Oleh: A´an Efendi*)

Beberapa hari lalu hujan deras mengguyur wilayah tempat tinggal saya, Kota Surabaya, pertanda segara datang musim hujan untuk menggusur musim kemarau yang telah cukup lama bercokol di negeri ini. Datangnya musim hujan tentu saja akan disambut gegap gempita oleh petani dan terutama mereka para petani sawah tadah hujan yang sangat bergantung pada datangnya hujan.

Bagi petani-petani itu hujan menjadi satu-satunya sumber untuk menumbuhkan tanaman padi dan itu berarti terbentang lebar kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang melimpah dari hasil panen kelak. Tidak saja petani, saya dan semua orang pun patut menyambut suka cita datangnya musim hujan sebagai nikmat Tuhan kepada makhluknya yang teramat luar biasa.

Harus diingat betapa mahalnya biaya untuk membuat hujan buatan dan itu pun masih dibayangi dengan risiko kegagalan. Bahkan bagi saudara-saudara kita yang kini tempat tinggalnya dikepung kabut asap, hujan akan lebih berharga dari emas sekalipun karena konon hanya hujan yang mampu mematikan sumber asap itu.

Bagi saya sendiri datangnya musim hujan paling tidak akan segera "menendang jauh-jauh" suasana sumuk (panas) di rumah saya selama musim kemarau. Akan tetapi datangnya musim hujan tidak selalu menjadi pertanda baik bagi setiap orang.

Sebaliknya, musim hujan bisa berarti musim repot, musim menyusahkan, musim siap-siap kehilangan harta benda bahkan musim bertaruh nyawa. Ya, datangnya musim hujan berarti sekaligus datangnya "musim banjir" dengan segala konsekuensi buruknya yang semua orang sudah mafhum.

Banjir yang sudah jelas-jelas adalah tragedi telah menjadi tradisi yang terus berulang tiap tahun. Musim kemarau kekeringan ganti musim hujan kebanjiran. Aneh tapi itulah kenyataannya.

Banjir menerjang tentu saja bukan karena hujan lebat di musim hujan. Banjir bandang adalah produk dari kesalahan manusia dalam memperlakukan lingkungannya, seperti ungkapan lama siapa menabur angin dia yang menuai badai.

Lihat saja bagaimana kita telah terang-terangan merampas tempat bersemayamnya air hujan. Pohon-pohon yang harusnya menahan dan menyimpan air hujan dalam tanah telah bertumbangan oleh tangan manusia. Sungai yang seharusnya menjadi penghantar air hujan menuju laut telah diubah fungsinya oleh manusia menjadi tempat pembuangan sampah gratisan.

Bahkan banyak sungai yang sebenarnya tidak layak lagi disebut sebagai sungai karena telah bermuatan sampah daripada air. Bangunan-bangunan yang berdiri di wilayah tempat meresapnya air hujan juga layak dipandang sebagai biang kerok lestarinya tradisi musim banjir.

Oleh sebab itu mengapa kita perlu yang namanya tata ruang agar orang tahu di mana ia dapat mendirikan bangunan atau tidak meskipun itu sering bertekuk lutut di hadapan tata uang.

 

PENGELOLAAN LINGKUNGAN - Pengelolaan lingkungan yang benar akan menjadikan hujan benar-benar sebagai nikmat bukan laknat. Pengelolaan lingkungan yang baik juga akan meneguhkan hujan sebagai berkah bukan musibah serta mencegah air bah untuk singgah.

Pengelolaan lingkungan meliputi mata rantai pengaturan yang dimulai dari peraturan perundang-undangan lingkungan, perencanaan, perizinan, pelaksanaan, dan penegakan hukum sebagai pungkasan yang saling terkait dan tidak terputus. Peraturan perundang-undangan lingkungan adalah undang-undang dan regulasi-regulasi yang terkait dengan lingkungan.

Peraturan perundang-undangan lingkungan memiliki fungsi: mencerminkan kebijakan dan rencana tertentu yang oleh pembuat undang-undang dipertimbangkan sebagai hal yang paling tepat dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan lingkungan yang diinginkan.

Peraturan perundangan juga memiliki fungsi pembentukan mekanisme kelembagaan untuk melaksanakan prinsip-prinsip dan rencana pengelolaan lingkungan yang telah ditetapkan. Kemudian memberikan kewenangan kepada lembaga dan mitra terkait agar berfungsi secara efisien dalam kerangka kebijakan-kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan mengatur keuangan dan sumber daya manusia (Kurukulasuriya & Robinson, t.t).

Tahapan selanjutnya dalam pengelolaan lingkungan adalah perencanaan pengelolaan lingkungan. Perencanaan terdiri atas langkah-langkah: a. menetapkan tujuan pengelolaan lingkungan yang ingin dicapai, menetapkan strategi untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan yang telah ditetapkan; b. menetapkan sarana (kelembagaan, staf, keuangan dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan lingkungan itu; c. pengawasan untuk memastikan bahwa tindakan pengelolaan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan.

Perizinan berarti menetapkan secara terperinci persyaratan-persyaratan untuk aktivitas-aktivitas yang berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Tahap perizinan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan yaitu kewajiban pemegang izin untuk menjalankan aktivitasnya dengan mematuhi syarat-syarat yang ada dalam izinnya serta tindakan dari badan-badan yang berwenang untuk menjamin bahwa pemegang izin mematuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam izin.

Tahapan akhir dalam mata rantai pengelolaan lingkungan adalah penegakan hukum. Penegakan hukum dilakukan oleh badan-badan yang berwenang untuk menjamin dipenuhinya persyaratan-persyaratan dalam izin.

 

TINDAKAN HUKUM - Penegakan hukum meliputi tindakan preventif dan reaktif. Tindakan preventif adalah pengawasan rutin terhadap pemegang izin yang tujuannya mencegah tindakan pelanggaran.

Bila tindakan pelanggaran itu benar-benar terjadi berakibat dilakukannya tindakan reaktif yaitu mengeluarkan peringatan atau pemberitahuan untuk menaati syarat izin yang berlaku dan menjatuhkan sanksi administrasi, pidana atau perdata. Jadi, jangan salah sangka bahwa penegak hukum itu hanya polisi, jaksa, hakim dan advokat tetapi juga pejabat penerbit izin.

Bahkan penegak hukum utama dalam pengelolaan lingkungan yang sebenarnya adalah pejabat penerbit izin itu. Dia dengan pengawasan yang efektif mampu mencegah pelanggaran sekaligus menghentikan pelanggaran dengan kewenangannya untuk memberikan sanksi administrasi.

Bagaimana kalau ada usaha atau kegiatan wajib izin tetapi beraktivitas tanpa izin? Jelas itu tindak pidana lingkungan dan kepolisian langsung dapat menanganinya.

Dari aspek peraturan perundang-undangan lingkungan sudah sangat komplet mulai dari derajat konstitusi hingga UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian juga ada undang-undang lingkungan sektoral lainnya dan peraturan lainnya mulai dari tingkat peraturan pemerintah, peraturan menteri sampai dengan peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Perencanaan pengelolaan lingkungan yang terdiri atas inventarisasi lingkungan, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan berdasarkan UU No.32/2009 belum mencerminkan wujud perencanaan pengelolaan lingkungan.

Perizinan sangat lemah karena membutuhkan beragam jenis izin yang sangat memberatkan pelaku usaha atau kegiatan dari aspek biaya dan waktu serta sangat menyulitkan proses penegakan hukumnya. Pada tahap pelaksanaan sangat rendah karena ketaatan hukum masyarakat kita yang masih pada tingkatan compliance yaitu kepatuhan hukum yang dilandasi rasa takut akan terkena sanksi.

Pada tingkatan compliance orang memandang hukum sebagai petugas hukum dan hukum dipatuhi karena ada petugas hukum yang melakukan pengawasan. Kelemahan compliance adalah membutuhkan pengawasan terus menerus oleh petugas hukum yang tentu saja itu mustahil dilakukan.

Penegakan hukum adalah pamungkas dari mata rantai pengelolaan lingkungan dalam rangka menjamin tiap tahap yang telah ditetapkan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Pengelolaan lingkungan yang baik akan menjaga lingkungan sesuai fungsinya sekaligus kita mendapatkan manfaat ekonomisnya.

Datangnya musim hujan pun tak lagi perlu dirisaukan. Tapi kapan? Nampaknya kita harus selalu sabar menunggu.

*) Penulis adalah alumnus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga

BACA JUGA: