JAKARTA, GRESNEWS.COM - Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 17 orang termasuk adanya oknum dari Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Penataran Angkatan Laut Indonesia (Persero) atau biasa disingkat PT PAL, menunjukkan pengelolaan BUMN di Indonesia memang masih bermasalah. Dari OTT tersebut, KPK sudah menetapkan tiga petinggi PT PAL sebagai tersangka. Salah satunya adalah Direktur Utama PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin.

Anggota komisi VI yang membidangi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Ihsan Yunus mengungkapkan keprihatinannya terkait kasus yang menerpa perusahaan pelat merah tersebut. Ihsan menilai ada budaya yang kurang baik dalam pengelolaan BUMN sehingga pejabat di BUMN seringkali terjerat kasus-kasus korupsi yang pada akhirnya merugikan perusahaan BUMN.

"Apalagi di BUMN, kan sudah jadi penyakit lama kalau direksi BUMN korupsi makanya banyak BUMN rugi dan minta suntikan dana melulu," kata Muhammad Ihsan melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com, Jumat (31/3).

Anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengungkapkan, komisi VI belum mengambil sikap apapun terkait dugaan korupsi di PT PAL. Namun begitu, komisinya tetap mendukung upaya pemberantasan korupsi KPK untuk membersihkan praktik korupsi dari perusahaan negara. "Tapi yang pasti kami dari komisi VI mendukung penuh KPK dalam usaha penindakan pidana korupsi," ujar politisi daerah pemilihan Jambi itu.

Dalam waktu dekat, imbuh Ihsan, Komisi IV DPR akan memanggil pihak PT PAL untuk memperjelas kasus yang diduga menjerat oknum PT PAL. Dia juga menampik jika ada celah kelonggaran dalam undang-undang BUMN.

Menurut Ihsan, operasi manajemen pada dasarnya tidak mengacu kepada UU BUMN tapi diatur secara berbeda. Soal operasi manajemen diatur melalui UU Nomor 40 tahun 2007 sementara UU BUMN hanya mengatur soal peran pemerintah dalam RUPS.

Meski begitu, dia menegaskan, jika nanti terdapat perkembangan yang signifikan, komisi VI tentu akan menindaklanjuti kasus itu. "Kita akan panggil PT PAL untuk klarifikasi masalah ini. Ini memalukan," tukasnya.

Hal yang sama juga diungkap anggota komisi VII yang lain. Darmadi Durianto menanggapi diplomatis dugaan korupsi yang menyeret petinggi di PT PAL itu. Dia menyatakan, kasus tersebut mengisyaratkan bahwa pengelolaan BUMN selama ini masih belum maksimal sehingga kasus-kasus serupa masih kerap terjadi di BUMN.

"Membuktikan di BUMN masih belum good governance," kata Darmadi. Oleh karena itu, DPR selaku pengawas pemerintah akan lebih intensif lagi untuk melakukan pengawasan BUMN. "Kita akan perketat pengawasan," imbuhnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Operasi Tertangkap Tangan (OTT) menangkap 17 orang terkait dugaan kasus korupsi pembelian kapal dari PT PAL terdiri dari pejabat negara dan pihak swasta. KPK melakukan dua tempat penangkapan yakni di Jakarta dan Surabaya. KPK menyatakan, kasus yang menjerat 17 nama itu diduga ada oknum yang menerima marketing fee atas penjualan kapal oleh PT PAL kepada pemerintah Filipina.

PT PAL sebelumnya menjual dua kapal perang yang diproduksi dalam negeri Strategic Sealift Vessel (SSV). Kapal tersebut merupakan pesanan dari The Departement of National Defence Armed Forces of The Philippines.

BUKAN SUAP PERTAMA - Dari perkembangan penyidikan atas kasus ini, KPK menyebutkan, uang sebesar US$25 ribu yang diterima pejabat PT PAL terkait dugaan suap pengadaan kapal ke Filipina bukan pemberian pertama. Sebelum operasi tangkap tangan, oknum pejabat PT PAL disebut KPK sudah menerima uang sebesar US$163 ribu.

Uang sebesar US$25 ribu itu diamankan KPK dari tangan Arief Cahyana selaku GM Treasury PT PAL Indonesia. Pada saat ditangkap, Arief Cahyana akan menuju bandara untuk kembali ke Surabaya. Setelah itu terjadi indikasi penyerahan dari AN (Agus Nugroho). "Dia adalah swasta. Penyerahan diduga saat keluar dari kantor. Penyidik kemudian mengamankan AC, yang merupakan general manager, di lokasi parkiran," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (31/3).

Uang itu ditemukan di dalam tiga amplop yang masing-masing berisi jumlah uang berbeda. "Dari mobil dan tangan AC diamankan USD 25 ribu yang dimasukkan ke dalam tiga buah amplop. Dua amplop masing-masing berisi USD 10 ribu dan satu amplop berisi USD 5.000," ucap Basaria.

Selain mengamankan Arief, KPK menangkap Agus, yang merupakan pihak swasta, di MTH Square. Tim KPK kemudian bergerak ke Surabaya dan mengamankan tujuh orang di kantor PT PAL di Surabaya. "AN diamankan di salah satu kantor di MTH Square beserta tujuh orang pegawai di kantor tersebut. KPK membawa total 10 orang ke kantor KPK dan dilakukan pemeriksaan. Di samping itu, tim ditugaskan ke Surabaya. Pada sekitar pukul 22.00 WIB diamankan MFA (M Firmansyah Arifin) dan enam lainnya di kantor PT PAL Surabaya. Secara bersama, tujuh orang tersebut dilakukan pemeriksaan di Polda Jatim," ujarnya.

Kasus ini sendiri bermula ketika pada tahun 2014, PT PAL melakukan penjualan dua unit kapal perang SSV kepada instansi pertahanan pemerintah Filipina dengan nilai kontrak US$86,9 juta. Perusahaan yang bertindak sebagai agen atau perantara dalam penjualan kapal SSV itu adalah AS Inc. Dari nilai kontrak perusahaan AS Inc disepakati mendapatkan fee agency 4,75 persen atau US$4,1 juta.

Diduga, dari fee agency 4,75 persen itu, ada alokasi untuk oknum pejabat PT PAL, yaitu sebesar 1,25 persen dengan tiga tahap pembayaran. Tahap pertama terjadi pada bulan Desember 2016 dengan jumlah sekitar US$163 ribu. "Indikasi penyerahan uang USD 25 ribu saat OTT ini merupakan pembayaran tahap kedua," kata Basaria.

Basaria menyebut uang itu sebagai cash back atas penjualan dua unit kapal SSV (Strategic Sealift Vessel). Uang US$25 ribu yang diamankan dan US$163 ribu yang disebut telah diterima oknum pejabat PT PAL merupakan bagian dari commitment fee yang berjumlah 1,25 persen dari total nilai kontrak.

KPK sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Keempatnya adalah M Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT PAL Indonesia, Saiful Anwar selaku Direktur Keuangan dan Teknologi PT PAL Indonesia, Arief Cahyana selaku GM Treasury PT PAL Indonesia, serta Agus Nugroho dari pihak swasta sebagai tersangka.

Terhadap Firmansyah, Saiful, dan Arief, KPK mengenakan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan terhadap Agus sebagai pihak yang diduga memberi suap, KPK mengenakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (dtc)

BACA JUGA: