JAKARTA - Tim Pengacara atau Advokat Korban Tragedi 7 Desember 2020 mengkritik konstruksi peristiwa yang dibangun oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) terkait peristiwa tembak menembak antara aparat polisi dengan enam anggota FPI diambil dari sumber informasi satu pihak.

"Menyesalkan konstruksi peristiwa yang dibangun Komnas HAM RI, terkait peristiwa tembak menembak, yang sumber informasinya hanya berasal dari satu pihak, yaitu pelaku," kata anggota Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 M. Hariadi Nasution melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Senin (11/1/2020).

Hariadi mengapresiasi respons cepat dari Komnas HAM melakukan penyelidikan atas peristiwa tragedi 7 Desember 2020 di Karawang, yang menyebabkan hilangnya nyawa enam korban warga sipil.

Namun, Hariadi menilai Komnas HAM RI terkesan melakukan `jual beli nyawa` yaitu pada satu sisi memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap dua korban lewat konstruksi narasi tembak menembak yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan. Karena selain hanya dari satu sumber, juga banyak kejanggalan dalam konstruktsi peristiwa tembak menembak tersebut.



"Pada sisi lain Komnas HAM RI `bertransaksi nyawa` dengan menyatakan 4 orang sebagai korban pelanggaran HAM," cetusnya.

Dia menyesalkan hasil penyelidikan yang hanya berhenti pada status pelanggaran HAM dan rekomendasi untuk menempuh proses peradilan pidana terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut.

"Bila Komnas HAM RI konsisten dengan konstruksi pelanggaran HAM, maka seharusnya Komnas HAM RI merekomendasikan proses penyelesaian kasus tragedi 7 Desember 2020 di Karawang lewat proses sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Karena menurut kami peristiwa tragedi 7 Desember 2020 yang terjadi di Karawang, adalah jelas Pelanggaran HAM Berat," tegasnya.

Hariadi menuturkan atas penyampaian sikap dan pendapatnya itu merupakan hak yang dilindungi oleh UUD 1945 sesuai tugasnya.

"Tim Advokasi 7 Desember 2020 atas peristiwa tragedi 7 Desember 2020 di Karawang yang merupakan bagian hak berpendapat kami yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945 sesuai tugas kami sebagai advokat," ujarnya.

Sebelumnya Komnas HAM telah memaparkan hasil akhir temuan mereka terhadap insiden tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Salah satu kesimpulan, ada insiden ini merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara FPI dengan petugas kepolisian.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dari hasil investigasi langsung ke lapangan terkait insiden tewasnya anggota laskar FPI ditemukan barang bukti antara lain selongsong peluru dan pecahan bagian mobil.

Komnas HAM juga menggelar uji balistik terhadap selongsong yang mereka temukan di lokasi. "Ada dua selongsong peluru yang diduga merupakan senjata rakitan milik anggota FPI. Selain itu, ada juga tiga selongsong peluru yang diduga milik anggota polisi," kata Anam yang merupakan Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM, dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).

Ia menjelaskan proses uji balistik ini sangat terbuka, melibatkan masyarakat sipil dan ahli. Bahkan, Komnas HAM juga menguji dengan menembakkan salah satu senjata tersebut.

Anam mengatakan, Komnas HAM juga sudah menemui beberapa saksi. Salah satunya saksi yang ada di Sentul, Bogor. Sebelumnya, salah satu perumahan di Sentul diduga menjadi tempat tinggal sementara Rizieq Shihab.

Dari penggalian di Sentul ini, Anam mengatakan ada saksi yang melihat mobil sudah mulai mengintai lokasi tersebut. Pengintaian ini, kata Anam, sebelum insiden penembakan terjadi. "Diduga mobil milik petugas," kata Anam

Anam mengatakan Komnas HAM juga bertemu dengan saksi yang melihat empat laskar FPI dikeluarkan dari dalam mobil dalam keadaan hidup. Beberapa di antaranya tidak diborgol.

Dalam temuannya, Komnas HAM membagi dua konteks dalam tewasnya enam anggota laskar FPI. Konteks pertama, dua anggota laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Tol Jakarta-Cikampek Km 49.

Konteks kedua, tewasnya empat anggota laskar FPI lainnya yang disebut masuk pelanggaran HAM. "Terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian juga ditemukan tewas," ujar Anam.

Selain itu, ada saksi yang tahu bahwa polisi menyuruh orang-orang menghapus rekaman penangkapan di rest area KM 50 tol Cikampek. "Petugas mengatakan penangkapan ini terkait narkoba," kata dia.

Anam mengatakan Komnas juga memeriksa rekaman suara atau voice note yang beredar. Dari hasil pemeriksaan voice note ini, Komnas mendapat skema perjalanan dari Sentul sampai ke gerbang tol Karawang Timur.

Setelah melakukan crosscheck voice note sembari melihat titik-titik di lapangan terdapat konteks kesempatan mobil FPI menjauh dari petugas, namun malah mengambil tindakan menunggu mobil petugas.

Anam mengungkapkan antara mobil laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab dan mobil polisi sempat berjarak saat keluar dari pintu Tol Karawang Timur. Dua mobil laskar FPI kala itu memiliki kesempatan untuk menjauh, tapi justru memilih menunggu.

Menurutnya, fakta tersebut berperan penting dalam rangkaian peristiwa Km 50. Sebab, menurut Choirul, peristiwa menunggu tersebut menjadi pemicu kasus Km 50 yang menewaskan 6 laskar FPI. 

Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dibawa ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana. Kemudian, Komnas HAM juga meminta penegakan hukum untuk orang-orang yang ada di dalam 2 mobil Avanza. (G-2)








BACA JUGA:
.