JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (WamenkumHAM) Deny Indrayana mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Deny mengaku kehadirannya kali ini untuk menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pasca ia menjabat sebagai WamenkumHAM.

Disaat menyampaikan keterangan, Deny juga mengakui juga menjabat Komisaris PT Pertamina EP sejak 4 Maret 2014. Saat ini, anak perusahaan Pertamina itu tersangkut perkara korupsi jual beli gas yang melibatkan Ketua DPRD Jawa Timur Fuad Amin. Namun ia mengatakan bahwa PT Pertamina EP tidak berkaitan dengan kasus tersebut. "Yang saya tahu itu lebih terkait pada Pertamina yang lain. Anak usaha Pertamina yang lain, bukan EP," kilah Deny, Jumat (19/12).

Deny pun kembali bersikeras membela saat ditanya wartawan mengenai kaitan perusahaan plat merah tersebut dengan PT Media Karya Sentosa (MKS). Menurut Deny, PT Pertamina EP sama sekali tidak berkaitan dengan masalah tersebut. Ia bahkan menuding anak perusahaan pertamina lain yang mungkin ikut terlibat.

Walaupun pada Kamis (18/12) para petinggi PT Pertamina EP pernah diperiksa, menurut Deny hal itu belum tentu menjadi dasar bahwa perusahaan itu ikut terlibat. Mantan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini berkilah, pemeriksaan itu bisa saja terjadi meskipun tidak ada kaitan langsung dengan PT Pertamina EP.

Mengenai apakah ada kontrak kerja dengan PT MKS, Deny mengaku belum mengetahuinya. "Saya perlu cek. Tapi seingat saya itu bukan kaitannya dengan Pertamina EP," tandasnya.

Dia juga enggan berkomentar banyak jika memang ada proses dalam jual-beli gas antara perusahaan yang dipimpinnya dengan PT MKS. Menurut Deny yang lebih memahami hal itu adalah direksi Pertamina EP, karena hal itu masuk kedalam fungsi operasional.

Wakil Ketua KPK Andan Pandu Praja saat dimintai keterangan pun tidak ingin berkomentar mengenai keterlibatan Deny sebagai Komisaris di PT Pertamina EP. "Pak Deny kesini tentang LHKPN, bukan soal kasus," singkatnya.

Pernyataan Deny bahwa PT Pertamina EP tidak terkait dengan kasus ini memang patut dipertanyakan. Sebab, pada Kamis (18/12) kemari, penyidik KPK memeriksa mantan Presiden Direktur PT Pertamina EP, Tri Siwindono dan juga mantan direktur PT Pertamina EP, Haposan Napitupulu dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus korupsi penjualan gas yang menjerat Fuad Amin.

Baik Tri maupun Haposan pun memilih bungkam mengenai pemeriksaannya. Tri yang keluar dari gedung KPK sekitar pukul 19.20 WIB menghindari para awak media dengan langsung memilih menuju mobilnya Honda CVR warna hitam bernopol B 1856 BJF yang telah menunggu halaman gedung KPK.

Sejumlah pertanyaan awak media dihiraukan Tri, termasuk saat disinggung soal Perjanjian Jual Beli Gas Alam (PJBG) Untuk Pembangkit Listrik di Gresik DAN Gili Timur Bangkalan Madura Jawa Timur yang diduga kuat terjadi persekongkolan. "Saya pusing," kata Tri sebelum meninggalkan gedung KPK.

Lelaki yang tampil dengan baju batik bermotif emas itu sesekali tampak menutupi wajahnya dari sorotan kamera foto dan video. Dia pun tetap tak meladeni pertanyaan awak media terkait hal tersebut. Pun termasuk soal dugaan aliran uang yang mengalir ke pihak PT Pertamina EP terkait kontrak tersebut. "Tanya keatas saja," cetus Tri.

Seolah sudah menjalin kata sepakat, hal serupa juga dilakoni mantan direktur PT Pertamina EP, Haposan Napitupulu. Lelaki yang keluar dari gedung KPK bersama dengan Tri memilih bungkam saat disinggung kontrak jual beli gas itu. Haposan juga sesekali menutupi wajahnya dari sorotan kamera foto dan video dengan tangannya. Ia baru mau buka mulut setelah dicecar soal materi pemeriksannya hari ini.

"Engga, belum. Belum sampai kesana, masih tahap awal," singkat Haposan sebelum memasuki mobil yang juga ditumpangi Tri itu.

Pemanggilan terhadap keduanya ini merupakan penjadwalan ulang. Sebab, penyidik KPK sebelumnya telah memanggil pemeriksaan terhadap Tri pada hari Selasa kemarin. Akan tetapi, lantaran surat panggilan tidak sampai kepada Tri, penyidik kemudian menjadwalkan ulang.

Selain melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS), Antonio Bambang Djatmiko (ABD), keduanya disinyalir ditelisik ihwal kontrak tersebut. Terlebih saat kontrak itu terjadi, keduanya sebagai petinggi PT Pertamina EP.

Ketua KPK Abraham Samad sebelumnya memastikan bahwa pihaknya akan mendalami dugaan kontrak haram antara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PD Sumber Daya, PT Media Karya Sentosa (MKS) atau Media Energi, dengan anak perusahaan Pertamina, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, dan Pertamina EP. Pendalaman tersebut seiring proses penyidikan kasus suap jual beli gas di Bangkalan yang telah menyeret salah satunya ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron sebagai tersangka.

"Iya lah itu didalami," tegas Abraham Samad di kantornya, Jakarta, Senin (15/12).

Abraham berjanji bahwa pihaknya dapat menyelesaikan perkara tepat waktu dan mengajukan para tersangka ke meja hijau, meski penyidik KPK harus berkejaran dengan waktu bila tak mau tersangka mereka tetapkan bebas demi hukum lantaran masa penahanannya berakhir. "Jadi begini dalam pemeriksaan itu nanti akan berkembang. Nah pengembangan itu yang kita lakukan," pungkas Abraham.

Terkait kontrak jual beli gas tersebut, diduga terjadi persekongkolan antara, PT MKS, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PD Sumber Daya, SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE – WMO), dan Pertamina EP (PEP). Persekongkolan itu dimulai ketika Fuad saat masih menjabat Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE/WMO) di Jakarta, perihal permohonan alokasi gas bumi dari lapangan KE-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat.

Akan tetapi, permohonan Fuad tidak diberikan PHE/WMO lantaran PHE/WMO menemui kendala dalam persetujuannya karena hingga kini instalasi pipa penyalur gas bumi belum juga selesai dibangun. Pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan Madura sendiri merupakan kewajiban dan tanggung jawab PT Media Karya Sentosa (MKS) yang merupakan pihak pembeli gas bumi berdasarkan Perjanjian Jual Beli Gas Alam (PJBG) Untuk Pembangkit Listrik di Gresik DAN Gili Timur Bangkalan Madura Jawa Timur antara PT Pertamina EP dan PT Media Karya Sentosa Nomor : 860/EPOOOO/2007-SO (pihak pertama) dan Nomor : ME- P/DIR/CE/IX.07/A.433 tanggal 5 September 2007 (pihak kedua).

Berdasarkan PJBG tersebut MKS mendapat alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas (sekarang SKK Migas) melalui PEP atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur Bangkalan, Madura. Termaktub dalam PJBG PEP dan MKS No. 860/EP0000/2007 – SO dan No. ME-P/DIR/GE/IX.07/A.433 tanggal 5 September 2007 sebesar 40 BBTU untuk PLTG Gresik dan Gili Timur, Bangkalan Madura.

PT MKS sebagaimana PJBG tersebut, juga harus memenuhi persyaratan BP Migas dan PEP sebelum alokasi gas untuk MKS direalisasikan. Dimana persyaratan yang menjadi tanggung jawab MKS itu yakni Pembangunan Pipa Gas dari Gresik ke PLTG Gili Timur Bangkalan Madura.

PT MKS kemudian berkewajiban menyalurkan gas bumi minimal 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur Bangkalan dan kebutuhan kabupaten Bangkalan lainnya jika pipa gas selesai dibangun. PT MKS lantas bekerjasama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya dalam rangka memenuhi persyaratan PJBG. Kerjasama itu melalui perjanjian Nomor : 08/674/433.503/2006 dan No. MKS-C06-125.

Perjanjian yang mengatur "Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan kerjasama pengelolaan Jaringan Pipa" itu ditandatangani oleh pihak PD Sumber Daya dan PT MKS, serta diketahui Fuad pada 23 Juni 2006. Namun, perjanjian antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya itu dikabarkan tidak pernah diwujudkan oleh PT MKS.

PT MKS disebut-sebut sama sekali tidak merealisasikan Pipa Gas sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak PEP dan PT MKS serta PT MKS dan PDSD. Alhasil, PT MKS tidak pernah memasok gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur Bangkalan. Meski persyaratan untuk mendapatkan alokasi gas tidak dipenuhi oleh PT MKS, PT Pertamina EP dikabarkan tetap memberikan alokasi gas sebesar 40 BBTU kepada perusahaan tersebut.

Disinyalir sejak tahun 2007 penyimpangan dan pelanggaran PJBG ini sudah berlangsung. Namun, pada tahun 2013 lalu dikabarkan kontrak PJBG dengan MKS diperpanjang oleh SKK Migas dan PT Pertamina EP. Akibat kontrak tipu-tipu itu negara dirugikan hingga triliunan rupiah dan sejumlah pihak diuntungkan, termasuk disinyalir PT Medco Energy Internasional.

Meski tengah difokuskan pada pemberi dan penerima dugaan suap yang menjerat Fuad itu, KPK berjanji mengembangkannya lebih lanjut. Pun termasuk mendalami keterlibatan PT Pertamina EP, SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi, dan, BUMD Sumber Daya.

PT MKS sendiri dikabarkan mempunyai kilang liquid gas petrolium (LPG) di Gresik, Jawa Timur. Kilang LPG milik PT MKS mampu menghasilkan 58 juta metrik per ton (MTPA). Sardjono merupakan pemilik badan usaha yang sudah memperoleh izin usaha pengolahaan gas bumi yang diterbitkan pemerintah.

Perusahaan tersebut menjadi rekanan PD Sumber Daya dalam menyalurkan gas dari Pertamina PHE yang melakukan eksplorasi di Blok West Madura Offshore ke PLTG Gili dan Bangkalan. PT MKS sudah menandatangani kontrak dengan Pertamina EP selaku trader hasil eksplorasi gas Pertamina PHE di blok tersebut sejak 5 September 2007. Namun, PT MKS disebut-sebut tak memiliki saluran pipa gas seperti yang diwajibkan SKK Migas selaku pemberi izin distribusi gas.

Tetapi disinyalir, suplai gas yang seharusnya diperuntukkna kepada PLTG itu ternyata tak pernah dialirkan. Gas yang harusnya disuplai ke PLTG itu ternyata justru dialihkan ke kilang LPG milik PT MKS di Gresik, Jawa Timur.

BACA JUGA: