Perselisihan terkait harta bersama pasca perceraian kerap saja terjadi. Hal ini terjadi mungkin karena tidak adanya Perjanjian Perkawinan. Nah, begini aturan hukum harta bersama tanpa adanya perjanjian perkawinan.

Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:

(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Perjanjian Perkawinan diatur sebagaimana Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkuti

Perjanjian biasanya dibuat  untuk mengatur akibat yang mungkin muncul apabila adanya perceraian dan mengenai harta kekayaan bersama.

Adapun khusus agama muslim diatur berdasarkan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Kemudian untuk aturan hukum non muslim diatur berdasarkan Pasal 126 - Pasal 128 KUHPer, menyatakan pada pokoknya harta bersama bubar demi hukum salah satunya karena perceraian. Lalu, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu.

 

HARIANDI LAW OFFICE










BACA JUGA:
.