-
Tindakan Andre Rosiade Dinilai Keji, Pemerintah Abai terhadap Kasus Perdagangan Orang
Sabtu, 15/02/2020 17:10 WIBOmbudsman RI Nilai Andre Rosiade Bertindak di Luar Wewenang saat Jebak Pedila
Jum'at, 14/02/2020 22:26 WIBMetode Penjebakan Langgar Hukum Acara Pidana
Kamis, 06/02/2020 14:11 WIBMenangkap Orang Tidak Boleh Sembarangan
Minggu, 28/07/2019 23:59 WIBPasal Karet dan Diskriminatif Munculkan Korban Baru
Jum'at, 17/08/2018 07:21 WIBAgar Korban Perkosaan Tak Jadi Korban Kedua Kali
Rabu, 08/08/2018 12:51 WIBMau Dapat Pembebasan Bersyarat? Beginilah Caranya
Selasa, 27/02/2018 07:30 WIBMasih bingung tentang aturan pembebasan bersyarat di Indonesia? Simak video ini. Penjelasan ringkas dan padat tentang pembebasan bersyarat bagi narapidana.
Pemerintah Inkonsisten Soal Menyelamatkan Warga Negara Dari Pidana Mati
Rabu, 10/01/2018 11:12 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, pemerintah inkonsisten dalam menyelamatkan nyawa warga negara dari pidana mati. "Upaya menyelamatkan nyawa warga negara masih sebatas dalam capaian diplomatik, bukan pengejawantahan pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," kata Direktur Pelaksana ICJR Erasmus A. T. Napitupulu, kepada gresnews.com, Rabu (10/1).
Kritik ini disampaikan ICJR terkait kegiatan Pameran Capaian 3 Tahun Kementerian Luar Negeri di Jakarta pada Selasa (9/1) kemarin. Dalam pernyataan persnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengemukakan beberapa capaian pemerintah era Presiden Joko Widodo yang dianggap penting dan strategis. Salah satu dari banyak capaian yang dipresentasikan Menlu Retno adalah perlindungan warga negara di luar negeri.
Dalam keterangannya, Retno menyatakan bahwa dalam dunia dengan dinamika yang tinggi, upaya perlindungan warga negara di luar negeri memiliki tantangan tersendiri. Selama tiga tahun terakhir, menurut Retno pemerintah terus berupaya menghadirkan negara bagi seluruh rakyatnya, di mana pun berada.
Di antaranya menyelesaikan 9.894 kasus WNI di luar negeri, memfasilitasi pemulangan hampir 50.000 WNI, khususnya pekerja migran, yang menghadapi situasi rentan di luar negeri. Kemudian, mengembalikan hak-hak finansial WNI senilai lebih dari Rp120 miliar, dan membebaskan dua orang sandera dari Filipina Selatan. Selain capain-capain tersebut, salah satu capaian yang cukup menyita perhatian ICJR adalah klaim keberhasilan pemerintah dalam membebaskan 14 WNI dari ancaman hukuman mati.
"Dalam perspektif hak asasi manusia, tentu saja ICJR mengapresiasi capaian dari pemerintah yang diwakili oleh Kemlu tersebut. Membebaskan seseorang dari ancaman pidana mati tentu saja bukanlah pekerjaan mudah, terlebih dalam perspektif negara hal itu dilakukan untuk melindungi warga negara sendiri," terang Erasmus.
Namun, capaian penting keberhasilan Kemlu ini nampaknya dilakukan secara diskriminatif hanya bagi WNI di luar negeri dalam konteks kerja-kerja diplomatik. Dalam catatan ICJR, sepanjang Pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah dilakukan tiga kali gelombang eksekusi mati, yaitu dua gelombang eksekusi pada 2015 dan satu kali eksekusi di 2016. Dari tiga kali gelombang eksekusi itu, pemerintah telah memasukkan 29 nama sdalam daftar terpidana yang akan eksekusi mati.
Sejumlah 18 orang di antaranya telah dieksekusi mati dan sisinya masih menunggu giliran eksekusi di depan regu tembak. Dari 29 nama itu, ada 6 (enam) orang yang merupakan warga negara Indonesia. Dari total 6 (enam) orang WNI yang masuk daftar dieksekusi mati, 3 (tiga) orang dieksekusi mati yaitu Rani Andriani alias Melisa Aprillia, Zainal Abidin dan Freddy Budiman.
Fakta itu belum ditambah dari jumlah terpidana mati yang berada dalam masa tunggu eksekusi mati di Lapas di Indonesia. Berdasarkan data Ditjen PAS Kemenkumham per Oktober 2017, terdapat 165 terpidana mati yang tersebar di Lapas-Lapas di seluruh Indonesia.
Dari angka itu, 111 terpidana mati berkebangsaan Indonesia. Khusus untuk terpidana kasus narkotika, Presiden Joko Widodo telah secara jelas menyatakan akan menolak seluruh permohonan grasi yang diajukan. "Artinya, apabila tidak ada perubahan dari sisi judisial, maka terpidana mati kasus narkotika, sekalipun ber- warga negara Indonesia tidak akan diberi kesempatan hidup oleh presiden, berbeda dengan usaha yang dilakukan pemerintah bagi warga negara di luar negeri," ujarnya.
Apabila melihat penekanan tegas dari pemerintah bahwa melindungi WNI di mana pun berada adalah salah satu fokus pemerintah, maka terlihat inkonsistensi ketika pemerintah malah melakukan eksekusi mati di dalam negeri. Inkonsistensi ini menunjukkan bahwa menyelamatkan nyawa warga negara masih sebatas dalam capaian diplomatik, bukan pengejawantahan pembukaan UUD 1945 yaitu membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Untuk itu, disamping secara tulus mengapresiasi kerja-kerja Kemlu dalam menyelamatkan WNI yang diancam pidana mati di luar negeri, ICJR berharap agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga konsisten dan amanah tanpa diskriminasi dalam melindungi seluruh warga negara Indonesia.
"Bahwa menjadi penting menolak praktik hukuman mati di seluruh dunia, terlebih di dalam negeri sendiri. Pemerintah harus mampu menunjukkan bahwa menyematkan warga negara dan menjamin hak untuk hidup dari setiap warga negara adalah salah satu kewajiban utama negara," pungkasnya. (mag)Remisi dan Pembebasan Bersyarat Hemat Anggaran Ditjen PAS
Jum'at, 22/12/2017 14:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM berpotensi menghemat biaya makan narapidana dan tahanan sebesar Rp 174 miliar sepanjang tahun 2017. Potensi penghematan itu berasal dari anggaran ke biaya narapidana yang tidak terlaksana karena napi itu mendapat pembebasan bersyarat/remisi
"Hal ini berkat penghematan hari tinggal dari program pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), cuti menjelang bebas (CMB) yang dikalikan masing-masing dengan biaya makan narapidana/tahanan rata-rata per hari sebesar Rp14 ribu," kata Sekretaris Ditjen PAS, Sri Puguh Budi Utami, Jumat (22/12).
Utami mencontohkan jika seorang narapidana dipidana tiga tahun penjara kemudian yang bersangkutan berkelakuan baik dan mengikuti program pembinaan dengan hasil baik, maka ia bisa mendapat PB dan hanya menjalani masa pidana dua pertiga dari tiga tahun pidana.
"Yang bersangkutan hanya menjalani dua tahun penjara saja, sisanya selama satu tahun akan dihitung sebagai penghematan hari tinggal di lapas karena ia sudah dibebaskan. Artinya, potensi penghematan negara adalah 360 hari tinggal dikalikan Rp 14 ribu atau sebesar Rp5.040.000," tutur Utami.
Utami menambahkan sejak Januari hingga akhir Oktober 2017, ada 23.653 narapidana yang mendapat PB, 32.351 narapidana mendapat CB, dan 604 narapidana mendapat CMB sehingga diperoleh angka penghematan Rp 174,3 miliar.
Untuk PB, rata-rata hari tinggal yang dihemat sebanyak 360 hari, CMB selama 120 hari, dan CB selama tiga bulan. "Optimalisasi PB, CMB, dan CB selain mengurangi daya tampung lapas/rutan yang berdampak pada lebih cepatnya narapidana bebas, juga memiliki implikasi ekonomi pada potensi penghematan keuangan negara," pungkas Utami seraya menyebut saat ini 526 lapas/rutan Indonesia dihuni sekitar 233 ribu narapidana dan tahanan.
Sebelumnya terungkap, jumlah tahanan/narapidana yang menembus 200 ribuan orang dan membuat anggaran makan mereka membengkak. Triliunan rupiah APBN digelontorkan per tahun untuk memberi makan penghuni LP/rutan, yang sebagian besar adalah pengguna narkotika.
Dalam satu hari, negara memberikan jatah makan Rp15 ribu untuk tiga kali makan. Uang jatah makan Rp15 ribu per hari itu masih dipotong keuntungan pihak katering. Dengan jumlah tahanan dan narapidana 200 ribuan orang, bila dikalikan Rp15 ribu per hari dan dikalikan 365 hari, dalam setahun APBN harus dikucurkan sebesar triliunan rupiah untuk makan tahanan/narapidana.
Tak heran jika revisi PP 99/2012 karena PP 99/2012 mendesak dilakukan. PP tersebut mempersulit pengguna narkoba mendapatkan remisi. Karena salah satu syaratnya harus mendapatkan surat justice collaborator (JC).
"Dengan hanya sebagai pemakai atau pengedar yang juga tidak terlalu jelas detail kategorinya dalam UU Narkotika, amat sulit bagi napi memenuhi syarat jadi JC yang diatur dalam PP 99/2012," kata peneliti Pusako Universitas Andalas Khairul Fahmi, beberapa waktu lalu. (dtc/mag)Enam Rekomendasi Terkait Hukuman Mati
Rabu, 11/10/2017 11:00 WIBSetiap tanggal 10 Oktober, dunia memperingati hari anti hukuman mati internasional, untuk menentang hukuman mati yang merupakan hukuman tidak beradab dan sudah ditinggalkan banyak negara di dunia.
Menakar Konsistensi KPK Terapkan Pidana Korporasi
Sabtu, 15/07/2017 20:36 WIBKPK untuk pertama kali menetapkan PT Duta Graha Indah yang kini menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering sebagai tersangka pidana korporasi karena merugikan negara. Pakar hukum pidana UI Eva Achjani, menilai langkah KPK melakukan pemidanaan korporasi sesuai dengan amanat UU Tipikor.
"Kalau memang masih konsisten terhadap pemberantasan korupsi, kasus-kasus yang melibatkan korporasi harusnya jangan mempidanakan pengurus saja, harus sampai ke perusahaan," ujar Eva, Sabtu (15/7).
Eva menilai, pemidanaan terhadap korporasi adalah sebagai bentuk recovery aset terhadap kerugian negara. Dia mengatakan, pola pemberantasan korupsi jangan terpatok melulu pada hukuman penjara.
"Kalau kita bicara tentang dijeratnya 1 korporasi sebagai tersangka, artinya itu memang ke asset recovery. Dan itu memang sudah harus dilakukan karena untuk mengembalikan kerugian negara," ucap Eva.
Dia juga meminta KPK hati-hati dalam melakukan penyelidikan terhadap kejahatan korporasi. Eva menilai, pidana korporasi memiliki tingkat kesulitan dalam pembuktian.
"Kita harapkan penyidik KPK dengan kualitas penyidik yang bisa dibilang di atas rata-rata mampu mengungkap pidana korporasi ini," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan penetapan PT Duta Graha Indah sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Ini adalah kali pertama KPK mengimplementasikan pidana terhadap korporasi.
Dalam kasus korupsi itu, negara diperkirakan mengalami kerugian Rp 35 miliar. Namun belum diketahui apakah nominal tersebut yang akan ditarget KPK.
PT Duta Graha Indah yang kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) ditetapkan sebagai tersangka korporasi oleh KPK terkait pembangunan Gedung RS Udayana. Terkait penetapan tersangka tersebut, PT NKE akan bersikap kooperatif.
"Sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK, Perseroan akan bersikap kooperatif dan terbuka dalam memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh KPK terkait proses yang sedang berjalan saat ini," ujar Direktur Utama PT Nusa Konstruksi Enjiniring Djoko Eko Suprastowo melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/7).
PT NKE menerangkan KPK tengah melakukan pemeriksaan terkait pembangunan Rumah Sakit Udayana yang mereka kerjakan pada 2009-2010. Status gedung tersebut kini sudah diserahkan kepada pihak Universitas Udayana. Perusahaan sendiri telah melakukan pembenahan dalam tata kelola perseroan.
"Manajemen baru telah melakukan pembenahan dalam penerapan tindakan tata kelola Perseroan guna menciptakan kondisi kerja yang baik, bersih, dan kondusif," kata Sekretaris Perusahaan Djohan Halim.
Jumat (14/7) kemarin KPK memeriksa Sandiaga Uno terkait kasus korupsi pembangunan RS Udayana yang proyeknya dikerjakan oleh PT DGI. Sandiaga sendiri merupakan komisaris di perusahaan ini selama kurun waktu 2007-2012.
Dari surat pemanggilan Sandiaga, tertulis PT DGI berstatus sebagai tersangka dengan surat perintah penyidikan (spindik) tertanggal 5 Juli 2017. Sebelumnya PT Duta Graha Indah tercatat menangani dua proyek pembangunan yang diperkarakan KPK yaitu proyek RS Pendidikan Udayana serta wisma atlet dan gedung serba guna Pemprov Sumatera Selatan. (dtc/mfb)Babak Baru KPK Jerat Korporasi
Jum'at, 14/07/2017 20:42 WIBSebagaimana diketahui, dalam Perma 13 tahun 2016, subjek hukumnya adalah korporasi dan pengurus korporasi. Perma itu juga memberikan beberapa tingkatan hukuman
Soal Pidana Mati, Pemerintah Jangan Langgar Hukum
Senin, 27/02/2017 09:00 WIBTerkait masalah ini, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan pemerintah, hak-hak terpidana mati tidak boleh dikesampingkan.
Argumen Terpidana Tak Boleh Menjadi Calon Kepala Daerah
Jum'at, 25/11/2016 11:00 WIBAtas dasar itu, Margarito menyatakan tidak ada alasan logis untuk menyatakan bahwa Pasal 7 Ayat (2) huruf g UU Pilkada bertentangan dengan prinsip kesamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan yang diatur UUD 45.
Belitan Narkoba di Tubuh Kepolisian
Rabu, 12/10/2016 09:00 WIBSelama ini Polri cenderung tidak transparan dalam memproses anggotanya yang terlibat narkoba, terutama yang berpangkat perwira.