya, Palu, Sulawesi Tengah dikecam oleh Anggota Komisi VII. Penggunaan merkuri di pertambangan itu selain merusak lingkungan juga berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Untuk itu Komisi VII mendesak pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar selalu memantau aktivitas pertambang di Poboya. Saat ini Poboya menjadi pusat pertambangan rakyat yang belum memiliki izin dan banyak menggunakan merkuri.

Anggota Komisi VII DPR RI Mochtar Tompo mengatakan sangat mengecam pengunaan merkuri di pertambangan Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.

"Tadi diungkapkan oleh perwakilan ESDM katanya mereka tidak mengurusi atau bertanggung jawab atas pertambangan rakyat yang ilegal. Padahal pada faktanya justru perusahaan yang tidak berizin itu yang dominan dalam melahirkan kerusakan lingkungan," tandas Mochtar.

Brdasarkan hasil uji terhadap sumur -sumur di wilayah tersebut, setelah diuji terdapat 7 dari 10 sumur baku mutu sudah tercemari merkuri sebanyak 0,005. Jadi kerusakan sudah 5 kali lipat dari standar baku mutu normal.

"Komisi VII ingin terus mendalami masalah merkuri yang ada di Sulawesi Tengah, sebagai bukti keseriusannya nanti kami akan membentuk Tim Khusus. Ketika nanti muncul masalah kita akan panggil ke Komisi VII, " jelasnya sepertri dikutip dpr.go.id.

Sebelumnya juga diberitakan penggunaan merkuri ini telah memakan banyak korban dan menjadi isu dunia seperti yang terjadi di Kota Minamata, karena keterbatasan informasi banyak warga Minamata yang memakan ikan sungai, padahal ikan yang berada di sungai tersebut mengandung limbah merkuri. Sehingga banyak warga di Minamata dengan kondisi cacat fisik karena konsumsi ikan yang mengandung merkuri.

"Jadi jangan sampai hal serupa terjadi di Indonesia dan ini harus dilakukan pengawasan yang ketat terkait pertambangan ilegal yang masih menggunakan merkuri," ujarnya.Sebab jika tidak dilakukan penanggulangan, Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar pada sektor sumber daya manusia, lingkungan hidup dan ekonomi," pakpar Mochtar Tompo. (rm)

BACA JUGA: