JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan lahan milik PT Garam (Persero) di jalan Salemba Raya, Jakarta, yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur berjalan simpang siur. Di satu sisi penyidik Kejati Jatim mengaku terus mengumpulkan bukti adanya keterlibatan pihak lain. Para peserta lelang lahan ini mulai dipanggil Kejati.

Menurut Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Jatim Romy Arizyanto, saat ini penyidik masih terus mengumpulkan bukti-bukti baru. Hanya saja penyidikan yang sudah berlangsung beberapa bulan ini tak juga menghasilkan tersangka baru.

Alasannya, selain baru memanggil para peserta lelang dalam penjualan aset PT Garam, saat ini penyidik masih menunggu hasil penghitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari Kementerian Keuangan. "Saat ini menurut Kasidik masih terus diselediki, kami masih menunggu NJOP," kata Romy kepada Gresnews.com, Senin (24/3).

Bahkan saat ditanya soal ada tidaknya kemungkinan penetapan tersangka baru, Ronny malah tampak bingung. Romy malah mengatakan, dalam kasus PT Garam belum ada tersangka. "Penyidik masih mengumpulkan berbagai bukti dari saksi-saksi," katanya.

Padahal dalam kasus ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim telah menetapkan dua tersangka. Yakni mantan Direktur Utama PT Garam Leo Pramuka dan mantan Ketua Panitia Penjualan Aset, Dedy.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim Rohmadi  mengatakan bahwa penyidik terus melakukan pemeriksaan terhadap peserta lelang. Peserta lelang berasal dari Jakarta dan Surabaya. Penyidik juga sedang melengkapi permintaan data dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penanganan kasus tersebut.

Kasus ini bermula ketika PT Sintechmasindo memperoleh hak pengelolaan lahan dengan model built operate transfer (BOT) dari PT Garam itu selama 20 tahun, sejak 2005. Di lahan itu, Sintechmasindo kemudian membangun pusat bisnis berupa rumah toko (ruko).

Pada 2005, PT Garam yang saat itu dipimpin Leo Pramuka sebagai Direktur Utamanya bermaksud menjual lahan tersebut. Lelang penjualan pun dibuka. Hingga enam kali lelang, ternyata tidak ada pesertanya. Penyebabnya, kontrak perjanjian pengelolaan lahan antara PT Garam dengan Sintechmasindo masih berlaku.

PT Garam kemudian membuka lelang lagi untuk yang ketujuh kalinya. Nah, pada lelang kali ini Sintechmasindo masuk sebagai satu-satunya peserta. Lahan lepas ke tangan Sintechmasindo dengan harga jauh dari sewajarnya, yakni Rp19 miliar. Padahal, saat itu harga lahan seluas dua hektare tersebut sebesar Rp54 miliar. Selisih harga pembelian dengan harga wajar yakni sekitar Rp35 miliar inilah yang dihitung sebagai kerugian negaranya.

Staf ahli Kejati Jatim membenarkan tanah milik PT Garam tersebut masih memiliki perjanjian BOT dengan PT Sintechmasindo. Kemudian karena PT Garam memerlukan dana dan ingin menjual aset tersebut maka perusahaan melakukan pelelangan dengan harga lelang awal Rp54 miliar.

Ia juga menjelaskan karena pihak ketiga yang membuat BOT maka secara otomatis tanah tersebut terikat dengan pihak swasta. Kemudian permintaan Kementerian BUMN agar PT Garam (Persero) harus membuat beberapa opsi penyelesaian dengan pihak ketiga.

Sementara itu, Direktur Utama PT Garam (Persero) Yulian Lintang mengatakan saat ini kasus pelelangan lahan tesebut sedang dalam penyidikan Kejaksaan Tinggi, Jawa Timur. "Kami telah menjelaskan kepada Kejati bahwa proses pelelangan tersebut sudah sesuai dengan prosedur aturan lelang," kata Yulian.

BACA JUGA: