JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Muhammad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq, Alamsyah Hanafiah menegaskan bahwa penangkapan dan penahanan kliennya tidak sah karena polisi tidak memiliki dua alat bukti yang cukup. Polisi telah menetapkan Rizieq Shihab sebagai tersangka yang dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.

"Menyatakan Surat perintah penangkapan Nomor : SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2020, adalah tidak sah menurut hukum," kata Alamsyah Hanafiah di Persidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (8/3/2021).

Kemudian, dia juga meminta agar majelis hakim menyatakan Surat perintah penahanan nomor : SP.Han/2118/XII/2020/Ditreskrimum, tanggal 12 Desember 2020, adalah tidak sah menurut hukum.

"Memerintahkan kepada termohon untuk mengeluarkan pemohon dari rutan tahanan negara Polda Metro Jaya Cq rumah tahanan Bareskrim Polri setelah putusan ini dibacakan," jelasnya.



Seperti diketahui, gugatan praperadilan Habib Rizieq sendiri kali ini diketahui merupakan gugatan kedua yang diajukan. Sebelumnya, Habib Rizieq juga sempat mengajukan praperadilan tapi ditolak oleh hakim.

Kali ini Habib Rizieq mengajukan permohonan praperadilan atas penahanan dan penangkapannya dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Praperadilan ini didaftarkan pada nomor 11/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel. Pihak termohon adalah Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.

Pengacara Habib Rizieq, Alamsyah, mengatakan kasus Habib Rizieq merupakan pelanggaran protokol kesehatan. Namun, menurutnya, Habib Rizieq justru dikenai Pasal 160 KUHP, yang mengatur penghasutan.

Sebelumnya, Alamsyah mengatakan dalam persidangan bahwa termohon telah menetapkan pemohon sebagai tersangka dan bahkan termohon menerbitkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Penahanan atas diri pemohon, padahal termohon tidak ada/tidak memiliki dua alat bukti yang sah untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka.

Kemudian, tindakan dan perbuatan termohon tersebut adalah di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menentukan untuk menetapkan seseorang berstatus tersangka minimal harus ada dua alat bukti yang cukup atau ada dua alat bukti yang sah.

Alamsyah menambahkan ternyata secara fakta hukum termohon belum menemukan dua alat bukti yang sah tersebut. Seperti surat panggilan Nomor : S.Pgl/8767/XI/2020/Ditreskrimum tertanggal 29 November 2020, dan Surat Panggilan yang kedua Nomor : S.Pgl/8821/XII/2020/Ditreskrimum tertanggal 2 Desember 2020.

Pemohon tidak dapat memenuhi panggilan sebagai saksi lantaran dalam masa pemulihan dari sakit.

Selain itu, termohon belum pernah menyita alat bukti dari pemohon serta termohon juga belum pernah memanggil dan memeriksa saksi-saksi yang lainnya yaitu, saksi-saksi yang terkait dan ada hubungannya dengan pasal-pasal yang disangkakan Pasal 160 KUHP, Pasal 216 KUHP, Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan kepada pemohon.

Akan tetapi secara tiba-tiba tanpa dasar hukum yang jelas termohon langsung mengumumkan kepada mass media, bahwa pemohon ditetapkan sebagai tersangka dan bahkan termohon menerbitkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Penahanan atas diri pemohon.

"Padahal termohon pada tanggal 12 Desember 2020, belum pernah menyita alat bukti dari pemohon. Maka Surat Perintah Penangkapan dan Surat Penahanan yang diterbitkan oleh termohon atas diri pemohon menjadi tidak sah," jelas Alamsyah.

Menurutnya, surat perintah penangkapan Nomor. SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum. Tanggal 12 Desember 2020. Atas diri pemohon adalah tidak sah, karena mengandung cacat hukum, dan tidak sesuai dengan hukum administrasi yang diatur dalam KUHAP dan juga melanggar Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 6 Tahun 2019, tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Akan tetapi dalam perkara a quo kenyataanya secara Fakta Hukum termohon telah menyimpang dari ketentuan KUHAP dan Peraturan Kapolri dalam hal menerbitkan Surat Perintah Penangkapan atas diri Pemohon No.SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum. Tanggal 12 Desember 2020. Dan Surat Perintah Penahanan atas diri pemohon No.SP.Han/2118/XII/2020/Ditreskrimum, tanggal 12 Desember 2020. Sementara termohon melakukan penangkapan dan penahan tersebut dengan cara menggunakan dua Surat Perintah Penyidikan.

Padahal sangat jelas diatur dalam KUHAP dan dalam Peraturan Kapolri sebagaimana tersebut diatas, bahwa untuk menerbitkan Surat Perintah Penangkapan maupun Surat Perintah Penahanan atas diri seseorang “hanya” dilandasi dengan satu Surat Perintah Penyidikan.

Sedangkan dalam perkara ini termohon untuk melakukan Penangkapan maupun Penahanan atas diri pemohon “dengan cara” menggunakan atau didasari dengan dua Surat Perintah Penyidikan. Yaitu : Surat Perintah Penyidikan atas nama diri pemohon selaku tersangka, Nomor : SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum, tanggal 26 November 2020; dan Surat Perintah Penyidikan atas nama diri pemohon selaku tersangka, Nomor: Sp.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum, tanggal 9 Desember 2020.

Oleh karena itu yang mengakibatkan kausalitas Surat Perintah Penangkapan atas nama diri pemohon. Nomor : SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum. Tanggal 12 Desember 2020, atas diri pemohon dan Surat Perintah penahanan atas nama diri pemohon Nomor: SP.Han/2118/XII/2020/Ditreskrimum. Tanggal 12 Desember 2020, diterbitkan atas dasar dua surat perintah penyidikan adalah menjadi tidak sah menurut hukum," tukasnya.

Usai persidangan, Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Hengky mengatakan praperadilan ini sebenarnya sudah dibuktikan pada sidang praperadilan pertama. Dia menyebut inti dari sidang praperadilan kedua ini sama dengan sebelumnya.

"Perlu kami jelaskan bahwa permohonan dari pemohon menyangkut masalah surat perintah penangkapan dan penahanan ya, sudah diuji pada praperadilan yang beberapa bulan lalu, sudah diputus pada bulan Januari 2021 lalu dan sekarang mereka mengajukan keberatan kembali masalah penangkapan penahanan, berkaitan dengan itu surat perintah penyidikan yang ada disampaikan keberatan dari termohon," kata Hengky.

Menurutnya, saat ini kasus yang menjerat Rizieq sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Baik itu barang buktinya maupun tersangka.

"Perlu kami sampaikan itu adalah hak mereka menyampaikannya, kami selaku termohon sudah menyiapkan jawaban kami dan sudah kami sampaikan tadi dan perlu diketahui juga kasus perkara tersebut sudah diuji dan kasusnya sudah P21, sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan ya dan sudah dilimpahkan oleh penyidik namanya tahap dua, pelimpahan tersangka dan barang bukti," imbuhnya. (G-2)








BACA JUGA:
.