Kondisi Pantai Jakarta yang akan direklamasi oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Grup Agung Podomoro (5/4/2015). ( Edy Susanto/Gresnews.com)

JAKARTA GRESNEWS.COM - Rapat Kerja antara Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi ajang Menteri Susi Pudjiastuti mengadukan soal sulitnya membendung aksi reklamasi pantai di teluk Jakarta. Tentu, di samping keluhan lain soal perikanan dan kelautan.

Harapannya ada kekuatan yang lebih besar untuk bisa menghentikan proyek raksasa yang dikerjakan oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land. Sebab berdasarkan kajian mereka proyek tersebut akan berdampak merusak ekosistem laut.

Namun meski KKP telah melakukan berbagai upaya menghentikan proyek tersebut. Bahkan dengan mengganjal keluarnya izin reklamasi. Kenyataannya proyek tersebut tetap berjalan. Ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu, Kementerian Perikanan dan Kelautan mengerem  proyek reklamasi terus berjalan.

Susi menolak rencana reklamasi laut tersebut karena alasan pemerintah selama ini belum mengeluarkan izin reklamasi untuk membuat 17 pulau di Teluk Jakarta. Termasuk izin reklamasi untuk Muara Wisesa yang menurutnya masih dalam proses pengkajian dan masih status quo.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim izin reklamasi di kawasan laut strategis adalah wewenangnya. Bukan wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti yang diklaim Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Alasan lainnya karena Jakarta adalah kawasan strategis nasional. Sehingga wilayah dan kawasan lautnya memiliki banyak aspek kepentingan keamanan, kegiatan ekonomi, sumber daya alam hingga fungsi lingkungan hidup. Selain banyaknya pipa kabel di bawah laut Jakarta yang membentang dari tengah laut Jawa ke Muara Karang, dan ditarik ke Tanjung Priok hingga Tanjung Perak, Surabaya. Reklamasi itu dikhawatiran mengganggu instalasi tersebut dan menimbulkan bahaya.

Ahok sendiri berkukuh mengizinkan reklamasi. Menurutnya pelaksanaan reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Sebab reklamasi telah mengacu pada Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
 
"Mau dicabut gimana, tidak ada yang melanggar. Masa mau dicabut? Lagi pula itu ada masyarakat yang sedang menggugat ke PTUN. Ya, kami tunggu gugatan saja," katanya beberapa waktu lalu.
 
Ia justru menilai reklamasi banyak memberikan keuntungan, apalagi DKI saat ini membutuhkan tanah tambahan untuk memperluas wilayah dan menambah ruang terbuka hijau (RTH). Selain manfaat pajak dan fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya.

Sebab, menurut dia, dengan reklamasi itu pihak pengembang hanya berhak menggunakan 55% lahan. Sementara  45% sisanya akan digunakan sebagai jalur hijau. "Nah, dari 55% itu ada 5% tanah milik DKI dan bisa  didirikan bangunan komersial. Kami juga mewajibkan pengembang membangun rumah susun dan berpartisipasi menangani banjir di daratan," jelas Ahok.

Susi perlu mengadukan masalah ini ke DPR, karena menurutnya KKP tak memiliki kewenangan menghentikan rekamasi tersebut. “Kewenangan kami hanya mengeluarkan izin, bila izin tidak keluar,  tapi proyek jalan terus kami bisa apa,” keluh Susi saat rapat dengan Komisi IV di Senayan, kemarin.

Atas keluhan Susi ini, anggota Komisi IV DPR merespons dengan janji akan memproses pelanggaran tersebut. Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menilai reklamasi di Jakarta itu tidak ada izinnya, tetapi sudah mendirikan dan menjual properti. "Itu melanggar undang-undang dan Komisi IV akan memproses hal tersebut," ujar Viva di Gedung DPR, (16/6).

Sementara soal keterbatasan kewenangan Kementerian KKP, Viva mengatakan bahwa  urusan izin merupakan kewenangan KKP, sehingga jika ada pelanggaran sebaiknya diserahkan kepada aparat hukum untuk menindak. "KKP jangan sampai membiarkan pelanggaran hukum” tambahnya.

Merespons tudingan telah melanggar izin, Coorporate Secretary Agung Podomoro Land (APLN) Justini Omas beberapa waktu lalu membantah. Menurutnya, pihaknya telah memperoleh izin pelaksanaan reklamasi pulau G. Yakni berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Nomor 2238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi pulau G kepada PT Muara Wasesa Samudra.

"Sehingga PT Muara Wisesa telah dapat melaksanakan kegiatan reklamasi pulau G (Pluit City)," tutur Justini kepada Gresnews.com.

Hanya saja, diakui Justini, pelaksanaan proyek reklamasi itu memang masih terbatas pada pembangunan tanggul penahan, pengurugan material dan pematangan lahan hasil reklamasi yang berjarak sekitar 300 meter dari pesisir pantai Jakarta Utara.

Permasalahan reklamasi ditangan DPR pun hanya sampai di situ, sebab Komisi IV justru melihat persoalan lain yang dinilainya lebih penting. Yakni persoalan pencemaran laut. Sehingga mereka berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Pencemaran Laut.

Alasannya persoalan pencemaran laut menimpa pantai-pantai di Indonesia, sehingga merugikan budidaya ikan dipesisir. "Contohnya di Tangerang, dulu ada salah satu tempat budidaya ikan yang besar. Tapi sekarang tutup karena tercemar," ujar anggota Komisi IV Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf. Sehingga fokus kerja Panja diakui Almuzzammil tidak melulu soal reklamasi pantai utara Jakarta, tetapi soal pencemaran pada umumnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan pun harus menerima respons DPR tentang pengaduan reklamasi hanya sebatas itu. Sambil menunggu apa realisasi penyataan DPR yang akan merespons keluhan soal reklamasi. Sebab dalam forum tersebut yang tercetus hanya soal Panja Pencemaran bukan Panja Reklamasi.
 
REKLAMASI MELENGGANG - Kasus reklamasi Jakarta ini bermula saat Pemprov DKI mengeluarkan izin untuk melaksanankan proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. Izin tersebut berupa Pergub Nomor 2238 Tahun 2014 per tanggal 23 Desember 2014, yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land (APLN). Proyek ini merupakan bagian dari pembangunan tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) yang digagas Pemerintah  DKI untuk mengatasi banjir.

Namun masalah mulai timbul saat menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi menolak untuk memberikan izin atas proyek tersebut karena berpotensi merusak ekosistem dan lingkungan. Menurutnya mengingat, kawasan teluk Jakarta yang merupakan kawasan strategis nasional yang tidak cukup hanya menggunakan payung hukum selevel Pergub.

Sehingga proyek reklamasi yang membentang sejauh 32 kilometer, dari sebelah timur perbatasan Cilincing dengan Kabupaten Bekasi, sampai sebelah barat perbatasan Penjaringan dengan Kabupaten Tangerang ditentang. Proyek yang memiliki lebar 2 kilo meter dari bibir pantai dan kedalaman 8 meter ditentang karena menurut KKP masih dalam kajian.

Namun di sisi lain, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersikeras proyek tersebut sudah mempunyai payung hukum yang kuat sebagai dasar pengerjaan proyek tersebut. Dia berpegangan kepada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara.

Pengembangan reklamasi pantai di kawasan Pantai utara Jakarta seluas 2.700 Ha adalah mimpi Pemprov DKI Jakarta untuk mewujudkan kota pantai (waterfront city) berkualitas dan nyaman. Jika impian ini terwujud, kelak Jakarta akan menjadi kota pantai modern sejajar dengan kota-kota pantai dunia seperti Sidney dan Hongkong. (Lukman al Haries, Everd Scor Rider)








BACA JUGA:
.