JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ladang minyak terbesar di Indonesia Blok Rokan, Riau menjadi rebutan sejumlah pihak menyusul akan berakhirnya masa Production Sharing Contract (PSC) atau kontrak PT Chevron Pacific Indonesia di lapangan tersebut pada 8 September 2021.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengakui akhir tahun lalu, Kementeriannya telah menerima permohonan perpanjangan kontrak dari Chevron. Namun bukan hanya Chevron yang saja telah menyatakan minatnya untuk menjadi kontraktor Blok Rokan.

PT Pertamina (Persero) juga menyatakan berminat mengelola blok tersebut. Bahkan Pemerintah Provinsi Riau juga berminat mengelola Blok Rokan lewat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)nya.

Kendati demikian menurut Archandra pemerintah masih mempertimbangkan dari berbagai aspek. Menurutnya keputusan terkait Blok Rokan harus dibuat hati-hati. Namun prinsipnya yang penting keuntungan untuk negara harus sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

"Kita sedang mengevaluasi, siapa yang terbaik untuk mengelola Blok Rokan. Belum diputuskan apakah BUMD, Pertamina, atau Chevron. Blok ini sangat signifikan, keputusan kita harus prudent, harus melihat dari berbagai sisi," jelas Arcandra, Rabu (17/5).

Seperti diketahui, Indonesia memiliki 2 lapangan minyak raksasa di Blok Rokan, Riau. Yakni lapangan Minas dan Duri. Lapangan Minas adalah lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara. Hingga saat ini telah memproduksi minyak sebanyak 4,5 miliar barel sejak mulai berproduksi pada 1970-an. Bahkan pernah memproduksi hingga 1 juta barel per hari (bph). Kendati dinyatakan telah tua, produksi Minas saat ini mencapai sekitar 45.000 bph.

Sedangkan lapangan Duri, juga masih sebagai lapangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di kawasan Asia Tenggara. Bahkan namanya dikenal karena lapangan ini menghasilkan minyak mentah unik yang dikenal dengan nama Duri Crude.

Diketahui, Chevron telah mengelola Blok Rokan sejak 1971 dengan luas wilayah konsensi sebesar 6.264 kilometer (km) persegi.

Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), lifting dari blok Rokan mencapai 256,4 ribu barel per hari (bph), atau 31,3 persen dari total lifting nasional sebesar 817,9 ribu bph per semester I 2016. Chevron sendiri menargetkan pada tahun ini akan lifting minyak sebesar 228,91 ribu bph. Atau turun 8,79 persen.

PERSAINGAN BERTAMINA DAN CHEVRON - Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan operator Blok Rokan, Riau Sumatera menyusul akan berakhirnya masa kontrak PT Chevron Pacific Indonesia pada September 2021 mendatang.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyebut pemerintah masih menimang-nimang calon yang dianggap layak mengelola Blok Rokan pasca kontrak Chevron.
 
Chevron sendiri telah menyatakan keinginannya untuk melanjutkan kontrak tersebut. Sebelumnya, pada 8 Maret 2017 Presiden Eksplorasi dan Produksi Chevron Asia Pasific Steve W. Green diketahui telah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Pertemuan itu dalam rangka membahas perpanjangan kontrak blok tersebut.

Menurut Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia, Yanto Sianipar pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan kepada pemerintah Indonesia, bahwa Chevron yang telah 90 tahun beroperasi di Indonesia dan ingin meneruskan kerja sama dengan pemerintah.

"Chevron ingin tetap bekerja sama dengan pemerintah untuk menghasilkan energi yang aman, handal dan efisien untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi di Indonesia," katanya.

Keinginan yang sama juga disampaikan PT Pertamina. Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengakui, blok Rokan memang menjadi salah satu incaran Pertamina untuk diambil alih. "(Rokan) termasuk salah satu dalam list," katanya.

Menurutnya meski tergolong blok tua, Blok Rokan masih memiliki potensi yang besar. Blok ini bahkan menjadi penyumbang produksi minyak terbesar di Indonesia. Setidaknya Sepanjang kuartal I tahun 2014, produksi minyak dari blok ini mencapai 230.170 barel per hari (bph).

Untuk itu Pertamina berusaha meyakinkan pemerintah untuk memberikan hak kelola blok tersebut. Salah satunya dengan menjaga tingkat produksi minyak dan gas bumi (migas) agar tidak turun.

"Dengan menjaga tingkat produksi, maka harapannya pemerintah percaya Pertamina sanggup mengelola blok itu," ujarnya Syamsu. (dtc)

BACA JUGA: