JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam tempo singkat, Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah lengkap (P21). Jaksa peneliti menilai berkas perkara hasil penyidikan polisi telah secara formil dan materil telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan. Cepatnya sikap Kejaksaan Agung atas kasus Ahok diduga karena intervensi polisi.

Pada Senin (28/11) Kapolri Jendral Tito Karnavian di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat menyatakan jika berkas perkara Ahok akan dinyatakan lengkap pada Selasa (29/11). Pernyataan Tito dinilai mendahului sebab Kejaksaan Agung masih meneliti berkas perkara yang tebalnya 826 lembar itu.

Lalu pada Selasa Tito menyambangi Jaksa Agung M Prasetyo. Kurang dari sejam, Tito keluar dari Ruangan Jaksa Agung lewat pintu khusus. Tito langsung tinggalkan Kejaksaan Agung tanpa memberikan penjelasan. Namun dugaan intervensi itu dibantah.

"Tidak ada intervensi, jaksa bekerja profesional dan proporsional," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Rabu (30/11).

Dan itu ditegaskan oleh Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Noor Rachmad bahwa berkas perkara Ahok dinyatakan lengkap karena telah memenuhi syarat bukan hal lain. Ini berarti administrasi penanganan oleh jajaran Pidana Umum Kejaksaan telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke pengadilan.

"Seperti saya katakan, ada waktu 14 hari namun kami akan selesaikan sesegera mungkin karena penyelidikannya sudah sangat komprehensif," kata Noor di Kejaksaan Agung, Rabu (30/11).

Langkah selanjutnya, kata dia, tentu akan diambil sikap kapan Ahok harus dibawa ke pengadilan. "Tentu dalam rangka melengkapi semua persyaratan, misalnya surat dakwaannya sesegera mungkin. Semuanya akan dipercepat," katanya.

Namun menurut dosen hukum pidana di Universitas Assyafiiyah Jakarta Masriadi Pasaribu tidak perlu mempersoalkan cepatnya sikap Kejaksaan Agung menetapkan berkas kasus Ahok lengkap. Masri meyakini, jaksa bekerja cermat mengkaji berkas Ahok. Apalagi dalam proses penyelidikan melibatkan banyak pihak.

"Tidak masalah, jika syarat formil dan materil lengkap memang harus segera P21 jangan lama-lama," kata Masri kepada gresnews.com, Rabu (30/11).

Sementara itu, kepolisian mengaku lega dengan dinyatakannya lengkap berkas kasus Ahok oleh kejaksaan. Bareskrim Polri menyatakan akan melakukan pelimpahan tahap dua yakni barang bukti dan tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto mengatakan penyidik sedang melakukan koordinasi untuk guna pelimpahan tahap dua. Kemungkinan pelimpahan itu akan dilakukan pada Kamis (1/12) atau Jumat (2/11).

"Segera dilimpahkan tahap duanya," kata Agus kepada wartawan di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (30/11).

Dia mengatakan, pelimpahan tahap dua merupakan tersangka dan barang bukti untuk selanjutnya diserahkan ke jaksa agar segera siap disidangkan."Biar kasusnya segera disidangkan," pungkasnya.

Ahok dijerat dengan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama. Perkara bermula saat ia menyebut surat Al Maidah 51 saat bertemu dengan warga dalam kunjungan kerja di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Kasus Ahok membuat geger seluruh negeri ini. Puncaknya saat aksi 14 November lalu yang diikuti ribuan orang. Pada aksi lanjutan 2 Desember mendatang, aksi demo ini menuntut Ahok segera ditahan.

PERSAMAAN DI DEPAN HUKUM - Setelah dinyatakan P21 atas berkas Ahok, apakah penegak hukum akan menahan Ahok. Kejaksaan Agung enggan mengomentari soal desakan penahanan Ahok. Kejaksaan berdalih saat ini kasusnya masih domain penyidik Polri. "Yang jelas kami masih menunggu aja, bagaimana diserahkan kepada kami," kata Noor.

Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane dalam rilisnya mendesak polisi menahan Ahok. Neta mengatakan, penahanan Ahok dinilai tepat karena Ahok telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Menurut Neta, jika tidak segera menahan Ahok berarti Polri telah menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum. "Ada pihak yang belum jelas kesalahannya, polisi langsung main tahan, sementara Ahok tidak ditahan padahal sesuai undang undang harusnya segera ditahan, IPW menyayangkan sikap Polri yang mengistimewakan Ahok," ucap dia.

Ia menuturkan, sebagaimana tertuang dalam undang-undang seorang tersangka bisa tidak ditahan dengan tiga alasan, yaitu tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.

Namun, kata Neta, yang terjadi pada Ahok adalah dia mengulangi perbuatannya, dengan cara menuding para pendemo 411 mendapat bayaran dari pihak tertentu. "Akibatnya, Ahok kembali dilaporkan ke polisi akibat ´mulutnya´ tersebut. Polri pun menjadi kerepotan akibat ulah Ahok ini," kata Neta.

Dengan dasar ini, Polri harusnya sudah bisa segera menahan Ahok. Karena, menurut Neta, apa yang dilakukan Ahok itu sudah terkatagori mempersulit penyidik.

Sudah saatnya Polri bersikap tegas pada Ahok. Jika tidak, Polri akan kerepotan menghadapi ulah mantan Bupati Belitung Timur tersebut. "Akibat mulut Ahok, Polri bisa benturan dengan rakyat, yang akan terus melakukan demo menuntut agar Ahok segera ditahan," jelas dia.

Namun dosen hukum pidana di Universitas Assyafiiyah Jakarta Masriadi Pasaribu menambahkan ditahan atau tidak Ahok dikembalikan pada penegak hukum. Sebab penahanan merupakan kewenangan penyidik dan jaksa penuntut.

Dari sejumlah kasus penistaan agama, tersangka semua dilakukan penahanan saat ditetapkan tersangka. Masri menekankan jika semua orang sama di depan hukum. Karenanya, penegak hukum diminta berlaku adil. "Bisa saja Ahok ditahan, sekarang kembali ke penegak hukum," kata Masri.

BACA JUGA: