JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Yudisial (KY) telah diperluas kewenangannya terkait perekruitan dan pengangkatan hakim sejak 2009. KY tidak hanya berwenang menyeleksi hakim agung tapi juga pengangkatan hakim lainnya. Kini semua ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim tersebut digugat oleh pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). IKAHI menilai, Mahkamah Agung (MA) yang paling berwenang merekruit hakim sebagai lembaga yang merdeka menurut UUD 1945.

Berdasarkan berkas gugatan uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (31/3), pemohon yang terdiri dari pengurus IKAHI diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Diantaranya Pasal 14 A Ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A Ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Terkait hal ini, pemohon yang juga menjabat sebagai juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi, mengatakan sejak adanya peraturan bersama antara MA dan KY pada 2010, mereka belum pernah sama sekali bersama-sama melakukan rekruitmen hakim. Sebab terdapat dualisme dalam rekruitmen pengangkatan hakim. "Baru dirasakan sekarang dampak dualismenya," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Selasa (31/3).

Untuk diketahui, MA dan KY belum juga melaksanakan rekruitmen dan pengangkatan hakim sejak 2010 karena KY mengusulkan agar terdapat perubahan nomenklatur hakim dari pegawai negeri sipil (PNS) menjadi pejabat negara. Atas usulan KY, MA tidak setuju. Akibatnya, perdebatan terus terjadi yang mengakibatkan dua lembaga yang seharusnya melakukan perekrutan hakim tidak berjalan.

Suhadi menjelaskan, berdasarkan UUD 1945 disebutkan lembaga yang dianggap merdeka dan independen diantaranya MA dan empat lembaga peradilan di bawahnya. "Sehingga atas dasar itu, MA yang seharusnya berwenang memiliki kekuasaan kehakiman dan merekruit sendiri calon hakim," tegas Suhadi.

Dalam berkas permohonan gugatan, kata Suhadi, juga disebutkan UU yang mereka gugat dianggap bertentangan dengan prinsip hukum Lex Certa (materi dalam peraturan perundangan yang tidak dapat ditafsirkan lain).

Menanggapi hal ini, Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri mengatakan dalam UUD 1945 tidak disebutkan perekrutan hakim dilakukan oleh MA. Menurutnya malah perekrutannya lebih condong agar dilakukan oleh KY.

Sebab untuk jabatan hakim agung saja harus diusulkan KY. Apalagi hakim di bawahnya. "Apalagi anaknya (hakim). Jadi dominasi seleksi hakim semestinya oleh KY," ujar Taufiqurrahman, Selasa (31/3).

Ia menambahkan saat ini terdapat draf peraturan bersama MA dan KY nomor 01/PB/MA/IX/2012-01/PB/P.KY/09/2012 tentang Seleksi Pengangkatan Hakim. Draft tersebut sudah disetujui kedua pihak. "Pelaksanaannya hanya menunggu penandatangan," kata Taufiq.

Menurutnya, gugatan ini menjadi sebuah kemunduran dari draft kedua lembaga tersebut yang sebelumnya telah memperdebatkan substansi draf. Selain itu, penyusunan draft ini juga melibatkan mereka yang mengajukan gugatan ke MK, misalnya juru bicara MA Suhadi.

Taufiq menegaskan, KY sebenarnya memiliki posisi hanya sebagai pelaksana undang-undang (UU). Sebab pembentuk UU sudah mengoreksi ketentuan yang lama ketika KY tidak dilibatkan. Ia menilai kalau seleksi pengangkatan hakim dilakukan bersama maka justru akan memerdekakan hakim.

Ia menjelaskan, pelibatan KY justru bisa memerdekakan hakim karena hakim tidak merasa berutang budi pada MA dengan keterlibatan lembaga lain. Baginya, independensi hakim juga tidak ada kaitannya dengan rekruitmen yang dilakukan bersama KY. "Sebab selama ini KY sudah teruji lewat seleksi hakim agung," ujar Taufiq.

BACA JUGA: