JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hubungan Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) memanas pasca diajukannya gugatan atas kewenangan KY untuk melakukan rekruitmen hakim oleh sejumlah hakim agung ke MK. Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri menilai MA telah ´menelikung´ KY melalui gugatan tersebut.

Pasalnya KY bersama MA sudah menyetujui draf kesepakatan bersama rekruitmen hakim dan hanya menunggu tandatangan dari kedua pimpinan lembaga. Alih-alih tandatangan, MA malah melakukan ´manuver´ ke MK. Kini kedua lembaga tersebut malah saling klaim paling berhak melakukan rekruitmen calon hakim.

Taufiqurrahman menyatakan hakim agung seharusnya menahan diri untuk mengajukan gugatan ke MK. Sebab gugatan tersebut justru menunjukkan MA seakan meminta kewenangan. Padahal mandat perekruitan hakim oleh KY dan MA sudah diberikan melalui undang-undang.

"Tapi ini hakim agung meskipun atas nama Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) minta supaya nomenklatur KY dicoret. Jadi seleksi pengangkatan hakim KY nggak boleh ikut. Apa alasan konstitusionalnya?" ujar Taufiq saat ditemui wartawan di ruangan kerjanya di gedung KY, Jakarta, Rabu (1/4).

Ia mengaku heran atas langkah yang diambil para hakim agung itu. Apalagi, dirinya dengan salah satu pemohon gugatan yang juga juru bicara MA Suhadi, telah duduk bersama pimpinan MA dan KY lainnya menyusun peraturan bersama tentang seleksi pengangkatan hakim. "Draf tersebut pun sudah final dibahas, disetujui dan hanya menunggu tandatangan pimpinan MA dan KY," ujar Taufiq.

Taufiq menjelaskan, jika draf tersebut telah ditandatangani sebelum 2015 maka tahun 2015 ini sebenarnya sudah bisa diumumkan adanya seleksi pengangkatan hakim. Karena itu, setelah draf tersebut selesai, KY menunggu draf tersebut ditandatangani pimpinan MA.

Akibat lama menunggu, KY pun mengirim surat ke pimpinan MA untuk penandatangan draf bersama tapi tak direspons. Namun tiba-tiba kesabaran KY menunggu tersebut malah berbuah upaya ´penelikungan´ oleh MA melalui gugatan ke MK.

Taufiq menjelaskan, dalam peraturan bersama tersebut sudah diatur dengan rinci perihal perekruitan hakim. Misalnya perekruitan hakim diawali dengan seleksi dasar, tes bidang keilmuan, tes psikotes, dan disampaikan pada masyarakat termasuk perguruan tinggi untuk memberitahu siapa saja calon hakimnya. "Lalu perekruitan diakhiri wawancara dan pendidikan hakim," terangnya.

Taufiq melanjutkan, untuk pendidikan hakim dibutuhkan dana khusus. Pasalnya dana yang tersedia hanya untuk hakim dengan status pegawai negeri sipil (PNS), tetapi hakim saat ini bukan lagi berstatus sebagai PNS melainkan pejabat negara.

Terkait hal itu MA dan KY kemudian membuat draf lagi tentang peraturan presiden tentang pembiayaan pendidikan hakim. "Kalau presiden tandatangan untuk nomenklatur tersebut maka pendidikan hakim bisa langsung dijalankan," ujar Taufiq.

KY, menurutnya, sudah berkoordinasi dengan Presiden Jokowi dan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Upaya KY dalam membuat draf rekruitmen hakim bersama MA menunjukkan KY proaktif menjalankan semangat UU Nomor 49, UU Nomor 50, dan UU Nomor 51 yang digugat ke MK," tegas Taufiq.

Sementara dalam berkas perkara gugatan yang dilayangkan IKAHI ke MK, Taufiq menyebutkan, adanya krisis hakim dari 2010 hingga sekarang karena tidak ada perekruitan hakim yang dinisbatkan sebagai kesalahan KY. Dalam surat itu, menurut dia, terkesan MA menilai nomenklatur KY perlu dicoret. Padahal KY, menurut Taufiq, sudah merasa proaktif.

Taufiq menambahkan, soal poin dalam berkas perkara gugatan ke MK, salah satu alasan KY dianggap tidak perlu terlibat dalam rekruitmen hakim lantaran KY juga berwenang dalam pengawasan kode etik hakim. "KY memang memiliki kewenangan menjaga dan menegakkan perilaku hakim. Sehingga kata ´menjaga´ bisa dilakukan sejak awal untuk mendapatkan ´bayi-bayi´ hakim yang sehat," ujar Taufiq.

Untuk mendapatkan ´bayi hakim yang sehat´ drafnya sudah dibuat KY bersama MA. Sehingga menjaga tidak hanya mengawasi perilaku hakim. Tapi juga merekrut agar bisa dapatkan hakim berperilaku baik dan mendidik agar hakim menjadi cerdas dan berintegritas.

Setelah mendidik, KY melakukan pengawasan dalam hal pemberian sanksi ketika terjadi pelanggaran. Atas dasar tersebut, Taufiq mengklaim secara implisit KY yang berwenang dalam rekruitmen hakim.

"Apalagi ´bapaknya´ (hakim agung) yang memilih KY, ´anaknya´ masa tidak. Hakim-hakim ibarat anaknya hakim agung. Justru KY yang relevan diberikan kewenangan," lanjut Taufiq.

Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara MA yang juga menjadi penggugat kewenangan KY ke MK, Suhadi mengatakan, gugatan terkait rekruitmen hakim baru diajukan akibat terjadinya ´krisis´ atau kekurangan hakim dirasakan dampaknya sekarang. Sebab krisis tersebut terjadi lantaran adanya dualisme rekruitmen antara KY dan MA.

"Wewenang KY hanya masuk masalah kode etik hakim. Sehingga dalam rekrutmen hakim ini, MA berharap MA sendiri yang melakukan rekruitmen," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com.

Dalam berkas perkara gugatan juga dijelaskan, kewenangan KY soal seleksi pengangkatan hakim dalam UU nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial juga berisi ketentuan kewenangan KY hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung pada DPR. Sehingga kewenangannya terbatas dan tidak mencakup proses seleksi pengangkatan hakim peradilan umum, peradilan agama dan tata usaha negara.

Sebelumnya, Berdasarkan berkas yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (31/3), pemohon yang terdiri dari pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Diantaranya Pasal 14 A Ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A Ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam berkas tersebut, ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim tersebut digugat karena dianggap Mahkamah Agung (MA) yang paling berwenang merekruit hakim sebagai lembaga yang merdeka menurut UUD 1945.

BACA JUGA: