JAKARTA - Saksi a de charge, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengatakan Suharjito, pihak swasta, adalah korban dari tindak pidana suap oleh mantan menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dalam pengurusan izin ekspor benur lobster di KKP terkait permintaan commitment fee.

Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli a de charge dari penasihat hukum terdakwa Suharjito. Penasihat hukum menjelaskan terdakwa Suharjito sebenarnya telah memenuhi prosedur perizinan yang lengkap. Namun ketika dalam proses ada permintaan uang agar izin bisa dikeluarkan.

"Menurut ahli, dengan permasalahan hukum itu, dikaitkan dengan Pasal 53 Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ada batas waktu 10 hari, direspons tidak direspons dianggap dikabulkan. Seperti apa, masuk unsur suap kah, gratifikasi kah?" tanya tim anggota penasihat hukum Suharjito di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yanag dihadiri Gresnews.com, Rabu (24/3/2021).

Kemudian, Mudzakir menjelaskan terkait contoh kasus Pasal 53 UU, kalau pegawai negeri aktif meminta sesuatu kepada pihak swasta terkait izin yang diberikan maka termasuk menyalahgunakan wewenang.

Terkait pengurusan perizinan, kata Mudzakir, PNS telah menyalahgunakan wewenang yang dimiliki dan berhubungan dengan pihak lain dalam izin, maka pihak swasta menjadi korban.

Di sini Suharjito sebagai pihak swasta menjadi korban atas tindakan Menteri KKP, Edhy Prabowo selaku PNS yang menunda pemberian izin kecuali telah membayar uang komitmen.

"Karena seharusnya tidak terjadi, maka tanggung jawab hukum ada di penyelenggara negara tersebut. (Hal itu) karena wewenang yang dia punya disalahgunakan untuk meminta, memungli, memeras, sehubungan jabatan, tidak termasuk pidana suap," jelasnya.

Adapun isi dari Pasal 53 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2014 adalah batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat 2. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Ayat 3. Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.

Edhy dianggap bertanggung jawab atas pemberian izin yang seharusnya dikeluarkan setelah semua syarat dipenuhi. Namun izin tersebut belum dikeluarkan meskipun Suharjito telah memenuhi syarat tersebut. Izin baru bisa dikeluarkan jika Suharjito telah membayar uang komitmen.

Padahal dalam syarat perizinan ekspor bibit benur lobster tidak mensyaratkan adanya uang komitmen secara tertulis.

Sementara itu, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan kepada saksi ahli. Di mana ahli menjelaskan kalau ada suap cenderung pada penyalahgunaan kewenangan kekuasaan berupa pemerasan.

"Dalam hal praktik korupsi ada doktrin suap aktif atau pasif, gimana itu?" tanya jaksa.

Doktrin suap aktif dan pasif adalah suap yang menyangkut kepentingan umum dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Sementara suap di lingkungan perbankan diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Sedangkan suap menyuap dalam pemilu (money politics) diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu dan UU Nomor 23 Tahun 2003. Begitu pula dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah.

Penyuapan terhadap pejabat publik, termasuk pejabat publik asing dan pejabat publik dari organisasi internasional, baik aktif maupun pasif.

Mudzakir pun menerangkan memang suap itu ditujukan ke pegawai negeri atau penyelenggara negara. Kata aktif atau pasif itu sifat. Dasar hukum suap pasal 5 UU Tipikor itu pasif. Pasal suap intinya melindungi pegawai negeri agar bertindak sesuai jabatannya.

Bunyi Pasal 5 UU Tipikor, Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Sedangkan bunyi Pasal 5 UU Tipikor, ayat 1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 setiap orang yang:

A. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau.

B. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

"Kalau dia menerima sesuatu dari pemberi suap dia tidak objektif. Tapi jika pegawai negeri mau, dia dikenai Pasal 5 ayat 2. Kalau ngga mau (menolak suap) dia bebas, artinya suap tidak pernah terjadi (hanya) adanya percobaan suap," terang Mudzakir.

Mudzakir melanjutkan, dia mengatakan bagaimana kalau pegawai negeri aktif? Itu suap aktif namanya. Siapa yang harus bertanggung jawab? Sama, artinya menyalahgunakan wewenang karena dia menjual jabatannya. Sedangkan yang bertanggungjawab adalah pegawai negeri.

Namun pihak lain tidak bisa dimintai pertanggungjawaban kalau ada pegawai negeri yang aktif. "Atas dasar itu ahli berpendapat bahwa kalau terkait PNS itu adalah aktif, agar orang lain memberi suap kepadanya, maka orang lain (swasta) dalam hal ini subjek hukum, dia jadi korban PNS yang bersangkutan. Sehingga pelakunya hanya pegawai negeri, PNS, penyelenggara negara," ujarnya.

Suharjito adalah rekanan dari KKP didakwa telah menyuap menteri Edhy Prabowo sebesar US$103 ribu dan Rp760 juta dalam kurun waktu Mei hingga November 2020.

Suap diberikan dengan maksud agar Edhy mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budi daya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor benur kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama milik Suharjito.

Uang suap itu diberikan melalui perantara staf khusus menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi dan Safri. Kemudian Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, serta Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi, istri Edhy yang juga anggota DPR. (G-2)

BACA JUGA: