JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Ketua Unit Layanan Pengadaan Badan Keamanan Laut (ULP Bakamla), Leni Marlena dan anak buahnya, Juli Amar Maruf merugikan keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi proyek Backbone Coastal Surveillance System tahun 2016.

Tim Jaksa KPK Sisca Carolina Karubun menyebut Leni dan Juli bersekongkol memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan keuangan negara.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp63,8 miliar," kata Jaksa Sisca Carolina Karubun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, yang diikuti Gresnews.com, Kamis (22/4/2021).

Jaksa Sisca menjelaskan Juli dan Leni selain memperkaya diri sendiri, turut memperkaya Rahardjo Pratjihno selaku pemilik PT CMI Teknologi mencapai Rp60,3 miliar. Kemudian, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar.



Jaksa Sisca mengatakan kerugian negara itu terbukti setelah KPK menerima laporan hasil Audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dalam menjalankan proyek BCSS di Bakamla RI.

"Kerugian itu dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor SR-804/D5/02/2019," ujarnya.

Yakni sesuai Laporan Hasil Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang Terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia tahun Anggaran 2016 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Berikut uraiannya, pada April 2016, Kepala Bakamla, Arie Soedewo didampingi staf khusus Ali Fahmi dan Kepala Kantor Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) melakukan pertemuan dengan Direktur PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno untuk pengadaan BCSS Bakamla.

Namun rencana pengadaan BCSS tersebut belum dianggarkan di APBN tahun 2016 maka Arie Soedewo memerintahkan bawahannya untuk berkoordinasi dengan Rahardjo Pratjihno dalam penyusunan KAK yang akan dijadikan dasar tambahan anggaran untuk pengadaan BCSS sekitar Rp 400 miliar dalam usulan DIPA Bakamla pada APBN-P tahun 2016.

Arie Soedewo pun menunjuk dan menetapkan tim kelompok kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan ketua Leni Marlena pada 16 Juni 2016. Lalu pada akhir Juni 2016, anggaran paket pengadaan BCSS ditampung dalam DIPA Bakamla pada APBN-P TA 2016 dengan pagu anggaran senilai Rp400 miliar.
Namun masih diberi tanda bintang sehingga belum bisa digunakan karena membutuhkan persetujuan lebih lanjut dari Kementerian Keuangan.

Pada 8 Oktober 2016 ada pertemuan di kantor PT CMI Teknologi, disepakati penyesuaian nilai pengadaan menjadi sebesar Rp170.579.594.000. Tidak ada item pekerjaan karena akan disusun oleh pihak PT CMI Teknologi.

Hasil pertemuan DRM tersebut dituangkan oleh terdakwa dan Leni Marlena dalam Berita Acara Negosiasi tanggal 10 Oktober 2016 dengan Lampiran yang dibuat oleh PT CMI Teknologi berupa rincian harga dan item pekerjaan yang telah disesuaikan dengan nilai pengadaan.

"Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang mengatur tentang perubahan nilai HPS hanya dapat dilakukan ULP sebelum proses lelang," ujarnya.

Singkatnya, adanya modus dengan menaikan harga sehingga terjadi kemahalan harga mencapai Rp 63miliar lebih dari selisih uang yang diberikan kepada rekanan Bakamla yakni PT CMI Technologi sebesar Rp133 miliar lebih.

Akibat perbuatan kedua terdakwa dinilai telah menguntungkan Dirut PT CMI Technologi Rahardjo Pratjihno sebesar Rp60 miliar dan Ali Fahmy selaku staff Kabakamla Erie Sadewo sebesar Rp3 miliar.

Juli Amar dan Leni Marlena didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup.

Atas dakwaan tersebut Juli Amar Ma`ruf menyatakan tidak mengajukan eksepsi. Namun Leni Marlena beserta penasihat hukumnya menyatakan keberatan dan mengajukan eksepsi. (G-2)








BACA JUGA:
.