SADAM SYARIF
Analis Indonesia Watchdog

Ruang publik yang masih pengap dengan diskursus etis para pejabat dan Aparatur sipil negara (ASN) sepertinya tak kunjung usai. Ditunjuknya Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra Iskandar menjadi komisaris PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) semakin menegaskan tesis publik tentang fenomena bagi-bagi bonus jabatan komisaris BUMN kepada pejabat fungsional dan administrasi negara.

Belum selesai dengan kegaduhan akibat berita Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro yang juga aktif sebagai wakil komisaris Bank BUMN BRI, Meskipun telah mengundurkan diri dari jabatan komisaris setelah presiden memperbaharui Statuta Rektor UI melalui PP Nomor 75 tahun 2021.

Sudah menjadi hal yang sepertinya bisnis biasa bahwa jabatan komisaris BUMN selalu saja menjadi bonus atas saham politik yang pernah diinvestasikan oleh individu tertentu dalam suatu proses politik tertentu.



Dalam dunia bisnis, Indonesia adalah negara dengan pengaruh politik yang tinggi praktik bagi-bagi bonus jabatannya. Memberikan jabatan ganda komisaris BUMN kepada aktor peran pendukung merupakan cara yang dianggap paling elegan dan wajar bagi sebuah rezim.

Penelitian Harymawan dan Nowland (2006) mungkin bisa menjadi bukti empirisnya atas fenomena memalukan ini. Sehingga muncullah istilah koneksi politik dalam dunia bisnis. Koneksi politik dapat tercitra melalui struktur komisaris dan direksi perusahaan yang saat ini atau sebelumnya merupakan anggota partai, menteri atau mereka yang memiliki hubungan dekat dengan politisi dan /atau partai (Faccio, 2006).

Akibat paling nyata dari tradisi bagi-bagi ghonimah (harta rampasan perang) itu adalah terjadinya ketimpangan kode etik yang masif terjadi di negeri Pancasila ini.

Ombudsman RI pada medio 2020 bahkan pernah menyurati Presiden Joko Widodo terkait adanya fenomena rangkap jabatan 397 komisaris BUMN yang melibatkan ASN, TNI dan Polri aktif. Meskipun Dalam UU TNI dan UU Polri menyebutkan bahwa anggota TNI dan Polri hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Bagi seorang ASN seperti kasus Sekjen DPR ini, Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara khusus memang tidak menggariskan tentang rangkap jabatan, namun di sana secara gamblang menerangkan tentang kode etik dan kode perilaku ASN. Di mana seorang ASN dituntut menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam konteks ini, posisi ASN administrator yang ditugaskan kepada sekjend DPR secara langsung bertanggung jawab kepada pimpinan DPR RI menimbulkan bias dan patut dipertanyakan oleh publik. Seorang ASN sesuai titah UU ASN diharamkan untuk terafiliasi dan diintervensi oleh kekuatan politik tertentu.

Sekjen DPR dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab administratifnya untuk mendukung dan melancarkan kerja-kerja DPR memiliki kewenangan yang sangat menentukan atas ditetapkannya sebuah produk UU. Merujuk pada produktivitas DPR dalam mengesahkan beberapa UU kontraversial selama hampir dua tahun terakhir, maka boleh kita simpulkan bahwa di sana bisa kita maklumi apa jasa politik Sekjen DPR bagi rezim.

Sekjen DPR tentu berkontribusi dalam setiap rangkaian rapat dan memainkan ritme konfigurasi politik di dalam ruang rapat paripurna yang mengesahkan RUU omnibus law pada 5 Oktober 2020. Dan bisa dipastikan Ketiadaan draf RUU omnibus law dalam paripurna yang sebelumnya diagendakan pada 8 Oktober 2020 tersebut merupakan tanggung jawab sekjen DPR.

Tidak hanya itu, peran aktif sekjen DPR juga terindikasi dari disahkannya beberapa UU kontraversial lainnya. UU minerba dan UU MK menjadi dua UU yang paling misterius proses pembahasan dan pengesahannya. Puncaknya adalah ketika DPR dan pemerintah secara kilat menetapkan Perppu 1 Tahun 2020 menjadi UU nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. UU terakhir ini merupakan salah satu UU yang paling banyak menuai kecaman publik di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

Mungkin inilah sedikit alasan di balik keputusan menteri BUMN Erick thohir dalam menunjuk Sekjen DPR menjadi komisaris PT BKI.

Seperti diketahui bahwa BKI merupakan Perusahaan yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan ini bergerak di bidang sertifikasi kapal niaga yang berlayar di perairan Indonesia. Apakah Kapasitas dan kapabilitas saudara Indra Iskandar sebagai ASN akan mampu mengimbangi tuntutan profesionalitas perusahaan? Wallahu a`lam ...








BACA JUGA:
.