JAKARTA - Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto ternyata berpura-pura hendak membantu PT Asuransi Jiwasraya memanfaatkan kedekatannya dengan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo. Joko menggunakan cara culas seolah-olah ingin membebaskan Jiwasraya dari kebangkrutan namun faktanya justru malah menyebabkan kerugian yang semakin besar.

"Perbuatan korupsi tersebut sudah dilakukan dalam waktu yang cukup panjang yaitu 10 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tipikor Jakarta yang dihadiri Gresnews.com, Senin (12/10/2020), saat pembacaan putusan.

Hakim juga menyatakan Joko sebagai advisor PT Maxima Integra berdasarkan fakta hukum telah menerima sesuatu akibat pengelolaan investasi Jiwasraya, yakni uang sejumlah yang diperkirakan sebesar Rp2 miliar, yang diberikan oleh Heru Hidayat dan Piter Rasiman secara bertahap tanpa tanda terima. Menurutnya, perbuatan itu baru berhenti setelah adanya pergantian jajaran direksi, yang mana kemudian, jabatan terdakwa sebagai advisor PT Maxima Integra dinilai hanya untuk mempermudah Joko dalam melakukan aksinya.

Perbuatan Joko juga dinilai merusak dunia pasar modal, menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi, serta menyebabkan kerugian langsung terhadap masyarakat, khususnya nasabah asuransi.



Majelis hakim pun mengganjarnya dengan hukuman penjara seumur hidup. Joko terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun.

Hal lain yang menjadi pertimbangan hakim yang memberatkan bagi terdakwa adalah tidak merasa menyesal dan tidak menyesali perbuatannya. Sehingga kendati bersikap sopan dalam sidang dan sebagai kepala keluarga terhapus oleh keadaan yang memberatkan yang ada pada diri terdakwa.

Kemudian, hakim memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Selain itu, menetapkan barang bukti berupa barang bukti yang disita dalam perkara-perkara yang terakhir dikembalikan kepada jaksa penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara Hendrisman Rahim.

Selain Joko, vonis yang sama juga dijatuhkan pada ketiga mantan petinggi Jiwasraya. Mereka adalah Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya; Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya; dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.

Hendrisman sudah cukup lama berkecimpung di industri asuransi dengan latar belakang pendidikan pun di bidang asuransi. Mengutip dari laman resmi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Selasa (13/10/2020), pria kelahiran 18 Oktober 1955 ini merupakan lulusan Jurusan Matematika Universitas Indonesia (UI).

Lulus dari UI, Hendrisman langsung melanjutkan pendidikannya hingga mendapatkan gelar Master of Art dalam bidang Aktuaria dari Ball State University, Muncie, Indiana, Amerika Serikat (AS). Ia kemudian memulai kariernya di industri asuransi sebagai Calon Pegawai Negeri Bagian Servis dan Analis di INDORE dan pada tahun 2000-2008 menjadi Direktur Utama ReINDO.

Lalu, Hendrisman menjabat sebagai Direktur Utama sejak 15 Januari 2008. Ia sempat juga menjabat sebagai Komisaris Utama Asrinda Arthasangga Reinsurance Broker. Ia juga sempat mengemban posisi sebagai Direktur Utama PT Reasuransi Internasional Indonesia.

Selain berkarier di industri asuransi, pria kelahiran Palembang ini juga aktif di berbagai organisasi asuransi seperti AAJI, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), Majelis Persatuan Aktuaris Indoensia (PAI), serta Yayasan Asuransi Indonesia (YAI).

Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2018, Hendrisman memiliki harta sebanyak Rp17.354.585.093. Bila dirinci, aset Hendrisman berupa empat properti yang tersebar di Tangerang, Bekasi, dan Jakarta Pusat. Total aset propertinya senilai Rp3.863.079.000.

Lalu, Hendrisman punya delapan kendaraan mewah, terdiri dari lima mobil mewah dari bermacam pabrikan dan tiga motor gede. Total kendaraan mewah miliknya senilai Rp2.850.000.000.

Harta Hendrisman lainnya berupa aset bergerak senilai Rp700.000.000, surat berharga sebanyak Rp3.319.635.000, lalu ada simpanan senilai Rp5.971.871.093, dan harta lainnya sejumlah Rp650.000.000.

Sementara itu rekam jejak Hary di Jiwasraya terbilang cukup lama. Ia mulai menjabat sebagai Direktur Keuangan sejak Januari 2008. Lantaran kinerjanya dianggap baik dalam menyehatkan perseroan, Hary kembali ditunjuk menjadi Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2013-2018.

Sebelum berkarier di Jiwasraya, lulusan Pittsburg State University Amerika Serikat (AS) ini telah lama malang-melintang di berbagai perusahaan. Ia meniti karier di sejumlah perusahaan keuangan seperti PT Trimegah Securities Tbk hingga Lautandhana Investment Management.

Bahka Hary ternyata juga sempat masuk dalam lingkaran Istana, pernah menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP). Ia menjabat sampai masa tugas KSP berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Berdasarkan data LHKPN, Hary tercatat memiliki kekayaan senilai Rp37.907.422.262. Salah satu aset propertinya ada di Tangerang Selatan senilai Rp1.000.000.000.

Hary juga memiliki sembilan kendaraan mewah, tiga di antaranya adalah motor gede sisanya mobil mewah dari berbagai pabrikan. Jumlah aset kendaraan mewah ini senilai Rp7.155.000.000.

Selain itu, Hary juga memiliki aset bergerak senilai Rp1.159.000.000, ada juga surat berharga sebesar Rp15.273.731.920. Hary juga punya simpanan senilai Rp5.547.752.377 dan harta lainnya sejumlah Rp8.095.000.000. Hary juga punya utang Rp323.062.035. (G-2)








BACA JUGA:
.