JAKARTA - Pemilik PT Mandala Hamonangan Sude, Harry Van Sidabukke, membenarkan adanya pemberian fee dalam paket sembako bansos Kementerian Sosial RI (Kemensos) atas permintaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso.

Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi yang dipimpin hakim Muhammad Hamis terkait perkara dugaan korupsi bansos sembako Kemensos RI se-Jabodetabek dalam penanganan pandemi Covid-19 dengan terdakwa mantan Mensos Juliari Piter Batubara.

"Total fee yang saudara berikan berapa?" tanya Damis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (24/5/2021).

Menurut Harry, total fee yang diberikan kepada Matheus sebesar Rp1,28 miliar dari total jumlah paket 1,59 juta.

"Rp 1,28 miliar dari 1,59 juta paket yang dikerjakan oleh PT Pertani dan PT Mandala," jawab Harry.

Kemudian Harry menjelaskan mengenai tujuan permintaan fee tersebut yaitu untuk biaya operasional. "Minta dibantu untuk operasional," jelasnya.

Harry pun menegaskan bahwa permintaan itu bukan dari permintaan Juliari tetapi hanya dari Matheus.

Hal itu sebelumnya bermula dari adanya kesepakatan pembayaran fee per paket yang awalnya Rp2.000. Namun, Harry tidak menyanggupi dan menolaknya. Akhirnya disepakatilah dengan nominal yang lebih kecil per paket sebesar Rp1.500.

Pemberian fee pun dilakukan secara bertahap. "Yang saya berikan tahap pertama Rp100 juta dari 90.366 (paket)," tuturnya.

Lalu Harry menerangkan penggunaan fee tersebut menurut informasi yang diketahui dari Matheus untuk operasional.

Kemudian Harry menuturkan anggaran untuk membayar fee sebesar Rp1,28 miliar tersebut berasal dari fee yang didapatnya sebagai pemilik PT Mandala Homanangan Sude sebagai penyedia barang.

Menurutnya, pemberian uang fee tersebut sama sekali tidak mengurangi kualitas dan kuantitas barang paket sembako.

Hal itu lantaran uang tersebut didapatnya dari sumber keuntungan PT Hamonangan Sude sebagai pemasok dengan perbandingan keuntungan antara 10 hingga 15 persen.

Kemudian hakim menanyakan indikasi apa yang menjadi ukurannya tidak mengurangi kualitas dan kuantitas dari penerima paket sembako.

Harry menjelaskan sebelum ia membeli barang dan menyalurkan barang, barang tersebut sudah dikomunikasikan di Kementerian Sosial. Jadi harus disetujui oleh pihak Kementerian Sosial. Barang-barangnya, keuntungannya, bagaimana cara mendistribusikannya, itu harus mendapat persetujuan dari Kementerian Sosial.

Menurut Harry, pada waktu itu ada beberapa barang yang berbeda-beda yang harus dibeli dan harus disalurkan kepada penerima manfaat. Pada tahap 1 dan 3 itu ada 12 barang. Salah satunya adalah beras.

Sebagai pemasok, Harry tidak bersentuhan langsung dengan penerima manfaat awalnya.

"Saya hanya jual barang ke PT Pertani," jawabnya.

Namun pada tahap berikutnya, PT Hamonangan Sude ditunjuk langsung oleh Kemensos pada putaran kedua tahap 7 dan 12 menjadi rekanan untuk penyedia bansos sembako.

Dari pemasok menjadi penyedia, kata Harry, hal itu dilatarbelakangi karena PT Mandala Homanangan Sude telah berpengalaman setelah dari tahap awal hingga 6 berhasil menyalurkan keperluan bahan sembako untuk Kemensos dari PT Pertani.

"Pada tahap 7, PT Mandala Hamonangan Sude dianggap sudah memiliki pengalaman karena sudah pernah menyuplai barang pokok ke BUMN seperti ke PT Pertani," terangnya.

Jadi atas pengalaman dari tahap awal mensuplai bahan sembako tersebut, dan menjual beras langsung ke masyarakat. Selain itu, dari dokumen pemberitaan media sehingga atas hal tersebut PT Mandala Hamonangan Sude ditunjuk oleh Kemensos menjadi penyedia sembako.

Sedangkan untuk PT Pertani merupakan penyedia langsung bansos sembako. Sehingga penyaluran bansos sembako atas nama PT Pertani yang disalurkan melalui PT Pos Indonesia hingga kepada penerima manfaat yang berhak.

Mantan Mensos Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kementerian Sosial (Kemensos).

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Juliari menerima total Rp32,48 miliar dalam perkara ini.

Uang tersebut diterima Juliari dari sejumlah pihak, yakni dari pengusaha Harry Van Sidabukke sejumlah Rp1,28 miliar. Kemudian dari Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp1,95 miliar, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.

Uang tersebut diterima Juliari melalui dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Suap terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa vendor lainnya dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial Tahun 2020 lalu. (G-2)

BACA JUGA: