Bagi setiap orang yang berkerja di perusahaan keuangan maupun perusahaan leasing,  pasti sering mendengar tentang jaminan fidusia.

Namun tahukah Anda bahwa bentuk jaminan fidusia harus ditetapkan dalam sebuah sertifikat jaminan fidusia.

Lantas, bagaimana aturan pengunaan sertifikat jaminan fidusia?

Penggunaan sertifikat jaminan fidusia adalah untuk  landasan kekuatan hukum penerima fidusia (kreditur) untuk melakukan eksekusi benda jaminan pemberi fidusia (debitur) apabila tidak dapat melunasi pinjaman.



Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) yang mengatur pada pokoknya sebagai berikut:

  1. Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"
  2. Sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. Apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Namun terhadap Pasal 15 tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran melalui Putusan Makamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 pada (hal. 125 - 126) yang menyatakan:

Terhadap Pasal 15 ayat (2) UU Fidusia Frasa “kekuatan eksekutorial” dan “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cedera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kemudian terhadap Pasal 15 ayat (3) UU Fidusia Frasa “cedera janji” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji.

Berdasarkan hal tersebut, atas kepemilikan sertifikat jaminan fidusia, penerima fidusia (kreditur) berhak menggunakan sertifikat jaminan fidusia untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia namun terlebih dahulu adanya kesepakatan antara kreditur dengan debitur, apabila tidak ditemukan kesepakatan untuk menyerahkan benda jaminan fidusia maka kreditur melakukan upaya hukum tertentu yang menentukan telah terjadinya wanprestasi atau cedera janji.

Hariandi Law Office








BACA JUGA:
.