Aksi Tolak Bela Negara dalam bentuk militerisme di Universitas Syekh Yusuf Tangerang, Rabu (21/10). (ANTARA)

Lunturnya wawasan kebangsaan yang ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia, menjadi alasan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk membentuk 100 juta kader Pembina Bela Negara di seluruh Indonesia. Harapannya, 100 juta kader yang tersebar di seluruh Indonesia tersebut, sewaktu-waktu dapat bertugas untuk melakukan pertahanan negara di kala negara sedang mendapat ancaman baik nyata maupun belum nyata.

Alasan lainnya juga dilontarkan oleh anggota Komisi Pertahanan DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra. Menurutnya, bela negara ini bersifat positif, tujuannya adalah agar tercipta sebuah masyarakat yang memiliki rasa patriotisme dan cinta tanah air.

Jika menyimak sekilas konsep bela negara yang dipaparkan di atas, ada kesan bahwa program ini tidak jauh dari hal-hal yang bersifat militer. Meskipun ada sebagian orang yang berpendapat bahwa konsep bela negara berbeda dengan program wajib militer yang telah dilakukan oleh beberapa negara seperti Korut, Korsel, Prancis, Malaysia (PLKN), Singapura dan lain sebagainya.

Kalau memang yang dimaksud bela negara adalah mengacu pada kekhawatiran akan lunturnya wawasan kebangsaan yang dikatakan oleh Menhan di atas, saya rasa profesi seorang guru juga merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang telah ikut andil dalam bela negara. Karena jika diperhatikan, seorang guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran secara formal, namun ia juga mengajarkan cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara dan lingkungannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



Selain itu, untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan cinta tanah air, di setiap sekolah yang ada di seluruh penjuru Indonesia juga melakukan upacara bendera tiap hari Senin disertai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini berarti, ada atau tidak adanya program bela negara, pada dasarnya seorang guru sudah melakukan usaha bela negara kepada generasi muda agar menjadi seorang generasi yang peduli terhadap tanah air dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila yang sarat akan wawasan kebangsaan.

Oleh sebab itu, daripada menghabiskan biaya untuk melakukan pelatihan bela negara ala militer, bukankah sebaiknya pemerintah memberikan gaji yang memadai kepada para guru terutama guru honorer yang sampai saat ini hanya mendapatkan penghasilan sebesar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per bulan. Karena atas kerja keras mereka (red: guru), generasi Indonesia menjadi mengerti tentang makna cinta tanah air, nusantara, kebhinekaan, dan akhirnya generasi kita masih tetap berseru Hiduplah Indonesia Raya!!

Imron Mahrus
Kp. Kebon Kelapa, Kabupaten Tangerang, Banten.








BACA JUGA:
.