JAKARTA,GRESNEWS.COM - Polemik perihal dibiarkannya narapidana kasus korupsi Mochtar Muhammad oleh petugas Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin, Bandung terus berlanjut. Sang narapidana yang mantan Walikota Bekasi itu, sebelumnya terlihat makan malam dengan bebas di salah satu Rumah Makan di Kawasan Ampera, Jakarta Selatan pada Senin (27/10) malam.

Dari kabar yang beredar, Mochtar keluar dari tahanan dengan karena sedang memasuki masa asimilasi. Namun, Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap masa asimilasi hanya merupakan alasan belaka, karena asimilasi biasanya diperuntukkan bagi tahanan yang sudah memasuki masa 2/3 tahanan.

Hal itu, kata Abdul Fickar, tidak masuk akal karena Mochtar dihukum 6 tahun penjara sejak Maret 2012 hingga Maret 2018. Dan jika dilihat dari masa tahanan tersebut, maka Mochtar baru menjalankan masa 2/3 tahanan pada 2016 nanti.

"Asimilasi itu masa persiapan penyesuaian tahanan, warga binaan kalau sudah menjalankan hukuman 2/3 masa tahanan maka dia akan mendapatkan pembebasan bersyarat," kata Abdul kepada Gresnews.com, Jumat (31/10).

Selain itu, kata Fickar, pembebasan bersyarat juga sulit didapatkan oleh narapidana tindak pidana korupsi. Karena, ada beberapa syarat yang yang harus dilalui oleh narapidana tersebut, diantaranya bukan merupakan aktor utama, dan juga bisa membuka peran aktor lain yang lebih besar berperan dalam tindak pidana tersebut alias menjadi justice collabolator.

Sedangkan dalam kasus ini, Mochtar merupakan aktor utama pemberi suap kepada anggota DPRD Bekasi sebesar Rp1,6 miliar. Dan juga ia didakwa menyalahgunakan anggaran makan-minum Rp639 juta untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi pada 2010.

"Jadi keluarnya Mochtar Muhammad itu sangat mengherankan. Dapat diduga adanya permainan dengan petugas Lapas," tandasnya.

Oleh karena itu, lanjut Fickar, Mochtar harus dicabut seluruh haknya sebagai tahanan dan memberikan hukuman tambahan lainnya. Selain itu, jika petugas Lapas Sukamiskin yang terbukti bekerjasama dalam proses kaburnya Mochtar harus diberi sanksi tegas. "Hal itu akan menjadi efek jera bagi para narapidana dan petugas lainnya agar tidak kembali melakukan hal tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ibnu Chuldun mengatakan, mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad berpotensi melanggar aturan karena meninggalkan Lapas Sukamiskin.

Alasan Mochtar meninggalkan Lapas Sukamiskin, Bandung, untuk mencari pupuk kompos yang diperlukannya untuk kegiatan asimilasinya hingga ke Jakarta tak masuk akal. Padahal, kata Ibnu, kegiatan berupa kerja sosial tersebut hanya boleh dilakukan di lingkungan lapas.

"Seharusnya yang bersangkutan asimilasinya di situ (rumah tahanan). Tidak boleh keluar dari situ," ujar Ibnu, saat dihubungi, Kamis (30/10) malam.

Di Jakarta, Mochtar diketahui sempat bertemu dengan mantan kuasa hukumnya Sirra Prayuna, di kawasan Ampera Raya. Atas perbuatannya, Mochtar berpotensi besar kehilangan hak asimilasinya sehingga tidak diperbolehkan keluar lapas untuk menjalani pembinaan.

Kerja sosial yang dilakukan Mochtar yaitu pengembangan pupuk kompos di halaman pertanian di luar tembok lembaga pemasyarakatan. Menurut Ibnu, Mochtar bisa bepergian ke luar lapas hingga ke Jakarta akibat lemahnya pengawasan. Ia pun mempertanyakan bagaimana bisa Mochtar difasilitasi ke luar kota dengan penjagaan dari pihak lapas.

"Kami dari kanwil sudah membentuk tim pemeriksa yang diketuai oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Jawa Barat. Tim saat ini sedang bekerja," kata Ibnu.

Ibnu mengatakan, tim khusus tersebut juga akan memeriksa petugas lapas yang turut mendampingi Mochtar ke Jakarta. Namun, Ibnu belum dapat mengemukakan sanksi apa yang akan diterima petugas lapas yang terbukti melanggar aturan.

Sebelumnya, Sirra mengaku dihubungi Mochtar untuk bertemu di kawasan Ampera Raya, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Mochtar yang dikawal oleh petugas lapas mengaku sedang mencari pupuk kompos.

Tak hanya itu, kata Sirra, Mochtar juga mengeluhkan permohonan pembebasan bersyaratnya yang tak kunjung disetujui oleh Ditjen Pemasyarakatan.

BACA JUGA: