JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Bank BNI 46 Tbk seperti tak pernah lepas dari jerat dan persoalan kredit fiktif. Hanya dalam hitungan tiga bulan empat kasus penyaluran kredit fiktif merundung bank plat merah ini. Bahkan kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit fiktif ini mencapai ratusan miliar hingga triliunan.

Awal Januari 2014 lalu, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulselbar menetapkan mantan Direktur BNI Parepare, Rudi Manulang sebagai tersangka dalam kasus kredit fiktif senilai Rp46,7 miliar. Rudi yang menjabat sebagai pimpinan pada 2011 terbukti melakukan persetujuan pencairan kredit senilai Rp46,7 miliar kepada sejumlah petani di Kabupaten Enrekang yang belakangan diketahui fiktif.

Rudi bersama empat rekannya yakni Supatmo (Wakil Direktur BNI Parepare), Dede Tasno (Direktur PT Prima Putra Kinerja Lestari Mandiri), Amiruddin (Direktur CV Ainul Hikmah) dan bersama seorang karyawannya bernama Rudi Somali telah ditetapkan sebagai terdakwa.

Mereka dituding telah melakukan pemalsuan dokumen dalam pengucuran kredit kepada 100 orang petani di Desa Maroangin, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang. Total nilai kredit sebanyak Rp 46,7 miliar. Setiap petani yang rata-rata memiliki lahan perkebunan kayu seluas 50 hektar mendapatkan Rp 440 juta untuk biaya pemeliharaan lahan.

Lalu pada Februari 2014, Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, Sumatera Selatan juga menyelidiki dugaan penyaluran kredit fiktif pada 2011-2012 di BNI 46.  Penyelidikan dilakukan baik kepada penerima maupun oknum menyalurkan kredit yang diduga merugikan negara miliaran rupiah.

Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Riau juga menahan dua tersangka dalam kasus dugaan kredit fiktif di BNI 46 Cabang Pekanbaru yang merugikan negara lebih dari Rp37 miliar. Tersangka pertama adalah Direktur PT BRJ Erson Napitupulu, dia merupakan debitur yang menerima kredit dari BNI. Sedangkan, satu tersangka lagi adalah bernama AB Manurung yang merupakan mantan pegawai BNI.

Kasus itu bermula saat Erson mendapatkan persetujuan kredit dari BNI 46 Pekanbaru sebesar Rp17 miliar pada 2007, dan dilanjutkan pada 2008. Dalam kasus ini, audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Riau menunjukkan ada kerugian negara sekitar Rp37 miliar dari total kredit yang dikucurkan.

Polisi menemukan ada ketidakwajaran dalam persetujuan kredit karena wewenang tersangka AB Manurung, seharusnya hanya bisa memberikan kredit dengan pagu maksimal Rp3 miliar, dan tidak bisa dengan agunan dokumen surat tanah berupa Surat Kepemilihan Tanah.

Kemudian, debitur melakukan permohonan kredit yang dikatakan untuk pembiayaan penanaman kembali kebun kelapa sawit. Namun faktanya dana tersebut untuk membeli kebun baru. Sedangkan, hasil penelusuran polisi menemukan bahwa agunan lahan dan SKT ke BNI 46 ternyata fiktif.

Dan terakhir kasus penyaluran kredit fiktif di BNI 46 Cabang Pare-Pare Makassar kepada PT Griya Maricaya Gemilang (GMG) pada tahun 2010 sebesar Rp 30 miliar. Dalam kasus ini Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Gusdi Hasanuddin selaku Staf Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI cabang Pare-Pare. Asmiati Khumas selaku Analis Kredit pada Sentra Kredit Menengah BNI Makassar dan mantan Relationship Officer pada SKC BNI cabang Pare-Pare tahun 2008-2011.  Syahminal Y, selaku karyawan BNI 46 yang juga mantan Pemimpin Sentra Kredit Kecil, BNI cabang Pare-Pare. Dan Aming Gosal bin Thio Go Mo selaku Direktur PT. Griya Maricaya.

Keempat orang tersebut dinyatakan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan bukti cukup adanya dugaan penyalahgunaan pemberian kredit untuk pembiayaan renovasi Gedung Mall of Makassar dan modal Kerja sebesar Rp 30 miliar dari BNI cabang Pare-Pare kepada PT GMG.

Penyidik Kejagung hingga saat ini masih mengembangkan penyelidikan. Beberapa orang telah dimintai keterangan. Di antaranya Agustinus Adi Nugroho, staf Divisi Satuan Pengawasan Internal PT. BNI. Sukarno, Mantan Pemimpin Wilayah PT. BNI Sulawesi Selatan,  Humardani Sujatmoko, Pengelola Staff Operasional Komplain di Divisi Kepatuhan PT. BNI.  Sunarna Eka Nugraha, Pemimpin PT. BNI Sentra Kredit Kecil Pare-Pare.  "Masih proses penyelidikan, tak menutup kemungkinan ada tersangka lain," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi, Selasa (25/3).

Menurut pengamat perbankan Doddy Ariefianto, kasus pemberian kredit fiktif sejatinya bisa dihindari  jika sistem peringatan dini dan sistem whistle blower pada industri perbankan dapat bekerja dengan baik. Apalagi perbankan Indonesia mulai dengan ketat menerapkan apa yang disebut manajamen risiko.

Hal senada disampaikan pengamat perbankan dan keuangan Lana Soelistyaningsih. Menurutnya  jika standar operasional perusahaan (SOP) dijalankan dengan betul maka kasus seperti ini tak perlu terjadi.‬ "Berarti ada yang standar aturan yang tidak dijalankan," jelas Lana di Jakarta.

BNI 46 seperti menjadi langganan kredit fiktif. Bahkan skandal besar pembobolan BNI pernah terjadi terkait LC fiktif sebesar Rp1,7 triliun pada 1998. Juga kredit yang melibatkan Texmaco sebesar Rp9,8 triliun.

BACA JUGA: