JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal periode melewati beragam masa-masa sulit. Salah satunya imbas perlambatan perekonomian dunia, akibat krisis bankrutnya Yunani, terpuruknya pasar saham China dan menguatnya dollar Amerika.

Salah satu mitra terdekat Indonesia saat ini adalah China. Pemerintah Jokowi nampaknya berharap banyak pada pemerintah China untuk membantu beragam proyek infrastruktur di Indonesia. Tentu saja hal itu disambut baik oleh China yang saat ini juga tengah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. China yang biasanya mendapatkan angka pertumbuhan ekonomi diatas dua digit kini diprediksikan tak lebih dari 7 persen saja.

Tawaran dari Indonesia tentu peluang bagi China untuk menghidupkan kembali pabrik-pabrik bahan baku mereka yang selama ini tak beroperasi optimal akibat turunnya angka pertumbuhan ekonomi. Bagi China tawaran proyek dari Indonesia bak angin segar agar industri mereka kembali bergeliat.

Lobi-lobi pun terus digerakkan kedua pihak. Ketua parlemen China Yu Zhengsheng  pun sampai berkunjung ke Gedung DPR RI hari ini, Jakarta, Senin (27/7) dan diterima oleh Ketua DPR RI, Setya Novanto. Yu Zhengseng tak lagi berbasa-basi langsung membahas mengenai Five Years Plan Of Action For China-Indonesia Comprehesive Strategic Patnership (program program kerjasama yang lebih luas dan kongkrit di berbagai bidang). "Pemerintah juga ingin menjajaki kerjasama antara gagasan Poros Maritim dan Inisiasi Jalur Sutera," ujar Setya pada gresnews.com, Senin (27/7).

Dalam hal investasi, China merupakan mitra dagang utama Indonesia. DPR pun menyambut antusias kesepakatan kerjasama bilateral diantara kedua negara untuk meningkatkan volume perdagangan tahun ini hingga US$ 80 miliar. Tahun lalu volume perdagangan bilateral Indonesia- China mencapai US$ 48,24 miliar. Namun tepatkah langkah pemerintahan Jokowi mengandalkan China untuk mendorong pertumbuhan ekonomi?

SALAH BERGANTUNG KE CHINA? - Bila menilik perkembangan terbaru, langkah pemerintah Jokowi bergantung ke negeri panda sepertinya silap. China pun kini sedang mengalami terbelit masalah serupa dengan Indonesia yakni kena perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ditambah lagi gejolak pasar saham di China masih terus menghantui.

Pasar saham China mengalami koreksi tajam siang hari ini, terjun bebas hingga 8,4 persen. Ini merupakan koreksi terburuknya sejak Juni 2007. Pasar saham negeri tirai bambu sudah terpangkas sejak pembukaan perdagangan pagi tadi, tapi penurunannya baru 2 persen saja pagi tadi.

Siang ini seperti dikutip dari data perdagangan Reuters, Senin (27/7), pasar saham China tiba-tiba anjlok 8,4persen. Sampai sekitar sekitar pukul 14.50 waktu setempat, Indeks Komposit Shanghai jatuh 8,43 persen atau setara 340,64 poin ke level 3.730,27. Tak hanya Indeks Shanghai, Indeks Shenzhen juga turun 7 persen.

Dilansir dari CNN, Senin (27/7), terjunnya bursa saham China terjadi di tengah kekhawatiran soal kesehatan ekonomi China. Laporan kinerja industri yang dirilis Senin mengindikasikan, pabrik-pabrik di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut kehilangan momentum. Laba industri di China turun 0,3 persen sepanjang Juni 2015, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pada Jumat akhir pekan lalu, aktivitas industri manufaktur di China sepanjang Juli 2015 berada di bawah ekspektasi analis. Ini penyebab pasar saham bergerak ekstrem naik-turun dalam beberapa bulan.

Sinyal pertama datang di pertengahan Juni, setelah indeks Shanghai Composite naik lebih dari 5.100 poin, atau 150persen dalam waktu 1 tahun. Saat bubble terjadi, indeks seketika turun 32persen dalam 18 hari perdagangan bursa.

Pemerintah China dan bank sentralnya langsung bereaksi. People´s Bank of China, bank sentral China, langsung memangkas bunga acuan ke level terendahnya, regulator pasar modal melakukan penahanan terhadap IPO baru, dan pelaku short selling diancam penjara.

Regulator pasar saham China, yaitu China Securities regulatory Commission, melakukan pembelian saham menggunakan uang yang dipasok oleh bank sentral. Perusahaan-perusahaan diperbolehkan melakukan suspensi sahamnya sendiri.  Namun kebijakan ini berjalan baik hanya beberapa saat saja untuk kemudian kembali bergerak liar.

Pasar saham China sempat bergerak positif berkat kucuran dana segar 112,3 miliar yuan (Rp 234 triliun) yang digelontorkan ke pasar saham. Dana ini digelontorkan oleh beberapa perusahaan asuransi China, menurut otoritas asuransi setempat. Sebagian dari dana tersebut, setara 57,4 miliar yuan langsung dipakai untuk beli saham, sedangkan 54,8 miliar disuntikkan ke perusahaan investasi.

Injeksi modal ini merupakan upaya pemerintah China meredam gejolak pasar modalnya. Selain ini, pemerintah juga masih punya ´jurus-jurus´ lain yang belum digunakan. "Kemarin, 6 pemain besar asuransi memborong saham dan menempatkan dana di perusahaan asuransi dengan total 15,1 miliar yuan. Nanti angka pastinya akan lebih besar lagi," kata salah satu pejabat Komisi Regulator Asuransi China (CIRC) di media lokal seperti dikutip Reuters, Jumat (10/7/2015).

Otoritas setempat juga sudah menaikkan batas pembelian saham-saham unggulan oleh perusahaan asuransi. Langkah ini diharapkan bisa mengangkat pasar saham China ke zona hijau. Namun sayang sejauh ini resep tersebut ternyata hanya sesaat membuat pasar saham China di zona hijau hari ini terbukti kembali turun hingga 8,4 persen.

PENYEBAB UTAMA, SAHAM SEMU  - krisis saham di China dimulai dari terkoneksinya Pasar Saham Shanghai dan Hong Kong awal tahun ini. Analis menilai koneksi dua bursa ini jadi kesempatan di tengah risiko yang tinggi. Semua berjalan dengan baik, terbukti dengan adanya lonjakan hingga 60persen di Indeks Komposit Shanghai hanya dalam waktu kurang dari enam bulan. Tingginya pertumbuhan saham-saham di China dikhawatirkan menciptakan gelembung atau dikenal dengan istilah bubble.

Memang ini masih prediksi dan jaga-jaga saja, belum ada analis yang melakukan riset mendalam soal bubble di pasar saham China ini. Saking tingginya pertumbuhan, dalam satu bulan terakhir Indeks Komposit Shanghai dan Shenze sudah anjlok sekitar 30 persen.

Pemerintah China juga mengizinkan investor lakukan margin trading, yaitu membeli saham dengan nilai melebihi modal. Uangnya dari mana? Dari pinjaman. Skema seperti ini bukan tanpa risiko. Artinya banyak investor membeli saham bukan pakai uang sendiri tapi pakai utang. Ini menjadi salah satu alasan pasar saham China bisa melonjak tinggi. Setelah bulan lalu saham-saham ini mulai jatuh, semakin banyak investor melepas saham supaya bisa lunasi utangnya. Hal ini yang memicu koreksi tajam sampai perdagangan kemarin.

Analis memprediksi koreksi tajam ini masih akan berlanjut, terutama disebabkan ekonomi China yang melambat yang berimbas ke kinerja emiten.

"Lonjakan saham-saham perusahaan China tidak diiringi dengan fundamentalnya. Penguatannya semu, karena hanya berasal dari borongan saham pakai utang," kata Michael Pento, CEO sekaligus Pemilik Pento Portfolio Strategies, seperti dikutip CNN, Selasa (7/7/2015).

INVESTASI CHINA KESEPULUH - Kendati pemerintah Jokowi berharap banyak pada China tapi investasi yang digelontorkan masih minimalis lantaran kondisi internalnya yang bergejolak. Malaysia yang menempati posisi nomor satu negara dengan investasi terbesar ke Indonesia, nilainya US$ 2,6 miliar. Ini terjadi di sepanjang semester I-2015.

"Berdasarkan realisasi Januari-Juni 2015, ada yang unik semester satu tahun ini. Malaysia menempati posisi nomor satu investasi asing. Nilainya US$ 2,6 miliar atau 18,6persen dari penanaman modal asing (PMA)," jelas Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani di kantor Pusat BKPM, Senin (27/7/2015).

"Malaysia menempati urutan pertama di keran investasi indonesia semester pertama ini, karena ada realisasi investasi besar-besaran di sektor telekomunikasi," kata Franky.

Investasi besar-besaran Malaysia ini dilakukan oleh XL Axiata yang mengganti teknologi besar-besaran dari 3G ke 4G. "Pada tahun lalu di periode yang sama, investasi Malaysia masih US$ 1,776 miliar atau 6,3persen dari total investasi asing. Tapi tahun ini semester satu saja US$ 2,69 miliar," ujar Franky.

Selain telekomunikasi, Malaysia juga investasi besar di sektor perkebunan, jalan tol, hingga industri logam di Indonesia.

Berikut daftar 10 besar negara investor terbesar di Indonesia:

1. Malaysia US$ 2,6 miliar dengan 406 proyek
2. Singapura US$ 2,3 miliar dengan 1.338 proyek
3. Jepang US$ 1,6 miliar dengan 989 proyek
4. Korea Selatan US$ 800 juta dengan 1.026 proyek
5. Amerika Serikat (AS) US$ 600 juta dengan 102 proyek
6. British Virgin Island US$ 442 juta dengan 229 proyek
7. Inggris US$ 424 juta dengan 109 proyek
8. Belanda US$ 413 juta dengan 140 proyek
9. Hong Kong US$ 175 juta dengan 136 proyek
10. China US$ 157 juta dengan 407 proyek 

INDONESIA CUMA DIJADIKAN PASAR CHINA - Perekonomian China memang mencemaskan, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu ini hanya 7 persen saja triwulan I-2015 lantaran lesunya sektor properti dan manufaktur. Maret lalu ekspor China turun sampai 15 persen dan impor merosot 12,7 persen. Sejak November tahun Bank Sentral China telah memotong suku bunga acuan sampai dua kali untuk menggairahkan perekonomian.

China tentu saja tak mau pertumbuhan ekonominya terus melambat. Caranya? Mereka mencari pasar di luar Eropa dan AS. Maka disasarlah Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari 240 juta tentu menjadi pasar potensial buat barang produksi China. Sejak beberapa tahun ini Indonesia sudah menjadi lahan empuk beragam barang China, mulai dari peniti hingga mesin pabrikan.

Apalagi sejak diberlakukannya Perjanjian Perdagangan Bebas Cina-ASEAN (ASEAN-Cina Free Trade Agreement/ACFTA) 1 Januari 2010 lalu. Maklum dengan bea masuk 0 persen, barang-barang China leluasa masuk ke Indonesia.

ACFTA memang membuat China makin bergairah menyerbu pasar Indonesia. Bahkan beberapa perusahaan raksasa China terus hadir dalam berbagai pameran teknologi dan produk China di Indonesia. Hingga saat ini lebih 1.000 perusahaan China beroperasi di Indonesia, baik  bidang infrastruktur, kelistrikan, energi, komunikasi, agrikultural, manufaktur dan sektor lainnya. (Gresnews.com/Agung Nugraha/dtc)

BACA JUGA: