JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang tengah menangani perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik (E KTP) mengalami tindak kekerasan, disiram air keras oleh orang tak dikenal, Selasa (11/4) pagi. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat, kasus kekerasan terhadap penegak hukum seperti Novel ini, bukan pertama kali terjadi.

Pada 26 Mei 2004 silam, Jaksa Ferry Silalahi ditembak mati oleh orang yang terkait dengan perkara terorisme yang sedang ditanganinya. Tiga tahun sebelumnya, pada 26 Juli 2001 terjadi pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita yang juga terbukti terkait dengan perkara yang ditanganinya.

"Atas peristiwa itu, ICJR mengecam keras tindakan kekerasan yang bertujuan untuk melemahkan kerja-kerja dari aparat penegakan hukum tersebut," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W Eddyono, kepada gresnews.com, Selasa (11/4).

Dia mengatakan, peristiwa yang dialami Novel dan penegak hukum lainnya ini, menunjukkan pentingnya sistem perlindungan bagi penegak hukum. Dari segi regulasi, kata Supriyadi, perlindungan bagi penegak yang berpotensi mengalami ancaman kekerasan terkait dengan perkara yang ditanganinya saat ini hanya di atur dalam undang-undang terorisme.

Selanjutnya perlindungan tersebut diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme. "Selebihnya dalam tataran peraturan perundang-undangan sejenis belum ditemukan bentuk regulasi perlindungan untuk penegak hukum yang menghadapi resiko ancaman tinggi seperti kejahatan terorganisir termasuk tindak pidana Korupsi," terangnya.

Di satu sisi memang tidak menutup kemungkinan juga masing-masing instansi penegak hukum telah membuat prosedur khusus dalam hal personel mereka menghadapi ancaman yang serius terkait dengan penanganan perkara. Namun, kata Supriyadi, hal ini menimbulkan kelemahan, karena tidak memiliki basis kebijakan yang kuat sehingga dari aspek pembiayaan dipastikan akan menjadi permasalahan.

"Tanpa aspek pembiayaan maka akan menimbulkan problem implementasi dan koordinasi serta jangkauan perlindungan yang terbatas," ujarnya.

Kasus Novel ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan yang mengatur mengenai perlindungan bagi penegak hukum (dan keluarganya) dalam kasus-kasus tertentu dimana potensi ancaman kekerasan kemungkinan besar terjadi terkait dengan perkara yang ditanganinya. Perlindungan tersebut "minimal" harus mencakup perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas dan pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk pemberian keterangan tanpa bertatap muka dengan tersangka.

"Sekali lagi seluruh perlindungan ini harus diberikan secara optimal termasuk pada keluarga aparat penegak hukum yang bersangkutan," tegas Supriyadi.

Selain mengecam keras kejadian yang menimpa Novel Baswedan, ICJR memandang, saat ini sangat mendesak untuk segera membahas kebutuhan untuk memastikan pengamanan bagi aparat penegak hukum dalam proses peradilan (judicial process). "Mengingat kredibilitas penanganan dalam pengungkapan kasus-kasus penting yang dalam kenyataannya merugikan keuangan negara atau menyangkut kepentingan masyarakat umum dipertaruhkan, maka langkah konkret harus segera dijalankan oleh Pemerintah," pungkasnya.

Sementara itu, terkait kondisi Novel, tim dokter masih melakukan pemeriksaan medis terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Wajah Novel lebam dengan penglihatan yang agak kabur di bagian mata kiri.

"Saya sempat lihat dan berbincang dengan Novel, jadi di sebelah kanan ada luka agak lebam terus kedua matanya juga kena. Mata kiri agak kabur, jadi lagi diperiksa oleh dokter," ujar juru bicara kepresidenan Johan Budi usai menjenguk Novel di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (11/4).

Novel disiram air keras saat berjalan kaki menuju rumah usai salat subuh di Masjid Al Ikhsan. Ada dua orang yang berboncengan motor yang mendekati Novel. Satu orang kemudian menyiramkan air keras.

"Ini harapan pribadi saya selaku teman Novel, mantan orang di KPK (agar polisi) untuk segera mengusut siapa pelakunya, siapa dalangnya dan maksud atau motif melakukan kejahatan itu kepada Novel," sambung Johan.

Meski menolak berspekulasi terkait dugaan motif pelaku penyerangan, Johan menyebut ancaman-ancaman terhadap KPK memang sudah beberapa kali terjadi. "Kita berharap polisi mengungkap siapa pelaku, apa motifnya, kalau ada yang menyuruh, siapa yang menyuruh," sambung Johan.

BENTUK TERORISME - Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, tindakan penyiraman air keras terhadap Novel adalah bentuk terorisme yang sudah di luar batas. "Ini adalah bentuk terorizing. Pasti pelakunya teroris. Harus dikualifikasi teroris. Karena apa? tindakannya itu sudah di luar batas," ujar Bambang saat mendatangi gedung KPK di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (11/4).

Bambang berpandangan bila aksi teror seperti yang dialami Novel akan terus terjadi. Bila kejadian seperti itu tidak dituntaskan, Bambang menyebut upaya pemberantasan korupsi tengah ditikam ulu hatinya. "Dan kalau ini tidak dituntaskan dan tidak pernah berakhir, itu artinya, upaya pemberantasan korupsi tengah ditikam di ulu hatinya," kata Bambang.

Upaya pemberantasan korupsi menurut Bambang adalah keinginan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan nawacita. Namun demikian, Bambang mempertanyakan keseriusan negara untuk memberikan jaminan keamanan kepada para petugas pemberantas korupsi.

"Nah sekarang mudah-mudahan ini bisa dijadikan momentum apakah negara absen atau negara gagal dalam memberikan jaminan sekuritas bagi pihak-pihak yang sekarang sedang menjalankan upaya pemberantasan korupsi secara serius. Penyidik-penyidik otentik seperti Novel ini yang memang harus dilindungi," tegasnya.

Terkait dengan kasus e-KTP yang tengah diselidiki KPK yang menjadi salah satu pemicu adanya insiden tersebut, Bambang tidak ingin terburu-buru menyimpulkannya. Namun, ia pun tak menampik jika hal tersebut bisa saja terjadi berkaitan dengan kasus yang tengah diselidiki KPK.

"Sebaiknya tidak terlalu terburu-buru untuk menuduh pihak lain terlibat. Walaupun juga saya tidak bisa mengatakan bahwa ini tidak ada kaitannya dengan segala bentuk tindakan penyidikan yang sekarang sedang dilakukan oleh Novel Baswedan dan teman-teman penyidik lain," katanya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengusut penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. "Saya perintahkan kepada Kapolri untuk dicari siapa (pelakunya). Jangan sampai orang-orang yang punya prinsip teguh seperti itu dilukai dengan cara-cara yang tidak beradab," kata Jokowi di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (11/4).

Jokowi menyebut kejadian tersebut sebagai tindakan kriminal. Dia pun berharap peristiwa serupa tidak terulang.
"Kriminal. Ini tugas Kapolri untuk mencari," kata Jokowi.

Sebelumnya, peristiwa itu terjadi ketika Novel selesai melaksanakan salat subuh di masjid dekat rumahnya. Tiba-tiba, 2 orang mengendarai sebuah sepeda motor menyiram Novel dengan air keras. Novel pun dilarikan ke rumah sakit.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut teror yang dialami anak buahnya itu kemungkinan besar terkait penanganan kasus korupsi e-KTP. Novel memang ditugaskan sebagai salah satu kepala satuan tugas (kasatgas) untuk kasus tersebut. "Yang paling besar itu (e-KTP)," kata Agus usai menjenguk Novel.

Pihak kepolisian juga langsung bertindak cepat menangani teror itu. Kapolres Jakarta Utara Kombes Dwiyono menyebut sejauh ini sudah ada 4 orang saksi yang telah diperiksa. Polisi juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengamankan sejumlah barang bukti termasuk gelas melamin yang digunakan pelaku untuk menyiramkan air keras ke Novel. (dtc)

BACA JUGA: