Ilustrasi pengelolaan migas (www.skkmigas.go.id)

JAKARTA - Kendati kondisi internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah bergolak karena polemik tak lolosnya 75 pegawai saat menjalankan tes wawasan kebangsaan, namun tak ada alasan penanganan perkara berhenti di tengah jalan, termasuk kelanjutan penanganan kasus dugaan korupsi investasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk  (PGN) di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah.

Bila kasus itu terhenti maka publik akan bertanya-tanya, padahal di situ ada dugaan potensi kerugian negara yang sangat besar mencapai triliunan rupiah.

"Karena kalau sudah ada hitungan kerugian keuangan negara tidak dapat lagi menghindar untuk tidak mengusut kasus tersebut," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Saiful Anam melalui pesan elektronik kepada Gresnews.com, Jumat (4/6/2021).

Menurut Saiful, akan menimbulkan berbagai pertanyaan di publik bila kasus korupsi PGN tidak ada tindak lanjutnya.



"Sangat melukai harapan publik dan juga merupakan bagian program Menteri BUMN saat ini yakni berkeinginan bersih-bersih di dalam tubuh BUMN," jelasnya.

Apalagi, kasus dugaan korupsi ini sudah terlalu lama dan tidak ada perkembangan yang dapat diketahui oleh publik.

"Saya kira sudah terlalu lama sejak temuan 2019, hingga saat ini belum menunjukkan signifikansi perkembangan penanganan dugaan korupsi di dalam tubuh PGN," tukasnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radi menyampaikan persoalan dugaan korupsi PT PGN itu dilatarbelakangi oleh ketidaksesuaian antara yang diperkirakan dengan kenyataan setelah proyek itu dilaksanakan.

"Permasalahan yang muncul setelah diketahui bahwa cadangan migas di lapangan Kepondang diperkirakan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan," kata Fahmy, panggilan akrabnya, kepada Gresnews.com ketika dihubungi.

Menurut Fahmy, masalah tersebut sebenarnya merupakan hal yang biasa di sektor hulu. "Hanya selisih itu jumlahnya terlalu besar hingga mencapai hampir sekitar Rp1 triliun, yang patut diduga ada unsur kesengajaan mengarah pada tindak pidana. Untuk memastikannya, perlu ada pengusutan, baik oleh BPK maupun KPK," pungkas Fahmy.

Sementara perkembangan terbaru dari KPK saat ini, Direktur Penuntutan (Dirtut) KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyatakan akan mengecek dulu  ke Direktur Penyelidikan.

"Saya coba cek ke dir lidik," kata Fitroh melalui pesan elektronik kepada Gresnews.com.

Namun, Fitroh juga meminta untuk menghubungi Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri untuk penjelasannya.

Gresnews.com sudah mencoba menghubungi Ali via telepon maupun Whatsapp sejak beberapa hari lalu hingga saat ini. Namun belum juga ada konfirmasi maupun jawaban yang dikirim ke Gresnews.com.

Fitroh menyampaikan perkembangan terakhir saat ini mengenai dugaan korupsi PT PGN masih sama dengan yang terakhir diterima oleh Gresnews.com. Berkas perkara belum sampai pada penuntutan.

"Berkas belum sampai ke penuntutan karena prosesnya masih lidik," tandasnya.

Seperti yang diberitakan oleh Gresnews.com bahwa investasi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) melalui anak usahanya PT Saka Energi Indonesia (PT SEI) di Lapangan Kepodang Blok Muriah, Jawa Tengah, diduga merugikan keuangan negara sekitar US$70 juta (hampir mencapai Rp1 triliun).

Jumlah kerugian negara tersebut diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar US$101,05 juta dan nilai akhir investasi pada Laporan Keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar US$31,78 juta.

Hal itu berdasarkan temuan hasil penelusuran ke berbagai sumber dan pendalaman dokumen yang dilakukan oleh Gresnews.com sejak beberapa waktu lalu.

Menurut pemberitaan, Petronas Carigali Muriah Limited—operator Wilayah Kerja—menyatakan Lapangan Kepodang hanya memiliki cadangan di bawah prediksi awal, yakni sebesar 30%–35% dari rencana pengembangan (Plan of Development/PoD). Temuan tersebut didapat dari pengeboran delapan sumur yang menunjukkan cadangan di Lapangan Kepodang telah habis pada 2017.

Sedangkan untuk wilayah Kerja Blok Muriah adalah Lapangan Kepodang seluas 2.823 kilometer persegi di Lepas Pantai Laut Jawa sekitar 200 kilometer Timur Laut Semarang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Saat itu, PGN telah mengakuisisi 20% Participating Interest (PI) dari Sunny Ridge Ltd. pada 2014 melalui anak perusahaan yang khusus didirikan untuk investasi hulu yakni PT SEI. Dugaan adanya ketidakcermatan penentuan nilai valuasi akuisisi 20% PI Lapangan Kepodang yang berakibat kerugian investasi tersebut, menurut sumber Gresnews.com, telah dilaporkan kepada penegak hukum.

Adapun kegiatan investasi hulu di Lapangan Kepodang Blok Muriah dilakukan pada sekitar 2014. Pada saat itu, tercatat Direktur Utama PGN (2008-2017) dijabat oleh Hendi Prio Santoso yang saat ini menjadi Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR).

Kasus itu berawal pada 2010, ketika Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2010-2020 ditetapkan, yang salah satunya dianggarkan akuisisi terhadap Blok Muriah melalui PI Sunny Ridge Ltd. sebesar 20% senilai US$100 juta. Kas internal PGN tahun 2011 yang dialokasikan untuk proyek tersebut sebesar US$250 juta.

Kemudian pada 2013, barulah Direksi PGN menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT SEI untuk periode 2014, yang di dalamnya memuat anggaran investasi di Blok Muriah dengan PI 20% sebesar US$49 juta. Pada 2014, anggaran itu ‘dikoreksi’ menjadi US$108,53 juta. Pada Juli 2014, diteken Keputusan Direksi untuk investasi pada Blok Muriah dengan transaksi pada harga perkiraan pembelian US$45 juta.

Kemudian pada Oktober 2014, ditandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) antara Sunny Ridge Offshore M Limited dan Saka Energi Exploration Production (EP) B.V.

Selanjutnya pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura. Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura.

Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, Deloitte melakukan valuasi terhadap rencana akuisisi Blok Muriah melalui PI 20%. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini lapangan Kepodang telah berhenti produksi.

Aksi korporasi yang dilakukan oleh PGN melalui akuisisi PI 20% mengakibatkan perubahan komposisi pengelola wilayah kerja yang sebelumnya pada tahun 2011, 80% saham dikuasai PC Muriah Ltd. dan 20% Sunny Ridge Group; pada tahun 2015, 80% dikuasai PC Muriah Ltd. dan 20% dikuasai Saka Energi Muriah Ltd. Ketika diakuisisi, lapangan itu mulai berproduksi dimulai pada Agustus 2015.

Bila merujuk aturan perusahaan, seharusnya perusahaan mempertimbangkan beberapa risiko, misalnya adanya ketidakstabilan harga, ketidakstabilan cadangan, dan potensi kerugian finansial.

Selain itu, setiap pengambilan keputusan di semua tingkatan, termasuk di lingkungan PGN, harus memahami dan mengelola risiko secara efektif,” demikian tercantum dalam sebuah dokumen.

Kemudian menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 Jo. PP Nomor 55 Tahun 2009 mengatur kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (Participating Interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana.

Menurut dokumen, pelaksanaan akuisisi cenderung tidak cermat, valuasi eksternal baru dilakukan setelah completion sales purchase agreement, estimasi internal memperkiraan nilai valuasi hanya sekitar US$40juta, nyatanya realisasi yang harus dibayar PGN jauh melebihi angka itu. Selain itu, pengalihan PI kepada PT SEI dari Sunny Ridge selaku PI 20% operator Muriah PSC pada tahun 2014, diduga dilakukan tanpa persetujuan Menteri ESDM. (G-2)








BACA JUGA:
.