JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah perkara korupsi yang diungkap mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komjen Budi Waseso terus didorong untuk dituntaskan. Diantaranya perkara dugaan korupsi program payment gateway yang melibatkan mantan Wakil Menteri Kementerian Hukum dan HAM Denny Idrayana. Hingga saat ini berkas Denny belum dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung.

Indonesia Police Watch (IPW) mendata sejumlah perkara korupsi yang disidik zaman Budi Waseso. Selain kasus Payment Gateway, kasus lain adalah kasus korupsi Pertamina Foundation, Kondensat dan korupsi pengadaan sepuluh mobile crane PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.

Ketua Presedium IPW Neta S Pane mengatakan, perkara korupsi warisan Budi Waseso harus dituntaskan oleh Kabareskrim sekarang Komjen Anang Iskandar. Dengan penuntasan perkara-perkara tersebut akan memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa polisi tidak dapat diintervensi.

"Kasus Pelindo, kasus Denny, kasus Kondensat harus masuk ke pengadilan. Dengan demikian kepercayaan masyarakat polisi bisa memberantas korupsi akan tumbuh," kata Neta kepada gresnews.com, Sabtu (28/11).

Awalnya, banyak yang meragukan kasus-kasus korupsi yang membuat gaduh akan menguap di Bareskrim. Anang yang terlihat kalem akan memilih untuk tidak melanjutkan kasus tersebut. Namun ternyata faktanya justru berkebalikan.

Perkara-perkara korupsi itu ternyata terus disidik. Bahkan Bareskrim telah memeriksa Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino dalam kasus pengadaan mobile crane. Karenanya IPW mendorong semua perkara korupsi dan perkara lain terus diusut hingga disidang di pengadilan.

BELUM LENGKAP - Kasus korupsi payment gateway yang menyeret Denny Indrayana menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan Bareskrim. Pasalnya hingga saat ini Kejaksaan Agung belum menyatakan lengkap berkas Denny tersebut.

Lebih dari sekali jaksa mengembalikan berkas Denny untuk dilengkapi oleh penyidik Bareskrim. Bareskrim mengaku telah melengkapinya termasuk meminta keterangan ahli meringankan dari pihak Denny. Berkas Denny pun telah diserahkan kembali untuk diperiksa oleh jaksa peneliti Kejaksaan Agung.

"Masih menunggu jaksa. Yang menyatakan lengkap kan jaksa, kami hanya menunggu," kata Kepala Sub Direktorat II Tindak Pidan Korupsi Bareskrim Polri.

Pada Oktober lalu, Denny mengajukan tambahan saksi ahli untuk menjelaskan soal payment gateway. Kelima saksi adalah Guru Besar Hukum Universitas Andalas Saldi Isra, Ketua Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar dan ahli hukum administrasi Asep Warlan Yusuf dan Zudan Arid serta Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Rimawan Pradityo.

Keterangan ahli tersebut membuktikan jika kasus payment gateway tidak ada kesalahan prosedur yang menyebabkan kerugian negara. Ahli administrasi negara juga membeberkan kasus ini jika terjadi kekeliruan lebih pada sanksi administratif.

Karenanya pihak Denny berkeyakinan jika kasus ini tidak ada unsur korupsi. Apalagi berkas perkaranya tak kunjung dinyatakan lengkp. "Sangat bagus dihentikan, tidak ada unsur korupsinya," kata salah seorang kuasa hukum Denny Heru Widodo, Sabtu (28/11).

MUNCUL SAAT GADUH - Sembilan bulan Denny Indrayana menyandang status tersangka. Pada 22 Maret Denny ditetapkan tersangka kasus payment gateway yang telah merugikan negara sebesar Rp32 miliar itu. Pengusutan dugaan korupsi ini atas laporan Andi Syamsul Bahri pada 10 Januari 2015.

Sejak awal kasus ini terkesan dipaksakan. Saat itu bersamaan dengan memanasnya hubungan Polri dengan KPK. Denny termasuk barisan yang mendukung KPK. Mendapat laporan Andi soal korupsi Denny, polisi langsung melakukan penyelidikan khususnya setelah Budi Waseso ditunjuk sebagai Kabareskrim.

Tak heran jika penetapan tersangka sebagai bentuk kriminalisasi terhadap penggiat anti korupsi. Saat itu, Denny melontarkan kritik pedas atas penangkapan kepada Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto.

Heru berharap penyidik menelaah secara objektif kasus ini. Karena jelas kasus ini bukan pidana korupsi tetapi soal administratif.

Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Denny sebagai tersangka. Ia diduga menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasionalkan sistem payment gateway, atau sistem pembayaran secara online, saat ia bertugas di Kemenkumham. Vendor itu membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari, kemudian ditransfer ke kas negara.

Denny dikenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

BACA JUGA: