JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kegiatan media dan jurnalis asing di Indonesia akan semakin diperketat oleh pemerintah. Khusus untuk kunjungan kerja jurnalistik, pihak jurnalis yang berasal dari media asing diimbau mengikuti prosedur dan mekanisme persetujuan khusus sebelum melakukan peliputan.

Direktur Informasi dan Media (Infomed) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Sofia Sudarma mengatakan, pelaksanaan prosedur dan mekanisme persetujuan khusus dimaksud adalah aplikasi visa hingga pengeluaran lisensi kegiatan jurnalistik. "Aturannya itu secara umum diatur berdasarkan UU Imigrasi," kata Sofia saat ditemui gresnews.com di Jakarta, Jumat (28/8).

Persyaratan terkait masuk dan keluar wilayah Indonesia diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Disebutkan, setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia, wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.

Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan, bahwa Visa Republik Indonesia adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar pemberian izin tinggal.

Perlengkapan dokumen visa, kata Sofia, secara umum sudah diatur dalam dan wajib ditaati sesuai prosedur keimigrasian yang berlaku. Namun, khusus jurnalis asing, tidak hanya wajib memiliki Visa on Arrival (VoA) atau visa kedatangan saja melainkan dilengkapi keterangan menyangkut profesi jurnalistik.

Untuk itu, wartawan asing perlu melaporkan diri terlebih dahulu ke kantor perwakilan Indonesia yang berada di negaranya masing-masing. Disamping itu, Kemlu juga menekankan pentingnya pelaksanaan fungsi perwakilan Indonesia di luar negeri seperti Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk menghimpun informasi terkait jurnalis media asing sebelum masuk ke Indonesia.

"Kita kan tidak paham spesifikasi media asing di luar. KBRI di sana yang lebih mengetahuinya sehingga membutuhkan rekomendasi dan datanya," kata Sofia.

Setelah lolos kelengkapan dokumen oleh perwakilan Indonesia di luar negeri, nantinya Kemlu akan meminta rekomendasi perihal kegiatan jurnalistik media bersangkutan.

Dari segi legalitas dokumen, lanjut Sofia, identitas wartawan asing nantinya akan diverifikasi lagi misalnya memastikan asal-usul, tujuan, program dan kegiatan media.

SYARAT KHUSUS JURNALIS ASING - Meski terkesan ketat, menurut Sofia, aturan internal Kemlu tersebut, sebenarnya lebih fleksibel mengingat sebelumnya kewenangan dan keputusan pemberian izin hanya terpusat pada Kemlu. Namun saat ini, perwakilan Indonesia pun diberi keleluasaan menjalankan prosedur menghimpun informasi pihak asing.

"Sekarang, kita sangat membutuhkan rekomendasi dari perwakilan pemerintah di luar negeri," jelasnya.

Terkait persoalan pengetatan ini, Kemlu menilai ini merupakan langkah yang wajar mengingat rejim imigrasi di seluruh dunia memberlakukan hal yang sama. Imigrasi dan kelembagaan terkait, secara umum sangat mementingkan kelengkapan dokumen data pribadi sebelum mengeluarkan visa hingga kunjungan warga asing ke suatu negara.

Dalam hal ini, kategori kunjungan jurnalistik media asing dimasukkan dalam tiga kegiatan yaitu, peliputan biasa, korespondensi dan syuting film atau dokumenter. Visanya sama dengan visa pada umumnya, namun prosesnya berbeda tergantung kegiatannya.

Sofia menambahkan, pada dasarnya pemerintah harus mengetahui secara pasti identitas orang yang masuk ke Indonesia termasuk agenda kegiatan jurnalistik wartawan yang bersangkutan.

Ada beberapa syarat untuk media asing sebelum dapat mengirimkan reporter mereka ke Indonesia. Pertama, media asing tersebut harus memiliki sponsor dan surat tugas dari media bersangkutan. Selain itu, daftar peralatan jurnalistik, Curriculum Vitae wartawan yang akan dikirim, tujuan maupun gambaran program jurnalistik yang akan dilakukan juga harus diberikan.

Kemudian, setelah prosedur telah dipenuhi, selanjutnya media atau wartawan asing baru bisa mengantongi izin berupa kartu pers untuk kegiatan peliputan di Indonesia.

Berdasarkan pengalaman sejauh ini, Sofia menjelaskan, proses verifikasi aplikasi sudah berlangsung sejak tahun 2007. Hal ini dikatakan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi Kemlu dalam menjalankan koordinasi dengan perwakilan luar negeri.

TUJUAN SYARAT BAGI MEDIA ASING - Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, pada dasarnya, koordinasi bersama perwakilan Indonesia di luar negeri semakin mengurangi durasi perizinan dan kesulitan birokrasi.

Selain itu, ia mengatakan, proses sebelumnya beban pengurusan dokumen hanya terpusat di Kemlu. Namun, dengan kerja sama yang terjalin dengan perwakilan, tugas Kemlu lebih pada proses verifikasi identitas jurnalis asing.

"Diharapkan izin masuk semakin cepat dan efisien," kata Arrmanatha.

Pihak Kemlu menjelaskan, proses kelengkapan dokumen hingga verifikasi terhadap media asing diharapkan dapat memperkecil kejadian atau masalah dalam negeri. Misalnya mulai masalah peliputan, ancaman terhadap isu tertentu hingga pelanggaran administrasi seperti overstay izin tinggal warga asing.

Dalam konteks pelaksanaannya, salah satu persoalan yang dicegah adalah menyangkut masalah overstay atau melebihi izin tinggal. Namun, Arrmanatha menggarisbawahi, ketetapan aturan ini jangan sampai diasumsikan secara berlebihan. "Ini sebagai syarat wajar yang diberlakukan pemerintah Indonesia," katanya.

BUKAN PEMBATASAN - Sebelumnya, terkait isu pelarangan jurnalis asing meliput ke Papua, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pemerintah tak pernah menutup akses wartawan asing ke Papua atau wilayah Indonesia lainnya.

"Isu yang muncul banyak terkait proses pemberian visa jurnalis asing, prosedurnya sudah kami jelaskan ke Komisi I," ungkap Retno usai rapat dengan Komisi I di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakpus, Senin (22/6).

Retno membantah adanya isu yang menyatakan bahwa selama ini pemerintah menutup akses media asing yang ingin meliput ke Papua. Berbeda dengan menlu, Komisi I sendiri meminta kebijakan pers asing yang masuk ke Papua dikoreksi kembali.

"Kami jelaskan, dari data yang ada, tidak pernah ada penutupan akses ke Papua untuk wartawan asing. Data kami menunjukkan, tahun 2012, ada total 11 permintaan jurnalis asing untuk masuk ke Papua. Lima disetujui, enam ditolak," jelas Retno.

Sementara untuk tahun 2013, dari 28 permintaan hanya 7 yang ditolak. Kemudian di tahun 2014, dari 27 permintaan, 22 diantaranya diterima. Penolakan dilakukan pemerintah, kata Retno, berkaitan dengan permasalahan administrasi dan juga jika keadaan di Papua yang sedang tidak kondusif.

"Untuk 2015 sejauh ini sudah diterima 8 permintaan dan semuanya diizinkan. Tidak benar kalau Papua adalah daerah yang tertutup karena dari data tadi menunjukkan ada akses. Penolakan terkait administrasi dan persyaratan," tutur Retno.

Sebelumnya, pihak Kementerian dalam negeri juga sempat mengeluarkan aturan serupa bagi wartawan asing. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menerbutkan Surat Edaran tentang Penyesuaian Prosedur Kunjungan Jurnalistik ke Indonesia. Surat itu mengatur tentang izin bagi wartawan asing yang akan melakukan kegiatan di Indonesia.

Surat Edaran bernomor 482.3/4439/SJ itu mengatur bagi wartawan asing harus mengantongi izin dari Tim Koordinasi Kunjungan Orang Asing di Kementerian Luar Negeri. Mereka juga wajib mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

"(Ini) Hasil telaah Ditjen Politik dengan BIN dan Bais. Wartawan asing jangan lihat dia wartawan saja, di sakunya itu ada apa, intel kah dia, harus clear, apalagi dia masuk ke daerah rawan," kata Tjahjo usai menjadi pembicara peluncuran Program Studi Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jl Mayjen Sutoyo 2, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (27/8).

Namun kemudian, aturan itu dicabut kembali oleh Tjahjo. Dia mengaku, pemerintah menghormati prinsip kebebasan pers. Meski begitu, kata Tjahjo, ada hal-hal yang juga harus diperhatikan oleh jurnalis asing yang datang ke Indonesia.

"Pada prinsipnya bebas, tetapi prosedur harus diikuti sebagaimana yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri atau pemerintah, tidak mungkin dan tidak akan mengikuti kegiatan reporter asing atau jurnalis asing di Indonesia," katanya. (dtc).

BACA JUGA: