penulis opini

Hezron Sabar Rotua Tinambunan, Fradhana Putra Disantara, Dicky Eko Prasetio
Dosen Hukum Administrasi Negara Universitas Negeri Surabaya dan Tim Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan Universitas Negeri Surabaya 

Peraturan Presiden (Perpres) 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 yang diundangkan pada 3 April 2020 merupakan bentuk tindakan pemerintah untuk menanggulangi COVID-19.

Perpres 54/2020 merupakan perintah dalam melaksanakan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Perppu sebenarnya adalah suatu peraturan pemerintah (PP) yang bertindak sebagai suatu undang-undang (UU) atau memiliki kewenangan yang sama dengan UU.

UU itu sendiri merupakan peraturan perundang-undangan yang pembentukannya dilakukan oleh DPR dan pemerintah dan merupakan peraturan yang mengatur lebih lanjut dalam UUD 1945.

Peraturan perundang-undangan memiliki hierarki di dalamnya. Itu berarti bahwa susunan peraturan perundang-undangan ada tingkatannya.

Menurut UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan perundang-undangan di Indonesia sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pembentukan APBN telah diatur oleh undang-undang, salah satunya seperti yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3).

Ketiga ayat dalam pasal ini menyatakan:

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

Selain dalam Pasal 23 ayat (1) sampai (3) UUD 1945, APBN juga diatur dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Menurut Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, APBN seharusnya dibahas oleh presiden dan DPR serta pertimbangan dari DPD.



Namun, dalam Perpres ini tidak disebutkan bahwa dalam perubahan postur dan rincian APBN 2020 telah dibahas bersama dengan DPR.

Dalam substansi peraturan ini, presiden dianggap telah mengabaikan kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI 1945 dalam penyusunan APBN. Mengingat DPR memiliki fungsi anggaran namun dalam Perpres ini tidak melibatkan DPR dapat diartikan bahwa adanya kegiatan yang berpotensi merugikan negara seperti adagium tax without representation is a robbery, yang merupakan filosofi konsep pentingnya lembaga perwakilan dilibatkan dalam hal peraturan berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.

Dalam Stufenbeautheorie sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen yang disempurnakan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky bahwa suatu peraturan perundang-undangan itu tersusun secara hierarkis sehingga setiap peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Hal ini sebagaimana asas hukum yang menyatakan lex superior derogat legi inferior.

Dalam hal ini, secara expressive verbis, Perpres 54/2020 bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945 sebagai the supreme law of the land yang menegaskan bahwa dalam menetapkan suatu anggaran, peran lembaga perwakilan rakyat sangat penting, baik itu dalam ranah persetujuan maupun pengawasan.

Asas Solus Populi Suprema Lex Esto dan Kekuasaan Presiden

Tindakan presiden dalam membentuk Perpres 54/2020 didasari adanya pandemi COVID-19 dan Presiden memiliki wewenang dalam penetapan adanya keadaan darurat negara.

Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan telah dipilih langsung oleh rakyat.

Untuk itu, presiden memiliki wewenang untuk mengambil tindakan dengan dasar legal reasoning untuk kesejahteraan rakyat. Presiden memiliki tanggung jawab paling besar untuk mengatasi keadaan darurat nasional.

Pembentukan Perpes ini juga menimbang adanya Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 di mana dikatakan presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD dan dikuatkan oleh UU 17/2003 di mana dikatakan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara.

Tujuan dari adanya APBN pun untuk kesejahteraan rakyat semata. Inilah yang dilakukan presiden menggunakan kekuasaannya hanya untuk tujuan kepentingan rakyat.

Hal ini memang tidak dapat dipungkiri bahwa keluarnya Perpes ini mengandung kontroversi, di mana pada satu sisi peraturan ini berlawanan dengan UUD 1945, namun pada sisi lain presiden telah menggunakan wewenangnya untuk memenuhi kebutuhan darurat setiap rakyatnya dalam pandemi ini.

Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh presiden semata-mata didasarkan pada asas solus populi suprema lex esto yang berarti bahwa kesejahteraan rakyat (terutama dalam kondisi darurat) adalah hukum yang tertinggi.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah asas solus populi suprema lex esto sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya? Ataukah hanya lip service serta uraian semantik saja?

Eksistensi Fungsi Anggaran di Masa Pandemi COVID-19

Tindakan presiden dalam Perpres 54/2020 yang menghilangkan fungsi anggaran lembaga perwakilan rakyat sejatinya dikaitkan dengan asas solus populi suprema lex esto sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Namun, menurut hemat penulis, di dalam keadaan darurat pandemi COVID-19, keberlakuan asas solus populi suprema lex esto haruslah dibatasi dengan postulat abusus non tollit usum, yang berarti bahwa kemungkinan penyalahgunaan tidak menghalangi manfaat, sehingga demi dan atas nama keadaan darurat tidak semua hal yang diharuskan dapat disimpangi secara bebas dan tanpa pertimbangan maupun pembatasan.

Dengan demikian, tidaklah etis untuk menghilangkan fungsi anggaran lembaga perwakilan rakyat sekaligus dengan dalih keadaan darurat, hal ini dikarenakan fungsi check and balances tetap diperlukan terutama oleh lembaga perwakilan rakyat untuk mengawasi penggunaan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran oleh pemerintah.

Jika pelaksanaan suatu anggaran sekali pun itu dalam keadaan darurat tidak disetujui atau diawasi oleh lembaga perwakilan rakyat bisa dikatakan bahwa itu merupakan upaya soft and legal robbery yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat.

Oleh karena itu, seyogianya fungsi anggaran lembaga perwakilan rakyat sekalipun dalam keadaan darurat haruslah tetap diberikan. Hal ini untuk menghindari apa yang dinyatakan oleh Montesquieu bahwa there is no greater tyranny than that which is perpetrated under the shield of the law and in the name of justice, sehingga ke depannya kesejahteraan dan keselamatan rakyat dapat diwujudkan dengan adanya pengawasan yang teratur dan bertanggung jawab oleh lembaga perwakilan rakyat. 








BACA JUGA:
.