JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang permohonan praperadilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terhadap Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan masuk pembuktian dokumen. Novel sempat mengajukan pemeriksaan tertutup terkait satu dokumen penting namun ditolak hakim tunggal Zuhairi.

"Kalau memang perlu disampaikan terbuka saja," kata Zuhairi menjawab permohonan kuasa hukum Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (3/6).

Permintaan pemeriksaan tertutup atas satu dokumen itu, memunculkan tanya dokumen tersebut. Kuasa hukum Novel Julius Ibrani ditemui usai sidang enggan membeberkan isi dokumen atau surat yang diminta dilakukan pemeriksaan tertutup.

Julis mengaku memiliki bukti yang cukup sensitif jika kemudian dibuka ke publik. Karenanya tim kuasa hukum memilih tidak akan menyerahkan dokumen itu.

"Kami tahu tensi terhadap pemeriksaan Novel masih tinggi. Ada kepentingan-kepentingan lain yang kami duga di luar kepentingan hukum. Namun sayang sekali tidak diterima oleh hakim," jelas Julius.

Padahal menurut Julius bukti dokumen sama-sama memiliki urgensitas dengan bukti lainnya. Apalagi salah satu dalil permohonan Novel disebutkan tidak pernah mangkir tetapi sedang ada tugas dari pimpinan KPK.

Ada 70 bukti dokumen yang dihadirkan dalam permohonan praperadilan Novel. Salah satu dokumennya adalah perintah penangkapan yang kadaluarsa. Sementara Polri membantah telah kadaluarsa.

"‎Itu artinya Polri samakan Novel dengan teroris, teroris surat penangkapannya 7 x 24 jam juga bisa," kata salah satu tim hukum Novel Baswedan, Bahrain.

Dia menjelaskan dalam surat penangkapan penyidik Bareskrim Polri terhadap Novel Baswedan tercantum tanggal 24 April 2015, namun penangkapan dilakukan tanggal 1 Mei 2015.

Dalam sidang sebelumnya, Novel sempat bercerita kronologi penangkapannya oleh tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang terkesan ada upaya kriminalisasi. "Mengapa tengah malam? Telepon saja saya akan datang," kata Novel saat membacakan pengantar gugatan permohonannya.

Ia menegaskan bukan hanya rumah yang selalu terbuka, handphonenya juga selalu tersedia dihubungi oleh siapapun. Tak hanya itu, Novel juga menduga, Kabareskrim Komjen Budi Waseso telah melakukan pembohongan publik dengan menyebut dirinya memiliki empat rumah. Namun, Novel telah mengklarifikasi kabar tersebut dan menyatakan jika hanya memiliki dua rumah yahg telah dilaporkannya ke KPK.

Novel ditangkap di kediamannya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 1 Mei 2015. Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Mulyadi Jawani alias Aan, pelaku pencurian sarang burung walet di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu 2004 silam.

Anggota tim kuasa hukum Novel, Febi Yonesta mengatakan, semula pasal yang disangkakan terhadap Novel yakni Pasal 351 ayat (1) dan (3) KUHP. Namun, ketika penangkapan itu terjadi, Surat Perintah Penyidikan justru memuat Pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 422 KUHP juncto Pasal 52 KUHP. Selanjutnya, dasar dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan penahanan yaitu Surat Perintah Kabareskrim Nomor Sprin/1432/Um/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015.

Menurut Febi, Surat Perintah Kabareskrim dalam suatu penyidikan adalah hal yang tidak lazim. Sebab, penangkapan dan penahanan merupakan wewenang penyidik. Sedangkan, Kabareskrim bukan merupakan penyidik yang bertugas menangani kasus Novel. Surat perintah itu menunjukkan bahwa Kabareskrim telah melakukan intervensi terhadap independensi penyidik.

Anggota tim hukum Novel, Julius Ibrani menilai, surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP.KAP/19/IV/2015 DITTIPIDUM yang diterbitkan pada 24 April 2015 telah kedaluwarsa. Julius menilai, penangkapan terhadap Novel terlampau jauh dari tanggal diterbitkannya surat tersebut.

Selain itu, dalam surat perintah penangkapan itu disebutkan bahwa surat perintah itu berlaku sejak tanggal dikeluarkan. Dengan mengacu pada surat perintah penangkapan dan dikaitkan dengan ketentuan di dalam Pasal 19 ayat (1) (KUHAP), disebutkan bahwa penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan paling lama satu hari.

Dengan adanya ketentuan di dalam pasal tersebut, maka penahanan terhadap Novel seharusnya dilakukan paling lama pada 25 April 2015. "Oleh karenanya penangkapan terhadap Novel tidak didasari oleh surat perintah yang sah dan mengakibatkan penangkapan tersebut menjadi tidak sah," ujarnya.

Sementara itu, dalam tuntutan yang dibacakan Muji Kartika Rahayu, Novel meminta agar Polri membuat permintaan maaf terhadap dirinya. Permintaan maaf itu harus ditulis di atas spanduk besar ukuran 3x6 meter dan dipasang di depan kantor Mabes Polri selama seminggu.

BACA JUGA: