JAKARTA - Pimpinan PT Mandala Hamonangan Sude---yang merupakan pemasok (supplier) bansos sembako di Kementerian Sosial---Harry Van Sidabukke mengungkapkan ia pernah melakukan pembelian dua unit sepeda Brompton dengan menggunakan uang fee bansos sembako. Sepeda tersebut diberikan kepada Ihsan Yunus dan Agustri Yogasmara, yang disebutnya sebagai perantara (broker) proyek bansos Kemensos.

Hal itu disampaikan dalam persidangan korupsi bansos sembako untuk wilayah Jabodetabek Kementerian Sosial RI 2020. Agenda persidangan yakni pemeriksaan saksi, dengan terdakwa dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Sidang dipimpin oleh hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Selain memberikan uang, ada pemberian lain ke Yogas?" tanya anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muh Nur Aziz dalam persidangan yang diikuti oleh Gresnews.com, Selasa (25/5/2021).

Harry menjawab selain pemberian fee berupa uang kepada operator Ihsan dan Yogas, ia juga nenberikan dua unit sepeda Brompton.

"Untuk apa (sepeda itu)?" cecar Aziz.

Harry menjawab karena Yogas meminta sepeda tersebut.

"Diminta, karena kebetulan saya hobi main sepeda, lalu beliau (Yogas) cerita, `ya, aku juga kepingin ikut sepedaan tapi nggak punya sepeda`. Selalu saya tawarin, `ya sudah, Mas pingin sepeda apa, sepeda Brompton. Ya udah nanti aku beliin`. `Tapi beliin dua ya Mas. Akhirnya saya beliin dua," terangnya.

Menjawab pertanyaan jaksa lagi, kenapa ia mau memberikan sepeda tersebut, Harry mengatakan hal itu karena permintaan dari Yogas meskipun sudah diberikan berupa uang.

"Justru karena saya pengusaha, Pak, makanya saya kasih Brompton. Karena saya pikir ke depannya bisa dapat proyek lagi dari Mas Yogas," tutur dia.

Kemudian jaksa menanyakan apa yang membuat Harry yakin bisa mendapatkan proyek kembali. "Ada peran dari Yogas, bukan dari Joko selaku PPK?" tanya Aziz.

Menurut Harry, Yogas berjasa besar atas pemberian kuota sembako pada tahap 7 hingga 12.

"Pak Joko juga ada jasanya, tapi menurut saya untuk di tahap 7 sampai 12 peranan Mas Yogas lebih besar. Karena saya waktu itu pernah komplain ke Pak Joko kenapa paket kita jauh dari janji yang diberikan Yogas kepada saya," katanya.

Kemudian Harry membeberkan bahwa ia pernah diberikan kuota bansos sembako sebesar 150 ribu paket. Lalu ia meminta tolong kepada Yogas dan Yogas menjanjikan 200 ribu paket.

"Lalu nggak lama Yogas datang, naik lagi, Pak, paket saya. Setengah jam saya dari telepon Yogas datang. Saya keluar Yogas masuk," bebernya.

"Masuk ke ruangan Pak Joko. Saya di luar menunggu Mas Yogas, terus Yogas keluar, beres," tambahnya.

Menurut Harry, kenaikan kuota sembako itu lantaran Yogas meminta kepada Joko.

"Terus paket saya kembali. Nah, saya melihat dari beberapa kejadian bahwa saya melihat Mas Yogas ini, ya, lumayan saktilah menurut saya," tukasnya.

Dalam perkara ini, mantan Mensos Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kementerian Sosial (Kemensos).

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Juliari menerima total Rp32,48 miliar dalam perkara ini.

Uang tersebut diterima Juliari dari sejumlah pihak, yakni dari pengusaha Harry Van Sidabukke sejumlah Rp1,28, kemudian dari Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp1,95 miliar, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.

Uang tersebut diterima Juliari melalui dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Suap terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa vendor lainnya dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial Tahun 2020. (G-2)

BACA JUGA: