JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menilai, upaya mendorong saksi dan korban berani mengungkap kejahatan terkesan sia-sia, jika aparat penegak hukum masih tidak memahami pentingnya perlindungan saksi dan korban. Hal itu, terlihat dari perilaku aparat penegak hukum yang kerap merespon laporan balik saksi dan korban atau pelapor menggunakan strategi ´jebakan´ lama yakni menjadikan saksi sebagai tersangka.

"Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat, masih banyaknya saksi dan korban yang mengalami serangan balik dan sejumlah putusan pengadilan yang tidak memihak kepada korban," kata Abdul saat membuka acara Rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum (Apagakum) Regional Barat, di Jakarta, Rabu (28/11).

Menurut Haris, fenomena ini menunjukan minimnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai urgensi perlindungan saksi dan korban. Sehingga, kata Haris, saat ini yang terpenting dilakukan adalah upaya memaksimalkan dan meningkatkan pemahaman aparat penegak hukum mengenai arti penting pemberian perlindungan saksi dan korban.

"Acara yang akan digelar selama dua hari pada 28-29 November 2012 ini, merupakan rangkaian acara rapat koordinasi Apagakum, sebelumnya dilakukan untuk regional timur di Bali pada 21-22 November 2012. Dihadiri lebih dari 200 perwakilan aparat penegak hukum di seluruh Indonesia ini, menghasilkan sejumlah rekomendasi dan rencana tindak lanjut upaya perlindungan saksi dan korban di masing-masing institusi," jelasnya.

Ketua LPSK mengatakan, data penanganan LPSK terhadap pengajuan restitusi menunjukan respon pengadilan yang cukup beragam, yakni jumlah Permohonan Restitusi Yang diterima LPSK sebanyak 26 orang, Jumlah Permohonan Restitusi Yang Sudah Diajukan Ke Pengadilan sebanyak 26 orang, Jumlah Permohonan Yang Sudah Diputus ditingkat pengadilan 21 orang dengan amar putusan mengabulkan permohonan restitusi satu korban sebesar Rp11.600.000 (sudah diputus di Mahkamah Agung), amar putusan Pengadilan Negeri Menggala Lampung yang mengabulkan permohonan restitusi satu orang korban sebesar Rp14.700.000, Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengabulkan permohonan restitusi tujuh orang korban traffiking sebesar Rp300.000.000, Pengadilan Negeri Bukittinggi menolak permohonan restitusi satu orang korban pembunuhan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara Menolak permohonan restitusi 10 orang korban penganiayaan, Pengadilan Negeri Magetan menerima permohonan restitusi satu orang korban pembunuhan.

Selain itu LPSK mencatat modus serangan balik yang dialamatkan saksi pun beragam sepanjang tahun 2012, mulai dari laporan balik tindak pidana pencemaran nama baik, pemalsuan keterangan sampai pada jebak kepemilikan narkoba.

"Pasal 36 UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyatakan bahwa, instansi terkait sesuai dengan kewenangannya wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU tersebut, selama ini justru kerap diabaikan, dan bahkan upaya penerapan pidana dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban dalam ketentuan Pasal 37 sampai dengan Pasal 43 nyaris tak pernah digunakan," tuntasnya.

BACA JUGA: