JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mendadak disebut dalam persidangan kasus suap penanganan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa mantan Ketua MK Akil Mochtar. Adalah Bupati Kabupaten Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua, yang menyebut nama Bambang dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4), saat ia dihadirkan sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya itu, Rusli mengaku, dalam menangani sengketa pilkada di MK tahun 2011, Bambang adalah ketua tim hukumnya. "Proses di MK kami dengan ketua tim hukum Bambang Widjojanto dan Ketua Majelis Mahfud MD," kata Rusli.

Meski begitu, kata Rusli, penanganan sengketa pilkada Morotai ketika itu berjalan sesuai prosedur. Dia membantah informasi bahwa Bambang telah mempertemukannya dengan ketua maupun anggota majelis hakim konstitusi. Dia juga membantah pernah memberikan uang sebesar Rp3 miliar kepada Akil untuk mengurus perkara. "Tidak pernah," kata Rusli singkat.

Menurut Rusli, dalam sengketa pilkada Morotai, dirinya yakin menang karena mempunyai cukup bukti dalam gugatannya. Dalam pengurusan sengketa pilkada di MK, Rusli mengatakan dirinya ditawari Sahrin Hamid menangani perkara, tetapi sebelumnya dirinya sudah beriniat menggunakan jasa Bambang Widjojanto sebagai pengacara. "Kami bersepakat dengan Pak Sahrin kuasakan untuk mendaftar perkara," kata Rusli.

Selanjutnya, menurut Rusli, hingga proses selesai tim kuasa hukum dari Bambang tidak pernah meminta atau mengarahkan untuk bertemu dengan siapapun baik ketua maupun anggota majelis. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terkait dengan perkara di MK, Rusli mendengarkan arahan dari Bambang. "Semuanya berdasarkan petunjuk ketua tim kuasa hukum, Pak Bambang Widjojanto," ujarnya.

Ia juga mengatakan tidak  pernah mengeluarkan uang untuk perkara ini. Pernyataan Rusli tersebut dibantah kuasa hukumnya, Sahrin Hamid. Dalam kesaksiannya Sahrin mengaku Rusli pernah memberikan uang ke Akil. Tetapi uang tersebut diklaimnya bukan untuk kepentingan pilkada Morotai. "Yang menyampaikan terdakwa (Akil Mochtar-red) awalnya saya menghubungi tapi tidak direspons. Beliau kemudian menelepon," kata Sahrin.

Ia mengaku mendapatkan nomor telepon Akil saat Akil masih menjabat anggota DPR. "Pak Akil dari FPG (Fraksi Partai Golkar) kalau saya dari PAN," tambah Sahrin.

Ketika ditanya hakim anggota Gosyen Butar-Butar, apakah uang tersebut berkaitan dengan sengketa pilkada Morotai, Sahrin tidak mengetahui hal tersebut. "Saya tidak tahu yang mulia. Karena bukan saya yang mengirimkan uang itu. Muchlis Tapi Tapi dan Muchamad Jufri," jawab Sahrin. Tetapi Sahrin membenarkan jika dirinya pernah diminta Akil untuk mengantarkan sejumlah uang ke kantornya, tetapi dirinya menolak.

Pernyataan Sahrin tersebut dibantah oleh Akil. "Keterangan Saudara Sahrin tidak benar," sanggah Akil. Ia juga mengatakan tidak pernah menelepon Sahrin. Terkait pernyataan Sahrin untuk mengantarkan uang, Akil juga membantah hal tersebut. Menurutnya, uang ditransfer bertahap, yaitu Rp500 juta (16 Juni 2011), Rp500 juta (16 Juni 2011) dan Rp1,98 miliar pada 20 Juni 2011. 

Total uang yang ditransfer juga bukan Rp3 miliar. "Jumlah uang Rp2,98 miliar yang mulia, ini berbeda dengan Rp3 miliar," tegas Akil. Selain itu, menurut Akil, Sahrin juga beberapa kali mengurus sengketa pilkada dan tidak ada satu pun yang, menurut Akil, dirinya meminta uang dari sengketa tersebut.

BACA JUGA: