JAKARTA - Terdakwa Pauliene Maria Lumowa meminta majelis hakim membebaskan dari segala tuntutan hukum (vrijspraak) dan melepaskannya dari segala tuntutan hukum (onslag) atau setidaknya memohon putusan yang seringan-ringannya.

Hal itu disampaikan tim penasihat hukum Pauliene Maria Lumowa dalam sidang lanjutan pembacaan surat nota pembelaan atau pledoi dalam kasus dugaan korupsi BNI 46 yang merugikan keuangan negara Rp 1,2 triliun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penasihat hukum Pauliene, Novel Alhabsyi meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan terdakwa tidak dapat dipidana melakukan tindak pidana yang didakwakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kuhp Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP (Dakwaan Kesatu Primair).

Selain itu juga Pasal 3 Ayat (1) Huruf A UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

"Karenanya mohon agar membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ucap Novel di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (19/5/2021).

Tim penasehat hukum terdakwa Pauliene meminta agar majelis hakim menerima nota pembelaan tim penasihat hukum terdakwa atas surat Tuntutan Penuntut Umum Nomor PDS-18/M.1.14/Ft.1/11/2020 tanggal 10 Mei 2020, tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa atau salah dalam menerapkan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999, UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999, Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kuhp Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP (Dakwaan Kesatu Primair).

Termasuk juga Pasal 3 Ayat (1) Huruf A UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 25 Tahun 2003 UU nomor 15 Tahun 2002 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

"Menerima seluruh Nota Pembelaan dari Penasehat Hukum terdakwa," jelas Novel.

Novel juga meminta kepada majelis hakim agar Jaksa membebaskan Maria dari tahanan. "Memulihkan nama baik, harkat, dan martabat terdakwa dengan segala akibat hukumnya," tuturnya.

Kemudian penasihat hukum juga meminta agar majelis hakim membebankan biaya perkara kepada negara. "Atau apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono)," tegasnya.

Tim penasihat hukum menyampaikan sebuah kutipan adagium hukum diakhir pembacaan surat pledoinya tersebut. "Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah," pungkasnya.

Sebelumnya Jaksa menuntut Pauliene Maria Lumowa 20 tahun pidana penjara terkait dugaan korupsi pencairan kredit L/C Di BNI 46 senilai Rp1,2 triliun tahun 2002-2003 lalu.

Tuntutan disampaikan oleh jaksa penuntut umum pada kejaksaan agung dihadapan majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Syaifuddin Zuhri.

Selain tuntutan 20 tahun, jaksa juga meminta agar hakim menjatuhkan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti 185, 8 miliar, jika harta yang disita tidak mencukupi atau tidak terbayarkan digantikan pidana penjara selama 1 tahun.

Maria bersama dengan pelaku lainya yakni, Adrian Herling Waworuntu, Jane Iriana Lumowa, Koesadiyuwo, Edy Santoso, Ir Illah Abdullah Agam, Adrian Pandelaki Lumowa (Almarhum), dr Titik Pristiwati, Aprila Widharta dan Richard Kountul telah melakukan pembobolan bank dengan modus melampirkan dokumen ekspor fiktif ketika mencairkan letter of Credit atau L/C ke Bank BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan dalam kurun waktu Desember 2002 hingga Agustus 2003 lalu.

Pengajuan pencairan LC kredit fiktif bermula atas ditolaknya pengajuan pinjaman dari teman bisnis Maria kepada bank BNI yang kemudian Maria bersama adik dan kawan kawan membeli perusahan, merekayasa atas ekspor fiktif yang akhirnya mendapat LC dari bank luar negeri yang bukan merupakan korespoden bank BNI, selain itu pencairan Rp 1,2 triliun tersebut oleh Bank BNI tanpa verifikasi yang layak.

Akibatnya negara mengalami kerugian senilai Rp 1,2 triliun lebih dan telah memperkaya diri serta korporasi milik para pelaku Pauliene Maria Lumowa dan kawan-kawan. (G-2)

BACA JUGA: