Menteri BUMN Rini Soemarno mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Rapat itu membahas penyampaian surat Menteri BUMN tentang pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk lima BUMN. (ANTARA)

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejutan muncul dalam rapat paripurna pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 pekan lalu saat anggota DPR menolak usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk 23 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal proses pemberian PMN untuk BUMN telah bulat disetujui fraksi di Komisi VI DPR RI selaku mitra kerja Kementerian BUMN.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana menyayangkan sikap fraksi-fraksi Komisi VI DPR RI yang awalnya sepakat memberikan PMN namun berbalik arah saat sidang paripurna. Jika semua fraksi berbalik arah menolak PMN, tentunya Komisi VI DPR RI kerepotan untuk mempertahankan PMN dalam sidang paripurna.

Padahal, ide pemberian PMN berasal dari pembahasan Panja PMN oleh Komisi VI DPR RI, dimana para fraksi memberikan pendapatnya. Kemudian para fraksi menyetujui hasil panja PMN tersebut. Artinya suara fraksi dari anggota Komisi VI DPR RI merupakan cerminan dari suara-suara fraksi di DPR.

Menurutnya beberapa catatan para fraksi dalam Sidang Paripurna agar PMN diberikan untuk kesejahteraan rakyat. Namun patut dipertanyakan catatan tersebut sebab dalam pembahasan APBN tersebut dana untuk kesejahteraan rakyat sudah ada bagiannya, Kartu Indonesia Sehat (KIS) sudah ada bagiannya, sedangkan untuk dana BUMN sudah ada bagiannya. Disatu sisi, dana PMN yang diberikan kepada perusahaan BUMN untuk memperkuat program Nawacita Presiden Joko Widodo, dimana peruntukkannya memperkuat infrastruktur melalui BUMN karya dan memperkuat sektor pangan melalui Perum Bulog.



Seharusnya, lanjut Azam fraksi-fraksi yang berbalik arah menyatakan tidak setuju sejak pembahasan PMN di Komisi VI DPR RI, bukan pada saat sidang paripurna. Apalagi fraksi-fraksi yang tidak setuju adalah fraksi-fraksi pendukung pemerintah. Padahal fraksi-fraksi yang diluar pemerintah mempertimbangkan dan mendukung kepentingan pemerintah.

"Itu kan memalukan diri sendiri, menjadi sia-sia. Buat apa kita (Komisi VI DPR RI) membuang-buang waktu sampai dua minggu membahas PMN. Tapi kenapa partai-partai pendukung pemerintah malah tidak menyetujui. Kan menjadi aneh," kata Azam.

DASAR PENOLAKAN PMN - Salah satu motor penolakan pemberian PMN adalah anggota DPR RI dari Fraksi PAN Sungkono. Langkah Sungkono dengan membawa suara Fraksi PAN menolak PMN, membuat kebanyakan anggota Komisi VI tercengang, mengingat PAN baru saja bergabung dengan koalisi partai pemerintahan Jokowi-JK.

Sungkono yang berlatar pengusaha rupanya cukup jeli melongok tujuan pemberian PMN pada BUMN seperti menggarami laut. Dalam sebuah kesempatan di Komisi VI, ketika pembahasan PMN, ia sempat mengeluarkan pernyataan menohok bahwa BUMN kita ini kalau perusahaan swasta, pasti sudah bangkrut.

Ia punya pandangan kritis terhadap annual report BUMN yang bermitra dengan komisi VI hingga menolak PMN sebesar Rp 40 triliun itu diberikan kepada BUMN pada RAPBN 2016. Menurut Sungkono, dari skema penggunaan PMN oleh BUMN, rata-rata digunakan untuk restrukturisasi utang. Bukan untuk penguatan struktur modal untuk menaikkan leverage perusahaan agar ebih ekspansif dalam aksi korporasinya.

Ada BUMN calon penerima PMN yang rugi dari tahun ke tahun. Dan kerugian itu karena lemahnya pengendalian internal serta entitas bisnis anak usaha yang selalu merugi karena merambah jalur usaha lain yang bukan core bisnisnya.

Kritikan pedas ia lontakan lantaran sumber anggaran PMN ini dari uang rakyat (APBN), tidak bisa digunakan untuk BUMN yang bangkrut tapi gaji direksinya puluhan bahkan ratusan juta. Lagi pula penyerapan PMN pada APBN-P 2015 baru Rp 7,19 triliun. "Lalu untuk apa suntikan modal tambahan itu bila PMN tahun ini saja belum terserap dan terukur manfaatnya bagi rakyat?" ujarnya.

TAK PENGARUHI KINERJA BUMN - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana menyatakan penundaan pemberian PMN juga tidak berpengaruh kepada kinerja BUMN. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum mempunyai uang untuk memberikan dana PMN yang berasal dari APBNP 2015 kepada perusahaan BUMN.

Dia menambahkan jika dalam sidang paripurna beberapa waktu yang lalu agar PMN dibahas kembali dalam APBNP, belum tentu pemerintah memiliki uang. "Toh mau disetujui di paripurna, mau disetujui dalam APBNP, uangnya kan belum ada juga. Jadi pengaruhnya juga tidak ada," kata Azam kepada gresnews.com, Jakarta, Rabu (4/11).

Suntikan modal atau Penyertaan Modal Negara (PMN) yang direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). PMN harus dibahas ulang ketika pengajuan APBN Perubahan (APBN-P) oleh pemerintah pertengahan tahun depan.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro juga mengatakan, keputusan penundaan pemberian PMN tidak akan berpengaruh terhadap rencana aksi BUMN yang akan mendapatkan PMN. Sebab ini hanya dianggap masalah waktu.

"Kan cuma di-hold pembahasannya sampai APBN-P. Kalau (BUMN) rights issue cuma waktunya saja yang diubah, tidak ada big issue," tegas Bambang, di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (2/11).

Dalam pembahasan APBN-P, Bambang memungkinkan ada BUMN yang akhirnya tidak mendapatkan PMN. Ini sangat bergantung kepada BUMN dalam meyakinkan para anggota DPR di komisi terkait.

Seperti‎ diketahui, dalam sidang paripurna yang berlangsung akhir pekan lalu, DPR meminta agar PMN yang sebesar Rp 40 triliun dibahas kembali dalam APBN perubahan 2016 mendatang. Waktu pembahasan diserahkan kepada pemerintah sebagai pihak yang mengajukan.

Berikut daftar 25 BUMN yang batal mendapat PMN di APBN 2016:

PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Rp 1 triliun
PT Sarana Multigriya Infrastruktur (SMI) Rp 3,5 triliun
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) Rp 1 triliun
PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Rp 500 miliar
PT Geo Dipa Energi Rp 1,16 triliun
PT Krakatau Steel Tbk Rp 2,456 triliun
PT Hutama Karya Rp 3 triliun
PT PLN Rp 10 triliun
Perum Bulog Rp 2 triliun
PT Perikanan Nusantara Rp 29,4 miiar
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Rp 692,5 miliar
PT Angkasa Pura II Rp 2 triliun
PT Pelni Rp 564,8 miliar (non tunai)
PT Bharata Indonesia Rp 500 miliar
PT Wijaya Karya Tbk Rp 4 triliun
PT PP Tbk Rp 2,25 triliun
Perum Perumnas Rp 485,4 miliar
PT Industri Kereta Api (Inka) Rp 1 triliun
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Rp 1 triliun
PT Asuransi Kredit Indonesia Rp 500 miliar
Perum Jamkrindo Rp 500 miliar
PT Amarta Karya Rp 32,1 miliar
PT Jasa Marga Tbk Rp 1,25 triliun
PT Pelindo III Rp 1 triliun
PT Pertani Rp 500 miliar

SALAH KAPRAH PMN - Sementara itu, pengamat ekonomi Didik J Rachbini menilai pemberian PMN kepada perusahaan BUMN lebih banyak sisi negatifnya. Menurutnya pengajuan PMN hanya beberapa triliun kepada perusahaan BUMN, pemberian PMN tersebut bertujuan untuk menyiasati permasalahan yang ada di perusahaan dan untuk proyek-proyek perusahaan BUMN.

Sejatinya Jika pemerintah ingin membuat proyek, seharusnya sebelum meminta uang pemerintah harus menyampaikan proyek tersebut kepada DPR. Tetapi, pada kenyataannya pemerintah malah mengajukan PMN secara beramai-ramai untuk perusahaan BUMN.

"Nah sekarang mengusulkan puluhan triliun itu ga masuk akal. Itu saya kira masalah karena akan menimbulkan moral hazard. PMN itu moral hazardnya sudah berulang-ulang dari dulu," kata Didik.

Dia menjelaskan peran BUMN seharusnya menyetor uang kepada negara bukanlah mengambil uang negara. Menurutnya dalam politik anggaran seharusnya pengajuan anggaran PMN BUMN hanya diambil untuk urgensi politik tertentu yang sifatnya penting bagi pemerintah. Misalnya untuk BUMN pailit lalu untuk menanggung beban karyawannya baru diambil dari PMN.

Didik menilai perusahaan BUMN yang meminta PMN adalah perusahaan yang tidak kreatif. Meskipun semangatnya pengajuan PMN tersebut untuk pembangunan infrastruktur tetapi dalam pengajuan PMN terdapat politik anggaran, bukan pinjam meminjam layaknya sebuah koorporasi.

Artinya, harus melalui proses politik, harus memberitahu kepada publik bahwa uang PMN bukanlah uang bisnis tetapi uang rakyat. Dampaknya karena melalui proses politik tentu ada imbal balik politik juga yang diharapkan dari pemberian PMN pada BUMN tersebut. Dan bukan tidak mungkin sebagai salah satu investasi politik dalam menghadapi pemilihan umum 2019 mendatang. (dtc)








BACA JUGA:
.