JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen menyayangkan sikap Jaksa Agung HM. Prasetyo yang tak mengindahkan surat Komisi Kejaksaan yang mempertanyakan  penerbitan Keputusan Jaksa Agung (Kepja) yang melanggar Peraturan Jaksa Agung (Perja) soal mutasi Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Chuck Suryosempeno. Komisi Kejaksaan kembali mengingatkan Jaksa Agung HM Prasetyo soal mutasi pejabat eselon dua. Sebab jika  dipaksakan akan berdampak besar, baik secara hukum dan moral.

“Etika berorganisasi sebagai mitra tidak ada dalam diri Jaksa Agung. Surat kami belum dibalas. Padahal JA wajib memberikan penjelasan penerbitan KEPJA yang melanggar PERJA tersebut,” kata Halius di kantornya, Selasa (3/3).

Menurut Halius pihaknya telah mendapat masukan dari sejumlah pakar hukum tata negara, mereka memastikan bahwa Jaksa Agung telah melanggar peraturan perundang-undangan. Bila tetap melantik Kepala PPA menjadi Kajati Maluku, maka Jaksa Agung Prasetyo harus bertanggung jawab secara moral dan hukum.

"Karena keputusan Kajati semuanya batal demi hukum selama dirinya bertugas nanti,” kata Halius.

Komisi Kejaksaan mengaku akan segera menggelar rapat pleno menyikapi persoalan tersebut. Sebab Jaksa Agung tak lagi merespon permintaan penjelasan pihaknya. Namun Komisi tetap meminta Jaksa Agung tidak melantik para pejabat eselon dua tersebut agar tidak timbulkan masalah di kemudian hari.

Terkait kisruh ini, sejumlah pakar hukum tatanegara sebelumnya telah memberikan masukan. Para pakar kompak menyatakan terbitnya KEPJA dengan Nomor : Kep-023/A/JA/02/2015 tentang mutasi Kepala Pusat Pemulihan Aset Chuck Suryosumpeno sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku melanggar PERJA Nomor: PER 027/A/JA/10/2014.

Irman Putra Sidin misalnya mengatakan, terbitkan Keja itu cacat hukum. Pelanggaran penerbitan KEPJA tersebut berdampak pada putusan dan kebijakan Kajati Maluku terpilih dalam masa tugasnya. “Contoh, mulai dari penetapan tersangka, penuntutan, serta penahanan menjadi tidak sah. Jadi percuma saja menjadi Kajati tapi tidak memiliki kewenangan yang lebih,” lanjut Irman.

Senada dengan Irman, pakar hukum Margarito Kamis juga mengatakan jika jaksa Agung masih melanjutkan kondisi itu memiliki efek domino yang besar kepada kepastian hukum. Seharusnya Jaksa Agung Prasetyo paham atas kondisi ini. Sebagai politisi Nasdem, kata Margarito, jiwa restorasi harus dimiliki Prasetyo.

“Dengan pelabrakan KEPJA dengan PERJA tersebut, jelas Prasetyo tidak memiliki jiwa restorasi,” ujarnya.

Selain itu, Margarito berpesan, jika Prasetyo ingin menciptakan perbaikan dalam diri Kejaksaan Agung, harusnya sesuai dengan track-nya. Jika tetap dilantik, otomatis KEPJA tidak sah demi hukum. Secara keseluruhan.  Tindakan Jaksa Agung ini tidak selaras dengan kepastian hukum. Jaksa Agung dinilai melanggar UU administrasi negara yakni Nomor 30 tahun 2013.

“Kita ini ingin menolong pak Jaksa Agung. Harus ditimbang betul. Efek dominonya besar lho nanti. Jika Jaksa Agung tahu organisasi dengan baik, pasti akan menganulir pelantikan tersebut,” pungkasnya.

Sebelumnya Jaksa Agung mengeluarkan keputusan memutasi Sejumlah pejabat eselon II. Mereka diantaranya Wakil Jaksa Tinggi Sumatera Selatan Sudung Situmorang yang akan dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau yang kosong karena pejabat lama pensiun.
 
Adapun pengganti Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan adalah Dedy Siswadi Koordinator pada JAM Intel. Sepeninggal Dedy akan diisi Ade Eddy Adhyaksa kini masih Asisten Pembinaan (Asbin) Kejati DKI Jakarta.

Sementara Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Chuck Suryosumpeno dipromosi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku menggantikan I Gede Sudiatmaja yang dimutasi sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jogjakarta.
 Sementara Kajati Jogjakarta Loeke Larasati Agoestina akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan Chuk Suryosumpeno yaitu Kepala PPA.

BACA JUGA: