JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pertamina memang sukses menguasai 100 persen pengelolaan Blok Mahakam. Hanya saja ternyata bagaimana cara Pertamina membagi share diantara para stakeholder yang akan mengelola Blok Mahakam ke depan pasca dilepas Total E&P Indonesie, ternyata masih menimbulkan silang sengketa.

Kementerian ESDM telah memutuskan untuk tetap memberikan participating interest (PI) pada Inpex dan Total selaku existing operator di Blok Mahakam sebelumnya sebesar 30 persen. Sementara, kepada pemerintah provinsi Kalimantan Timur, Kementerian ESDM memberikan participating interest sebesar 10 persen. Angka inilah yang kemudian menjadi masalah.

Pemprov Kaltim meminta setidaknya mendapatkan PI sebesar 19 persen. Sementara pemerintah bersikukuh di angka 10 persen. Kedua belah pihak pun akhirnya masih terus melakukan tawar-menawar "harga pas" terkait jatah PI pengelolaan Blok Mahakam.

Saking alotnya, pemerintah pusat dan pemprov Kaltim sampai harus melakukan negosiasi hingga lewat tengah malam. Pemerintah pusat yang diwakili Kementerian ESDM, Kamis (25/6) malam bertemu dengan perwakilan Pemprov Kaltim yang diwakili Gubernur Awang Faroek Ishak.

Pertemuan negosiasi tengah malam itu dilakukan di di Hotel Grand Senyiur. Pertemuan dimulai sejak pukul 23.30 dan baru selesai 2 jam kemudian.

KALTIM SAMPAIKAN 10 TUNTUTAN - Usai pertemuan tersebut, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, Gubernur Kalimantan Timur menyampaikan 10 harapan terkait dengan pengelolaan blok migas di Kalimantan Timur, diantaranya menyangkut pembagian interes dalam pengelolaan Blok Mahakam.

"Gubernur Kaltim minta Participating Interest (PI) 19% lebih dari angka maksimal yang tertuang pada Peraturan Menteri ESDM No 15 tahun 2015 sebesar 10%," kata Sudirman usai pertemuan yang berakhir Jumat (26/6) dini hari seperti dikutip setkab.go.id.

Selain itu, lanjut Menteri ESDM, Gubernur Kaltim minta diberikan keleluasaan untuk menentukan mitra yang paling menguntungkan bagi daerah antara pihak swasta dan Pertamina. Selain itu, Pertamina/Pemerintah wajib memprogramkan dan membangun jaringan pipanisasi gas dan pasokan gas kedaerah-daerah di wilayah Provinsi Kaltim khususnya di sentra-sentra industri, termasuk pembangunan jaringan gas untuk rumah tangga di seluruh Kabupaten/Kota Kalimantan Timur.

Menanggapi hal itu Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No 15 tahun 2015 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir kontrak kerjasamanya untuk memberikan kepastian kepada pihak-pihak terkait.

"Negara kita sedang membangun, perlu investor. Gesture kita harus baik kepada dunia investasi, kalau tidak, nanti terjadi nasionalisme masif. Ini tidak baik," ujar Sudirman.

Sementara terkait dengan besaran participating interes (PI) yang dimintakan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur tersebut Sudirman menyatakan berapapun nantinya yang akan disepakati, seluruhnya harus jatuh ke pemerintah daerah. "Prinsip pembahasan adalah dialog," tegas Sudirman.

KALTIM TOLAK PI 10 PERSEN - Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sendiri sudah tegas menyatakan menolak porsi PI alias saham yang hanya 10 persen. Apalagi lokasi keberadaan Blok yang kaya gas bumi ini ada di Kalimantan Timur.

"Saya dengan tegas menolak porsi yang membatasi kepemilikan kita hanya 10%," tegas Awang di Hotel Senyiur Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (25/6).

Awang bahkan menuntut daerahnya menguasai sedikitnya 15% saham di Blok Mahakam yang akan dimulai pada 1 Januari 2018. Saat ini Blok Mahakam masih dikelola oleh Total E&P Indonesie, perusahaan asal Prancis, dan Inpex Corporation, perusahaan asal Jepang.

"Minimal kita harus dapat 15% porsinya, bahkan kalau perlu maksimal 50%," kata Awang yang juga Ketua Asosiasi Dewan Penghasil Migas.

Awang menegaskan pemerintah pusat harusnya mendahulukan porsi pemerintah daerah dahulu, sebelum menawarkan porsi saham ke perusahana lain, apalagi perusahaan asing.

"Harusnya pemerintah daerah dulu yang didahulukan mendapatkan manfaat dari potensi minyak dan gas bumi. Kalau daerah sudah dapat manfaat maksimal, barulah NKRI secara keseluruhan yang dapat. Prioritaskan lah daerah penghasil dulu," katanya.

"Kami sudah ambil keputusan, kami tidak akan pernah mundur semilimeter pun dari keputusan yang saya ambil," tegasnya.

Namun, yang patut diketahui, investasi migas adalah investasi yang tinggi risiko dan tinggi modal. Pertamina saja berencana mengeluarkan investasi untuk mengelola Blok Mahakam US$2,5 miliar per tahun untuk mengelola Blok Mahakam.

Artinya bila Pemprov Kaltim punya saham 10% di Blok Mahakam, BUMD yang ditunjuk harus menyediakan 10% dari US$2,5 miliar per tahun atau sekitar US$250 juta, bila dirupiahkan Rp3,2 triliun/tahun dengan kurs Rp 13.000.

Adakah BUMD atau APBD sebanyak itu? Patut dikhawatirkan, Pemda justu menjual saham tersebut ke pihak swasta atau bahkan ke investor asing. Yang ujungnya manfaat migas dari Blok Mahakam justru tidak dirasakan maksimal oleh rakyat di daerah.

TAK INGIN SEPERTI ACEH - Mungkin saja tak ada BUMD yang sanggup mencari pembiayaan senilai Rp3,2 triliun per tahun untuk pengelolaan Blok Mahakam. Hanya saja, Awang Faroek mengatakan, pihaknya akan menggandeng investor untuk ikut mengelola blok kaya gas itu.

Direktur Utama PT Mandiri Migas Pratama (MMP) Kaltim Hazairin Adha mengatakan, pihaknya ingin pemerintah pusat bisa memberikan kelonggaran, agar pihaknya dapat menggandeng investor atau perusahaan swasta, untuk menyokong pendanaan agar bisa mengelola Blok Mahakam.

PT MMP adalah BUMD Kaltim yang bakal diserahi amanat ikut mengelola Blok Mahakam. "Kami saran, kerjasama harus dengan BUMN (Pertamina) jangan dipaku mati, harus diberi ruang kerjasama kita dengan swasta, karena masing blok-blok kan beda-beda, keekonomiannya beda, ada blok di mana Pertamina itu tertartik. Ada juga blok yang Pertamina itu nggak tertarik, kaya Blok Simaggaris yang hasil produksinya baru 8% dari produksi semestinya. Yang kayak gitu Pertamina nggak mau masuk," ungkapnya.

Hazairin meminta agar dibuka perusahaan (swasta) yang lain kalau ada yang mau masuk. Atau perusahaan lebih diberi keluasaan membandingkan proposal dari Pertamina dan swasta mana yang lebih menguntungkan buat daerah.

"Memang PI ini ide awalnya bagus, tapi praktiknya belum tentu, jadi keleluasaan kita mau bermitra sama siapa saja soal pengelolaan Migas, itu perlu karena masalah kita kompleks," tambahnya.

Awang Faroek sendiri mengaku akan memperjuangkan share saham sebesar 19% itu. Dia mengaku tak ingin Kaltim bernasib seperti Lhokseumawe, Aceh Utara. Daerah yang dulunya kaya gas namun industrinya kekurangan pasokan gas dan rakyatnya masih banyak yang miskin.

"Saya nggak mau Kaltim industrinya kayak Lhokseumawe, gas habis (Kilang Arun) industrinya jadi tutup. Saya nggak mau Bontang kayak Lhokseumawe," kata Awang.

Di Bontang saat ini masih beroperasi kilang LNG seperti Kilang Arun dulu. "Semua gas harus diolah di Kaltim. Makanya saya juga menolak proyek pembangunan pipa gas Kalimantan-Jawa, di mana gas dari Kaltim dikirim ke Jawa. Kita capek berjuang 5 tahun baru dapat gas untuk PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) punya kita," ungkap Awang.

Selain itu, Awang juga meminta aset-aset PT Pertamina (Persero) di Kaltim yang di luar core bisnis Pertamina untuk diserahkan ke Pemda Kaltim untuk dikelola. "Pemerintah harus paksa Pertamina untuk kasih aset yang bukan core bisnisnya ke Pemda. Banyak sekali aset Pertamina di daerah kita, daripada jadi rongsok kasih sajalah ke kita untuk dimanfaatkan. Kayak tanah-tanah Pertamina bisa kita manfaatkan," tutupnya.

PEMERINTAH AKAN BENTUK KOMITE - Menghadapi tuntutan pihak pemprov Kaltim ini, Sudirman Said mengaku pemerintah akan membentuk Oversight Committee (Komite Pengawas) yang akan memfasilitasi pembahasan lanjutan antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan Pertamina. Untuk pembahasan teknis teknis ditargetkan dapat selesai akhir tahun ini yang ditandai dengang ditanda tanganinya kontrak PSC yang baru.

Hanya saja menurut Sudirman Said, pemerintah sudah berbaik hati memberikan share saham sebesar 10 persen kepada pemprov Kaltim. Bagi Kementerian ESDM pemberian saham tersebut justru hadiah bagi daerah.

Pasalnya, selama ini tidak ada aturan yang mewajibkan memberikan saham blok migas ke daerah. Namun, Menteri ESDM Sudirman Said mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015. Sehingga daerah bisa ikut memiliki saham pada Blok Migas di daerahnya.

"Sebenarnya boleh saja Pak Menteri bisa hanya beri 1% saja, itu terserah dia," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, di Hotel Senyiur, Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (25/6).

Wiratmaja mengatakan, artinya, saham 10% yang diberikan ke Pemda Kaltim bisa dikatakan sebagai hadiah dari pemerintah. "Itu kebaikan Pak Menteri kasih daerah (saham Blok Mahakam), semacam hadiah 10%," tambahnya.

Ia menegaskan, bahwa 10% tidak boleh sampai jatuh ke tangan swasta, karena saham tersebut hasilnya nanti harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya kepentingan rakyat di Kaltim, bukan perusahaan swasta apalagi sampai dijual ke perusahaan asing. (dtc

BACA JUGA: