JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masih ingat Akil Mochtar? Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang memecahkan rekor karena dihukum seumur hidup lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara sengketa Pilkada di lembaga yang pernah dipimpinnya itu kini kembali bikin berita.

Dalam sidang perkara dengan terdakwa Bupati Morotai (non aktif) Rusli Sibua di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta beberapa waktu lalu, mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar ini menolak menjadi saksi. Kasus ini memang hanya "serpihan" dari perkara yang menjerat Akil, yaitu sengketa Pilkada di beberapa daerah.

Dan salah satu wilayah yang juga ikut dalam sengketa, yaitu Morotai di Maluku. Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rusli disebut memberi suap Rp2,89 miliar kepada Akil.

Jaksa kemudian menghadirkan Akil Mochtar yang telah menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sebagai saksi dalam perkara ini. Akil memang hadir, tetapi ia menolak memberikan keterangan.

Penyebabnya adalah beberapa rekening miliknya masih saja diblokir KPK. Padahal, rekening-rekening itu tidak tertera dalam putusan pengadilan, sehingga seharusnya blokir tersebut dibuka.

Bahkan, ada satu rekening yang sampai ia gugat perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pengadilan mengabulkan permohonannya itu, dan alhasil Akil pun menang, sehingga KPK harus membuka rekeningnya itu.

"Ada rekening istri saya, tidak disita tapi diblokir tidak masuk berkas perkara, itu urusannya apa? Saya mau melapor ini ke polisi loh, menahan barang. Ini saya sedang minta izin kepada Kalapas. Saya akan menggugat perdata ini ke pengadilan, untuk menuntut hak saya. Tetapi kita tunggu niat baik KPK," kata Akil Mochtar setelah batal jadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9).

Akil di persidangan itu memang langsung bicara penolakan memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan. Blokir 6 rekening yang tidak kunjung dibuka jadi alasan Akil menolak bersaksi. "Masih ada-lah (uangnya), kalau enggak ada ngapain gua ngotot minta dibuka?" tegas Akil di luar ruang sidang.

Salah satu rekening yang diblokir adalah rekening Bank Mandiri saat dirinya masih menjabat sebagai anggota DPR. "Masih ada seratusan juta gitu lah," sebutnya.

Akil memprotes sebab putusan Majelis Hakim terhadap dirinya, tidak memuat perintah blokir rekening-rekening dirinya, istri dan anaknya. "Masalahnya kan itu diblokir tetapi disita enggak, dirampas untuk negara enggak. Kita mau ambil duitnya enggak bisa, itu masalah hak saja kok. Artinya yang lain sudah dieksekusi, saya tanda tangan saya setuju saya ok," sambungnya.

Akil mengaku sudah mengirimkan surat permintaan membuka blokir rekening ke KPK sebanyak 5 kali.

KPK SEWENANG-WENANG - Dikonfirmasi gresnews.com, pengacara Akil Mochtar, Adardam Achyar menganggap apa yang dilakukan KPK ini melanggar hukum. Alasannya, beberapa rekening tersebut tidak termasuk dalam putusan pengadilan yang terkait perkara.

Menurut Adardam, tindakan ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan KPK kepada kliennya. Lembaga antirasuah ini seakan ingin menunjukkan kekuatannya kepada pihak lain bahwa mereka bisa memblokir rekening walaupun tidak terkait perkara.

"Ini semacam menunjukkan power, KPK kan senang seperti itu. Ini sewenang-wenang," kata Adardam kepada gresnews.com, Minggu (27/9).

Adardam juga mengatakan, pihaknya telah berkali-kali meminta KPK untuk membuka blokir terhadap beberapa rekening milik kliennya itu. Tetapi, hingga saat ini tidak ada tindakan yang berarti dilakukan oleh para pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Rekening-rekening itu diantaranya di Bank Mandiri milik Akil ketika menjadi anggota DPR RI. Kemudian rekening milik anak dan istrinya di beberapa bank swasta. Menurut Adardam, KPK tidak memberi status yang jelas terhadap rekening tersebut.

"Harusnya kan kalau terkait perkara ya ketahuan, disita atau dirampas negara. Tapi ini kan enggak disita, enggak dirampas juga, didiemin begitu aja," tutur Adardam.

Salah satu rekening kliennya yang diblokir berada di Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Mahkamah Konstitusi. Rekening ini berisi gaji Akil selama menjabat sebagai hakim maupun pimpinan di lembaga tersebut.

Karena tak kunjung mendapat kepastian, akhirnya Akil beserta tim pengacaranya menggugat perdata KPK dan BRI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, ia meminta agar pengadilan membuka rekening milik kliennya itu.

Dan ternyata, Akil memenangkan gugatan tersebut. "KPK dan BRI disuruh membuka blokir deposito (milik Akil). Mereka akhirnya patuh, barulah dibuka blokir Pak Akil," pungkas Adardam.

Putusan itu sendiri dibacakan sekitar dua bulan lalu, ini berarti pada Juli 2015. Jumlah uang yang ada di rekening itu pun cukup besar, sekitar Rp3 miliar. "Kalau ditambah bunga bisa Rp4,5 miliar," imbuh Adardam.

Saat ditanya apakah pihak BRI diminta membayar denda atau ganti rugi kepada kliennya, Adardam menampiknya. "Tidak lah, kita cuma mau kasih pelajaran ke KPK agar berlaku adil. Kalau BRI kan cuma jalanin permintaan KPK," cetusnya.

KPK TOLAK BUKA REKENING AKIL - Sementara itu, pelaksana tugas pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengaku belum mengetahui persis tentang hal ini, termasuk mengenai putusan perdata PN Jakarta Pusat. Menurut ahli hukum pidana ini, pihaknya akan mengevaluasi terlebih dahulu mengenai kebenaran kabar tersebut.

Namun jika hal itu benar, mempunyai alasan untuk melakukannya. Menurutnya, pemblokiran dilakukan jika yang bersangkutan memang terlibat kasus korupsi. Dan rekening yang diblokir, diduga terkait dengan perkara tersebut.

"Kami akan evaluasi kebenaran tidaknya hal ini. Biasanya Pemblokiran tetap dilakukan karena perkara pokok maupun perkara yang terkait via Pasal 55 KUHP (bersama-sama melakukan korupsi)," ujar Indriyanto.

Untuk perkara sengketa Pilkada, memang menyisakan tiga perkara yang masih dalam proses di Pengadilan Tipikor. Pertama Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya Suzanna, mantan calon Bupati Lebak dan wakilnya yaitu Amir Hamzah dan Kasmin, serta mantan Bupati Morotai Rusli Sibua.

Selain itu, alasan lainnya pemblokiran tetap dilakukan hingga suatu perkara korupsi sudah berkekuatan hukim tetap atau inkracht. Sebab biasanya, para tersangka kasus korupsi mengajukan upaya hukum lanjutan seperti banding, kasasi, hingga Peninjauan Kembali (PK).

Indriyanto mengklaim, pihaknya akan membuka blokir jika memang suatu perkara korupsi sudah selesai, termasuk pihak-pihak lain yang turut andil dalam kasus itu. KPK, ujarnya akan bekerja secara profesional dan menghargai hak-hak para terdakwa maupun narapidana.

"Tentunya kalau sudah tidak ada kasus yang berproses, sewajarnya kami buka blokir. KPK bekerja proper dan penuh tanggung jawab kok, juga dihindari melanggar hak-hak pribadi siapapun yang terkait kasus di KPK," ucap Indriyanto. (dtc)

BACA JUGA: