Perempuan nelayan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berorasi menyuarakan Stop Reklamasi Teluk Jakarta saat melakukan demonstrasi di Gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis, (28/1). Mereka meminta DPRD DKI untuk menghentikan pembahasan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan kawasan strategis pantura Jakarta, serta menghentikan reklamasi pantai dengan proyek Giant Sea Wallnya yang menyebabkan penurunan tanah. (ANTARA)

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dampak dan ancaman dari pembangunan proyek reklamasi di Jakarta Utara menjadi isu penting yang secara serius harus diperhatikan pemerintah. Temuan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam kajiannya, yang menyebutkan adanya sejumlah resiko dan konsekuensi proyek reklamasi khususnya dari perspektif lingkungan laut tak bisa dielakkan begitu saja.

Tak mengherankan hingga kini pembangunan reklamasi masih terus mendapat gelombang protes dari para aktivis lingkungan dan masyarakat nelayan. Deputi Bidang Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Marthin Hadiwinata mengatakan reklamasi sudah terbukti memberikan dampak buruk diantaranya mengurangi produktifitas dan kualitas sumber ikan serta lingkungan pesisir.

Untuk contoh kasus reklamasi di Teluk Jakarta, kata Marthin, belakangan ini dampak buruknya sudah mulai dirasakan nelayan tradisional khususnya disekitar Pulau C dan D yang notabene merupakan wilayah basis budidaya kerang di Teluk Jakarta.

"Akibat reklamasi, produksi pembudidaya kerang diketahui menurun dan sebagian dikabarkan mulai beralih profesi," tutur Marthin dihubungi gresnews.com, Sabtu (6/2).



Sesuai informasi nelayan setempat, selain pembudidaya, wilayah tangkap khususnya di pulau G pun secara perlahan mulai hilang akibat pengerukan reklamasi yang merusak sumberdaya perikanan.

Marthin menyebut, ada banyak efek negatif yang terjadi ketika pemerintah tetap bersikeras melanjutkan pembangunan. Hasil nyata yang sudah terlihat adalah seperti kasus kematian ribuan ikan pada Desember 2015 lalu yang diduga kuat merupakan pengaruh reklamasi.

Berdasarkan temuan dilapangan, penyebabnya adalah terjadi ledakan fitoplankon yang menghabiskan kadar oksigen di perairan.

Sementara untuk dampak ekologisnya, lanjut dia, diprediksi Kepulauan Seribu pun akan terkena imbas dan tekanan yang disebabkan perubahan arus dari Teluk Jakarta. Hal ini sedikit banyak mempersulit pertumbuhan terumbu karang di wilayah itu.

KAJIAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN - Walaupun telah dicetak master plan dan proyek perencanaan 17 pulau buatan yang bakal dijadikan wilayah reklamasi, namun KKP tetap konsisten sampai saat ini belum memberikan sinyal kesepakatan.

Direktur Pengelolaan Tata Ruang Kementerian Kelautan dan Perikanan Laut Subandono Diposaptono mengatakan saat wilayah pesisir direklamasi, resiko yang ditimbulkan paling tidak mengarah pada dua sektor yaitu terjadi kerentanan sosial masyarakat nelayan dan lingkungan.

Berdasarkan kajiannya, Subandono mengutarakan, pengaruh sosial yang hampir dipastikan timbul yaitu konflik sosial nelayan. "Secara konkret terjadi antara nelayan modern dan tradisional yang saling berebut ruang," kata dia kepada gresnews.com, Jumat (5/2).

Perebutan ruang itu terjadi akibat wilayah pesisir mengalami degradasai baik dari sisi sumberdaya perairan maupun populasi ikan yang berpotensi menurun akibat pengaruh bahan limbah pembangunan.

Kondisi ini otomatis mendorong nelayan tradisional melaut lebih jauh dan berpotensi saling berebut wilayah tangkap dengan perusahaan ikan skala besar yang lebih modern. Tentu nelayan tradisional semakin tidak berdaya dalam persaingan karena innfrastruktur sarana dan prasarana terbatas.

Subandono menjelaskan, bila dari perspektif sosial terjadi konflik horizontal, sama halnya juga dengan resiko ekologis yang dapat mendegradasi kualitas lingkungan perairan.

Hasil pasca dilakukan reklamasi, menurut pengamatannya, akan berpotensi menimbulkan terjadinya banjir akibat perubahan pola arus dan gelombang, erosi pantai, serta sedimentasi perairan di wilayah pantai.

"Tentu tidak semua pesisir bisa direklamasi karena saat pengerjaannya, air menjadi keruh, terjadi pendangkalan di muara sungai, dan kerusakan ekosistem mangrove, produktifitas perairan, pola migrasi biota serta terumbu karang," jelasnya.

Intinya, reklamasi perlu dihentikan ketika tidak memberikan manfaat baik dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial.

Karena itu, reklamasi harus didahului pengkajian dan memperhatikan faktor daya dukung lingkungan serta terpenting adalah bagaimana menjamin aspek sosial masyarakat nelayan di sekitar pesisir.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution menyebut, reklamasi pantai praktis mengubah bentang laut di kawasan pesisir menjadi daratan. Dampak paling nyata adalah perubahan fungsi lahan.

Menurutnya, terkait rangkaian proyek reklamasi Teluk Jakarta, terdapat konsekuensi logis utama yaitu fungsi dan jasa lingkungan pada kawasan yang di reklamasi akan hilang bahkan pada kawasan sekitarnya ikut terganggu. Konsekuensi lain, berkaitan dengan perubahan pola arus dan terganggunya sirkulasi air laut di Teluk Jakarta.

Kondisi ini menyebabkan kondisi biofisik perairan pada bentang laut yang berdampingan dengan lahan yang direklamasi menjadi semakin tidak ideal bagi ruang hidup ikan dalam ekosistem perairan tersebut.

Belum lagi, makin diperparah dengan adanya pencemaran bahan organik dan limbah cair dari daratan yang sudah terakumulasi bertahun-tahun.

"Konsekuensi lainnya yang jarang menjadi sorotan adalah untuk mereklamasi suatu wilayah diperlukan material yang diambil di wilayah lain atau wilayah berdampingan. Sehingga reklamasi juga menimbulkan masalah lingkungan pada wilayah asal material tersebut," kata Arifsyah kepada gresnews.com, Sabtu (6/2).

SISIK MELIK PROYEK REKLAMASI - Reklamasi pantai menjadi program Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rencananya beberapa perusahaan pengembang reklamasi akan membangun 17 pulau di pesisir utara Jakarta.

Diantaranya PT Muara Wisesa Samudera satu pulau; PT Pelindo menggarap satu pulau; PT Manggala Krida Yudha satu pulau; PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sebanyak empat pulau; PT Jakarta Propertindo dua pulau; PT Jaladri Kartika Ekapaksi satu pulau; PT Kapuk Naga Indah lima pulau; dan dua pulau lainnya masih belum dilirik investor.

Terdapat 17 Pulau yang akan dibangun dengan berbagai fungsi, pulau tersebut diberikan nama dari A hingga Q. Pulau A untuk kawasan pertokoan tepi laut; Pulau B untuk kawasan outdoor dengan background tematik; Pulau C untuk taman burung (pengetahuan dan wisata).

Pulau D untuk kawasan olahraga terbuka dengan standar internasional, Pulau E untuk kawasan olahraga air dan wisata pantai, Pulau F untuk kompleks olahraga, rumah sakit serta pusat pengembangan olahraga internasional; Pulau O,P, Q kawasan industri, perdagangan dan logistik; Pulau L untuk kawasan lembaga jasa dan keuangan.

Hingga saat ini, baru dua perusahaan pengembang mendapat izin pelaksanaan pembangunan yaitu PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Grup Agung Podomoro, untuk reklamasi Pulau G pada 2014 dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group, untuk reklamasi pulau C, D, dan E pada 2012 di era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo.

Izin pelaksanaan reklamasi Pulau G (Pluit City) oleh PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan pada 23 Desember 2014. Izin tersebut tertuang dalam keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014.

Ada pun pelaksanaan reklamasi yang dimaksudkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta tersebut terbatas pada pembangunan tanggul penahan, pengurugan material, dan pematangan lahan untuk pembentukan pulau baru.

Pulau G akan memiliki luas sekitar 160 hektare. Fasilitas Pulau G di antaranya ruko dan vila sebanyak 1.200 unit, apartemen 15.000 unit, hotel, perumahan, pusat belanja, taman seluas 8 hektare, serta outdoor dan indoor plaza seluas 6 hektare.

Biaya pembuatan pulau G sebesar Rp4,9 triliun. Pengerukan rencananya dilakukan pada akhir 2015 dan selesai pada 2018. Tahap pertama dilakukan untuk pembangunan ruko, villa, serta taman dengan luas total 30 hektare.

Namun reklamasi pulau G ditentang oleh berbagai pihak. Izin reklamasi pun digugat oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan September lalu.

Pemberian izin reklamasi pulau G ke Muara Wisesa dinilai dapat merusak lingkungan dan merugikan nelayan. Proses gugatan masih berlangsung hingga saat ini. Selain Pulau G, Ahok berencana membangun Port of Jakarta dengan menggabungkan lima pulau sekaligus. Kelima pulau tersebut adalah pulau M,N,O,P dan Q.

 








BACA JUGA:
.